Perusahaan Otobus PO. Sinabung Jaya yang beralamat di Jl. Veteran 
Gang Usaha Tani, Berastagi, Kabupaten Tanah Karo Provinsi Sumatera Utara
 mulai dirintis oleh Reti Sembiring Gurukinayan yang dilahirkan pada 
tahun 1904 di kampung Gurukinayan yang letaknya persis di bawah Gunung 
Sinabung, kecamatan Payung, Kabupaten Tanah Karo.  Mempersunting seorang
 gadis bernama Releng br Sitepu anak saudara dekat dari ibunya yang 
berasal dari kampung Berastepu dan dikaruniai 10 (sepuluh)  anak yang 
terdiri dari 7 (tujuh) anak pria dan 3 (tiga) anak perempuan.
Reti Sembiring Gurukinayan adalah seorang anak sulung dari keluarga 
petani yang ayahnya bernama Ngupahi Sembiring Gurukinayan yang 
beristrikan Peraten br Sitepu yang kebetulan juga berasal dari kampung 
Berastepu yang lokasinya bertetangga dengan kampung Gurukinayan, yang 
dikarunia 3 (tiga) orang anak yaitu Reti  Sembiring Gurukinayan, 
Bantamuli br Sembiring Gurukinayan dan Rekat Sembiring Guruki-nayan.
Dibesarkan dan dididik di keluarga petani, bukan berarti Reti 
Sembiring Gurukinayan ingin menjadi petani walaupun tanah ladang dan 
sawah yang akan diwariskan oleh ayahnya kelak cukup untuk menghidupi 
keluarganya di kemudian hari, beliau mempunya cita-cita lain untuk masa 
depannya. Walaupun tidak pernah mengikuti pendidikan formal di bangku 
pendidikan sekolah rakyat (sekolah dasar) atas kemauan keras untuk 
mewujudkan cita-citanya secara otodidak akhirnya dimasa remajanya dapat 
membaca, menulis dan berhitung.
2.  TAHUN 1915
Dalam masa pertumbuhan remajanya beliau ketika berumur 11 tahun telah
 meninggalkan kampung Gurukinayan menjadi kernek bus di kampung 
Batukarang, karena tokehnya atau pemilik bus bernama Atol Bangun 
berdomisili di kampung tersebut. Reti Sembiring Gurkinayan mempunyai 
cita- cita agar dikemudian hari beliau ingin memiliki armada bus 
walaupun pada saat itu hanyalah sebagai kernek bus ban mati / roda mati 
diawal tahun 1915. Beliau sadar bahwa untuk dapat memiliki armada bus 
sendiri tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan panjang serta 
harus memiliki tekad yang kuat, mau bekerja keras, disiplin dan juga 
hemat. Pada waktu itu tidak semua yang menjadi kernek bus/ truk otomatis
 dikemudian hari akan  dapat  menjadi  seorang  supir.  Peningkatan 
kariernya  tidak  akan pernah tercapai apabila tidak dapat mengambil 
hati supirnya yang mempunyai otoritas cukup besar untuk menentukan siapa
 yang layak sebagai kerneknya dalam mengoperasikan bus / truk  yang   
dipercayakan oleh pemiliknya (majikannya) Kalau  sang  kernek  tidak  
rajin  dan  tekun  serta disiplin dan gigih maka kemungkinan besar sang 
kernek dapat diberhentikan oleh supirnya dan kedudukannya akan 
digantikan oleh orang lain yang menurut sang supir lebih baik atau 
selamanya hanyalah sebagai kernet karena sang supir tidak pernah memberi
 kesempatan baginya untuk belajar mengemudi.
Mengingat pada waktu itu, Reti Sembiring Gurukinayan yang mempunyai 
cita-cita yang tinggi bagi dirinya dan untuk masa depannya serta 
keluarganya dikemudian hari, beliau berusaha menjadi kernek yang gigih, 
rajin dan disiplin dan  disayangi oleh supirnya serta mempunyai rasa 
memiliki. Karena khawatir suatu saat kemungkinnan akan diberhentikan 
oleh sang supir bila tidak rajin dan disiplin maka dalam melaksanakan 
tugasnya sebagai kernek bus beliau bekerja keras agar penghasilan dari 
setoran bus yang mereka operasikan bersama supirnya minimal dapat 
menghasilkan setoran yang layak dan wajar kepada pemilik bus. Akan 
tetapi tidak hanya masalah setoran yang jadi patokan bagi dirinya dalam 
melaksanakan pekerjaannya, tapi juga masalah perawatan bus pun menjadi 
perhatian utamanya, sehingga beliau juga berupaya untuk mengetahui seluk
 beluk mesin bus termasuk membersihkan bus di poolnya pada malam hari 
apabila selesai operasi pada pagi dan siang hari. Pada saat itu untuk 
dapat menjadi supir tidaklah semudah pada saat ini, pekerjaan sebagai 
supir sangat didambakan oleh banyak orang bagi mereka yang tidak mau 
melanjutkan sekolahnya ketingkat yang lebih tinggi, apalagi bagi seorang
 pemuda bernama Reti Sembiring Gurukinayan yang pada awalnya adalah 
seorang yang buta aksara sehingga tidak ada pilihan lain selain menjadi 
kernek dulu baru menjadi supir kemudian memiliki armada bus sendiri, 
cukup sederhana cita-citanya, sedangkan pekerjaan sebagai petani di 
kampung tidak ada dalam benaknya. Disamping itu pekerjaan sebagai supir 
sangat dihormati oleh masyarakat didaerah kelahirannya, dan tentunya 
juga menjadi idaman oleh para gadis untuk dapat dipersunting menjadi 
istri seorang supir. Didalam pikirannya, hanya  dengan jalan yang sedang
 dia tekuni inilah satu-satunya jalan bagi dirinya untuk mencapai masa 
depan yang lebih baik dikemudian hari. Apalagi beliau anak tertua dari 3
 (tiga) bersaudara, maka seyogyanya dapat memberikan contoh atau panutan
 bagi saudara lainnya, hal ini berlaku umum di masyarakat Karo. Ada 
kepercayaan masyarakat Karo, apabila anak tertua berhasil atau sukses / 
memiliki pendidikan tertinggi maka dengan sendirinya adik-adiknya akan 
mengikutinya jejaknya, orang yang sukses didalam keluarga akan dengan 
sendirinya memiliki wibawa dan jadi panutan dibandingkan dengan yang 
tidak berhasil, terutama dihadapan saudaranya atau adik-adiknya.
Cita-cita seorang pemuda Reti Sembiring sebenarnya mungkin cukup 
sederhana bagi sebagian orang, apalagi tidak terlalu sulit untuk 
mencapainya, karena hanya dengan bermodalkan mau bekerja keras, tekun, 
disiplin dan mau berhemat serta mempunyai rasa memiliki maka kemungkinan
 besar akan dapat berhasil. Beliau sadar bahwa orang yang awalnya buta 
aksara maka beliau tidak mengimpikan cita-cita yang muluk-muluk, hanya 
satu keinginannya bahwa pada suatu saat dapat memiliki bus sendiri yang 
akan dia kemudikan sendiri dan dirawat sendiri agar biaya perawatannya 
akan semakin ringan. Oleh sebab itu, pada pada malam harinya setelah 
selesai membersihan bus yang menjadi tanggung jawabnya sehari-hari , 
beliau juga mencuci tidak hanya pakaiannya sendiri akan tetapi juga 
pakaian supirnya, walaupun    tidak pernah disuruh oleh supirnya yang 
memang bukan menjadi tanggung jawabnya sebagai kernek bus. Demikian juga
 diwaktu senggang beliau tidak lupa untuk belajar membaca, menulis dan 
berhitung secara otodidak sehingga akhirnya berhasil. Beliau tidak 
pernah mengikuti pendidikan formal karena situasi dan kondisi keluarga 
pada waktu itu tidak memungkinkan untuk mengikuti pendidikan formal 
dijaman penjajahan, apalagi sebagai anak tertua semasa kecilnya beliau 
juga harus ikut menggendong dan merawat adik-adiknya serta membantu 
ibunya di ladang.
Semasa hidupnya, untuk menandatangangi dokumen yang berhubungan 
usahanya , tanda tangannya cukup sederhana dengan menulis nama awalnya 
sendiri. Melihat kegigihannya dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari 
dan disenangi supirnya, maka dalam waktu relatif tidak terlalu lama, 
cita-citanya tahap  pertama  dapat  dicapainya. Beliau  diberi   
kesempatan   oleh supirnya untuk belajar menyetir bus pada saat selesai 
operasi atau dalam perjalanan pulang ke pool di kampung Batukarang. 
Tidak hanya itu, beliau juga dibimbing supirnya secara terus menerus 
agar dapat mengetahui seluk beluk mesin maupun system elektrik serta 
cara perbaikannya.
Perlu diketahui, bahwa pada waktu itu, seorang supir haruslah orang 
yang paling tahu seluk beluk teknis mesin serta elektriknya, hal ini 
memang harus menjadi persayaratan utama karena apabila terjadi  masalah 
atau kerusakan di tengah jalan maka sang supirlah yang  harus bisa 
memperbaiki sendiri bus yang menjadi tanggung jawabnya dan tindak 
mungkin mendapat bantuan dengan segera apabila terjadi kerusakan di 
tengah perjalanan. Apalagi kondisi alamnya pada waktu itu antar  
kampung  atau kota lokasi cukup jauh dan harus melewati hutan atau 
sawah/ ladang penduduk setempat yang jarang dilewati kenderaan lain yang
 jumlahnya didaerah tersebut masih dalam hitungan jari.
3.  TAHUN 1930
Setelah cukup lama menjadi kernek bus, pada tahun 1930 Reti Sembiring
 Gurukinayan meningkat statusnya dari kernek menjadi supir bus ban mati 
yang selama ini menjadi cita-cita yang cukup lama dipendamnya. Beliau 
mengoperasikan bus ban mati bernama “ATOL” yang pemiliknya bernama Atol 
Bangun yang berasal dari Batukarang. Beliau cukup lama bekerja pada 
majikannya tersebut sehingga hubungan antara beliau dengan bapak Atol 
Bangun bukan lagi seperti hubungan kerja antara majikan dan karyawannya,
 akan tapi menjadi hubungan keluarga yang sangat baik. Hal ini dapat 
dilihat dikemudian hari, sewaktu beliau pindah ke Berastagi pada tahun 
1948 dan setahun kemudian menyusul istri dan anak-anaknya, bapak Atol 
Bangun sering berkunjung ke rumah beliau di Berastagi, hubungan 
kekeluargaan ini tetap berlangsung walaupun bapak Atol Bangun bukan lagi
 majikan beliau.
|  | 
| Foto kenderaan  roda mati tahun 30 (tiga 
puluhan), yang pada waktu itu disebut “motor kitik” oleh masyarakat Karo
 di Dataran Tinggi Karo. | 
  
Beliau tidak pernah merasa puas dengan apa yang sudah dicapainya, 
karena cita-cita awal yang paling tinggi bagi ukuran beliau pada waktu 
itu adalah, pada suatu saat beliau bercita-cita memiliki armada bus 
sendiri. Oleh sebab itu beliau sadar bahwa pekerjaan sebagai kernek 
kemudian menjadi supir hanyalah jalan untuk meraih cita-citanya 
tersebut. Selama menjadi kernek maupun supir bus, beliau bekerja keras 
dan tidak mengenal lelah, disiplin, hemat agar pada suatu saat dapat 
mewujudkan cita-citanya tersebut, uang yang sudah dikumpulkan dari hari 
kehari setelah dipergunakan sebagian untuk keperluannya, kemudian 
disimpan dibawah kasur. Karena kegigihannya selama bekerja pada 
majikannya tersebut di atas, beliau tidak hanya disayangi majikannya 
tapi juga disegani oleh kerneknya, hal ini dapat dibuktikan dikemudian 
hari, dimana setelah beliau  memiliki bus sendiri sampai memiliki 
perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya  hubungan silaturahmi antar dia 
dengan mantan supirnya, maupun kernek dapat terpelihara sepanjang 
hidupnya. Malah setelah beliau meninggal dunia, banyak mantan supirnya 
maupun kerneknya tetap membicarakan dan mengenang beliau , walaupun dulu
 mereka sering ditegor, malah ada yang pernah dikejar-kejar dengan 
membawa martil karena kesalahan fatal yang mereka buat sehingga mesin 
busnya rusak antara lain lupa mengisi air radiator yang seharusnys 
setiap sampai di stasiun pemberhentian terakhir harus di periksa ulang 
sebelum berangkat lagi ke stasiun awalnya. Walapun sering ditegor atau 
dimarahi mereka tidak pernah sakit hati karena apa yang dilakukan beliau
 dapat mereka maklumi atau pada tempatnya, dan semua itu tujuannya 
adalah untuk mendidik mereka  supaya menjadi pintar atau 
menguasai mesin dan elektri bus yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini 
sering mereka ceritakan kepada anak-anak beliau termasuk kami yang pada 
waktu PO. Sinabung Jaya didirikan pada tanggal 1 April tahun 1961 sudah 
berumur 10 tahun.
Setelah karier Reti Sembiring Gurukinayan meningkat yang tadinya 
hanyalah sebagai kernek kemudian menjadi seorang supir yang disenangi 
oleh majikannyanya, barulah beliau punya cita-cita berikutnya yaitu 
mempunyai istri dengan pemikiran sudah   dapat memberikan  nafkah 
kepada istri maupun anak-anaknya di kemudian hari. Beliau mempersunting 
seorang istri bernama Releng br Sitepu dari keluarga ibunya di Berastepu
 pada tahun 1930 dalam usianya yang ke duapuluh enam tahun, sehingga 
hubungan kekeluargaan semakin erat persaudaraannya. Beliau tinggal 
bersama istrinya di rumah yang cukup sederhana yang baru dibangunnya di 
ladang Tambak Rahu yang berlo -kasi dipinggir kampung Gurukinayan kearah
 gunung Sinabung, hasil dari jerih payahnya selama menjadi kernek dan 
supir.
|  | 
| Foto
 Alm.Ayahanda  Reti Sembiring Gurukinayan dan istrinya Almh. Ibunda  
Releng br Sitepu Tahun 1961 pada saat mendirikan perusahaan otobus PO. 
Sinabung Jaya tanggal 1 April 1961. | 
 
Pada tahun 1931 lahir lah anak pertama yang diberi nama Kueteh 
Sembiring Gurukinayan, dan dua tahun kemudian lahir seorang anak 
perempuan, akan tapi beberapa hari kemudian dipanggil Allah Bapa yang 
maha kuasa. Karena pada waktu itu masyarakat Karo pada umumnya masih 
penganut animisme dan karena umurnya baru beberapa hari maka jasadnya 
harus dibakar dan abunya dilarungkan di sungai Parik Lau dekat ladang 
keluarga Kembilik kampung Gurukinayan.
Selanjutnya, pada tahun 1936 lahir anak yang ketiga laki-laki diberi 
nama Dors Erti Sembiring Gurukinayan sampai dengan anak yang 
kesepuluh  (terakhir) pada tahun 1956 yang bernama Resmond Jaya 
Sembiring Gurukinayan, sama dengan kepercayaan daerah lainnya, banyak 
anak akan membawa banyak rejeki.
Pekerjaanya sebagai supir oleh Reti Sembiring Gurukinayan tidak hanya
 untuk satu armada bus tapi berganti lagi kepada bus peti sabun (bus 
pekan-pekan) lainnya yang pada waktu itu jenis bus ini dapat berubah 
fungsi dalam arti pada siang hari dapat mengangkut penumpang dan malam 
hari dapat membawa hasil bumi untuk dibawa ke kota dengan mencabut 
bangku-bangku yang terbuat dari kayu dan tidak dilapisi dengan jok 
(knock down), yang pada keesokan harinya akan dijual oleh para petani  
pada  hari  pekan/ pasar yang pada setiap kota berbeda. Hari pasar 
antara lain untuk kota Kabanjahe pada hari Senen dan Kamis, Berastagi 
pada hari Rabu dan Sabtu, sedangkan hari Kamis untuk Tiga Nderket.
|  | 
| Foto
 rumah sederhana yang dibangun oleh alm. Reti Sembiring Gurukinayan yang
 berlokasi di ladang Tambak Rahu, kampung Gurukinayan dan sebagai tempat
 tinggal pertama kali sewaktu Almarhum baru membina rumah tangganya 
dengan istrinya almh. Releng br Sitepu yang sampai saaat ini tetap 
berdiri dengan kokoh tanpa pernah dilakukan perbaikan yang berarti. | 
 
Barang petani yang akan dijual pada hari pekan tersebut dibawa 
terlebih dahulu oleh bus peti sabun pada malam hari ke pasar yang di 
tuju, kemudian keesokan harinya petani tersebut menyusul dengan 
menumpang bus yang sama, kemudian setelah selesai hari pasar atau  
setelah barang hasil sawah/ ladangnya laku dijual barulah petani 
membayar ongkosnya termasuk ongkos barangnya pada waktu pulang kembali 
ke kampungnya dengan menumpang bus yang sama , sambil membawa uang dari 
penjual-an hasil kebun/ sawahnya setelah dibelanjakan sebagian untuk 
membeli bibit, pupuk mapun kebutuhan sehari-hari lainnya.
Sampai akhir tahun 1937 Reti Sembiring Gurukinayan masih mengemudikan
 bus bernama “ATOL” milik Atol Bangun yang berasal dan tinggal di 
Batukarang yang menggunakan roda mati.
|  | 
| Foto bus roda mati yang pada waktu itu 
lebih tepat disebut oplet atau minbus karena daya angkuta penumpang 
tidak lebih dari 12 (dua belas) penumpang dengan posisi menyamping. 
Armada bus “ATOL” seperti inilah pada waktu itu dimiliki Alm. Bapak  
Atol Bangun | 
 
Sebenarnya kalau dikatakan bus kurang tepat, karena yang umumnya 
dikatakan bus paling sedikit dapat mengangkut 20 (dua puluh) orang 
penumpang atau lebih, sedangkan mobil tersebut hanya dapat mengangkut 
penumpang tidak lebih dari 8 (delapan) sampai dengan 10 (sepuluh) 
penumpang, dimana tempat mesin didepan kelihatan lebih panjang kalau 
dibandingkan dengan tempat penumpangnya dibelakang, atau mungkin lebih 
tepat dikatakan opelet atau mini bus, sebagai ilustrasi prototipe oplet 
tersebut dapat dilihat pada foto tersebut di atas.
4.  TAHUN 1937
Akhirnya dari hasil tabungannya selama menjadi supir dan dengan 
dukungan keluarga dari keluarga mertuanya Sepit Sitepu  dari desa 
Berastepu yang  mempunyai anak 3 (tiga) orang yaitu anak sulung Sahun br
 Sitepu (Nande Ganin); Releng br Sitepu (Nande Kueteh) dan bungsu Jusup 
Batang Sitepu (Pa Rustam) dari Beratepu maupun adiknya Bantamuli br 
Sembiring Gurukinayan (Nande Budi) yang dipersunting oleh Bagin 
Singarimbun (Pa Budi) dari Temburun, maka pada tahun 1937 dibelilah 
untuk pertama kalinya truk roda 8 (delapan) yang selama ini sangat 
dicita-citakan. Beliau membeli truk bak terbuka ban mati berwarna   
merah atau disebut juga “gara takal” (kepala merah) dengan saudaranya 
Jemat Sembiring Gurukinayan (Pa Siman), ayah dari Bapak Siman Sembiring 
Gurukinayan yang telah banyak mem-berikan informasi dalam penyempurnaan 
sejarah ini yang pada saat ini telah berusia 75 tahun dan Tempi 
Sembiring Gurukinayan (Pa Damenta) yang pada saat ini juga telah berusia
 89 tahun dengan kondisi yang tetap sehat dan tinggal di kampung 
Gurukinayan. Mobil tersebut beliau kemudikan sendiri oleh Reti Sembiring
 dan dikerneki secara bergantian oleh Sempa Sitepu (Pa Rakut); Jumpa 
Ginting (Pa Akim); Jabab Sembiring Meliala (Pa Ros) dan terakhir oleh 
Tabas Surbakti (Pa Bini) kemanakannya. Truk tersebut diberi nama Sinabun
 (bukan Sinabung) dengan logo gambar “Nenas” pada lambungnya, karena 
pada waktu itu di kampung Gurukinayan disamping hasil kebun utamanya 
buah jeruk, juga terdapat kebun nenas yang buahnya cukup besar sebagai 
hasil sampingan pada kebun yang sama. Karena truk tersebut terlalu 
panjang maka chasissnya dipendekkan atau dihilangkan 2 (dua) roda 
belakang menjadi roda 6 (enam) serta diubah karoserinya menjadi type 
“Peti Sabun”, Sehingga bus tersebut lebih mudah di operasikan didaerah 
tersebut yang jalannya sangat sempit dan berliku-liku yang umumnya 
terdapat didaerah pegunungan. Bus tersebut dioperasikan untuk melayani 
angkutan antar kota Kotacane dengan kota Medan mengangkut penumpang 
maupun barang didaerah Gurukinayan dan sekitarnya yaitu Berastagi, 
Kabanjahe dan Tiga Nderket.
|  | 
| Foto Alm. Ayahanda Rekat  Sembiring 
Gurukinayan (adik kandung Alm. Reti Sembiring Gurukinayan) bersama Almh 
Ibunda  Goto  br Sitepu | 
 
5.  TAHUN 1940
Selanjutnya Reti Sembiring  dengan keluarganya Batak Bangun (Pa 
Tringani)  pada tahun 1940 yang juga berasal dari kampung Gurukinayan 
membeli bus ban hidup (bukan ban mati) pada jaman Jepang hasil penjualan
 tembakau yang banyak ditanam disekitar kampung Batukarang dan 
sekitarnya maupun penjualan jeruk yang dijual di Tiganderket sekitar 6 
(enam) kilometer dari kampung Gurukinayan yang merupakan pasar utama 
disekitar daerah terasebut. Beliau menjalani trayek Medan ke Pematang 
Siantar dan dikerneki oleh adiknya Nabas Bangun (Pa Roma).
Pada jaman Jepang tersebut sudaranya satu kakek Mayan Sembiring 
Gurukinayan (Pa Ngonggar) yang juga tinggal dikampung Gurukinayan 
berpatungan dengan Pa Pena Sitepu Batunanggar dan Ngenan Sitepu (Pa 
Binje) membeli truk yang mereka pergunakan untuk berdagang tembako ke 
Kotacane, Aceh Tenggara yang dikemudikan oleh Rekat Sembiring 
Gurukinayan adik kandung bungsu Reti Sembiring Gurukinayan. Oleh sebab 
itu pada jaman Belanda maupun Jepang penduduk kampung Gurukinayan telah 
memiliki beberapa tokeh / juragan bus maupun truk. Dari sekian tokeh 
tersebut hanyalah Reti Sembiring Gurukinayan yang memulai kariernya 
sebagai kernek sedangkan lainnya hanyalah sebagai pemodal yang awalnya 
sebagai petani sukses. Hal ini dapat dibuktikan bahwa beberapa diantara 
mereka sepanjang hidupnya tidak pernah dapat mengemudikan bus/ truk yang
 mereka miliki antara lain saudaranya Jemat Sembiring Gurukinayan dan 
Mayan Sembiring Gurukinayan.
Kemudain pada yang sama yaitu tahun 1940 Reti Sembiring Gurukinayan 
berkongsi lagi dengan Jemat Sembiring Gurukinayan (Pa Siman) membeli 
mobil truk chasiss yang di daerah tersebut di sebut mobil kope bersama 
dengan saudaranya Ngasami Sembiring Pandia (Pa Uli/ Toko Cahaya 
Kabanjahe) yang berasal dari kampung Payung dekat kampung Gurukinayan  
yang pada waktu itu juga membeli mobil yang sama dalam kondisi baru.
Kemudian, pada tahun 1946, bus yang mereka miliki masuk armada 
perusahaan otobus Maspersada artinya mas ipersada (mas disatukan) yang 
dipinpin oleh Raja Oekum Sembiring Meliala (Pa Terangmalem) yang berasal
 dari Berastepu tapi dibesarkan di kampung Tanjung. Bergabung dengan 
Maspersada terpaksa dilakukan karena pada saat itu bahan bakar hilang 
dari pasar, sehingga dengan masuk armada Maspersada dengan sendirinya 
akan mendapat jatah bahan bakar untuk menunjang operasional bus mereka.
Bus yang mereka miliki dikemudikan secara bergantian dengan Batak 
Bangun (Pa Tringani), yang dipergunakan untuk rute pekan-pekan antara 
kampung Gurukinayan ke Tiganderket, Berastagi atau ke Kabanjahe.
Walaupun sudah memiliki bus/ truk bersama  Jemaat  Sembiring  
Gurukinayan, Reti Sembiring Gurukinayan tidak merasa puas dengan apa 
yang sudah  dicapainya, dimana  beliau juga membuka kedai 
kopi dirumah saudaranya Rajangena Sembiring Gurukinayan (Pa Saman) yang 
kebetulan berlokasi di jalan utama di tengah kampung Gurukinayan pada 
tahun 1946 atau beberapa bulan setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17
 Agustus 1945 dengan bekerja sama dengan Pa Miji peran-tauan Banjar dari
 Banjarmasin yang sudah berpengalaman membuka usaha kedai kopi. 
Disamping pintar memasak juga dapat membuat aneka   macam   kue, yang   
dikampung Gurukinayan pada waktu itu merupakan makanan yang sangat 
digemari oleh masyarakat setempat. Pada waktu membuka kedai kopi 
tersebut Reti Sembiring Gurukinayan telah menjalin hubungan bisnis, 
dimana pada hari-hari tertentu beliau berbelanja di toko grosir 
kelontong toko “MO HAP” (ada spasi antara mo dan hap) yang pemiliknya 
bernama Mohap di ruko depan pintu masuk sebelah kanan pasar Berastagi 
atau disamping Kedai Kopi/ Mie “Pa Misang”, tepatnya sederetan Toko 
Onderdil/ SPBU  Garuda, atau dengan Toko Klontong Sinabung  Berastagi, 
pada saat ini. Akan  tetapi karena terjadi agresi kedua tahun 1947 
oleh Belanda dimana pihak pemerintah Hindia Belanda yang ingin kembali 
menduduki Wilayah Republik Indonesia menyebabkan sebagian besar penduduk
 yang tinggal di dataran tinggi Karo terpaksa mengungsi ke hutan, 
sebagian diantaranya mengungsi ke daerah Aceh Tenggara. Demikian juga 
halnya dengan situasi tidak menentu yang terjadi di kampung Gurukinayan,
 maka dengan terpaksa mobil bus peti sabun yang sudah mereka miliki 
tersebut dijual pada bulan Nopember 1947, sedangkan mobil truk chasiss 
“dipinjam” oleh pihak Belanda untuk mendukung agresi mereka ke daerah 
Kotacane dan sekitarnya yang dikemudikan oleh Tabas Surbakti (Pa Bini), 
yang kemudian karena merasa terancam jiwanya di daerah operasi Belanda 
di Aceh Tenggara (Kotacane), beliau meninggalkan truk tersebut di 
“Gunung Setan” sekitar Kotacane, yang akhirnya hilang tidak berbekas.
|  | 
| Foto Alm.Tabas Surbakti, kemenakan Alm. Reti Sembiring Gurukinayan, yang bertanggung jawab untuk operasional  bus PO. Sinabung Jaya di pool desa Gurukinayan | 
Pada agresi kedua tersebut, keluargapun harus kembali mengungsi ke 
hutan untuk menghindar dari tentara Belanda setelah membumi hanguskan 
rumah mereka (rumah adat) atas perintah tentara Republik pada waktu itu 
dengan pertimbangan agar Belanda tidak memanfaatkan rumah mereka sebagai
 tempat untuk mendukung operasi penjajah (apa tentara Belanda mau 
tinggal di rumah adat Karo  ?). Akibat dari pembumi hangusan tersebut 
semua Rumah Adat (atap ijuk) yang telah dibangun dengan cara gotong 
royong oleh para pendahulunya semua menjadi abu dan tidak berbekas, 
kecuali rumah adat bapak Tingger Sembiring Gurukinayan dekat Los atau 
Jambur (gedung pertemuan) kampung Gurukinayan. Dalam pengungsian 
tersebut, pada tanggal 20 Nopember 1947 lahir anak ketiga dari adik 
bungsunya Reti Sembiring Gurukinayan yaitu Rekat Sembiring Gurukinayan 
 seorang laki-laki dan diberi nama Rumah Pudung Sembiring Gurukinayan 
tepatnya di hutan Liang Date, yang 21 hari sebelumnya pada 31 Oktober 
1947 lahir anaknya sendiri anak yang  keenam perempuan diberi nama 
Nuraini br Sembiring Gurukinayan di Temburun. Dalam pengungsian ini 
Arnem Sembiring  yang lahir pada tanggal 20 Juni 1942 anak ke empat dari
 Reti Sembiring Gurukinayan telah berumur 5 (lima ) tahun  sehingga pada
 waktu itu dalam pengungsian dianggap cukup besar untuk diberi tugas 
untuk   membawa   cerek/ teko tempat minum sambil berjalan kaki ditengah
 hutan. Sehingga setelah selesai mengungsi dan untuk mengenang bagaimana
 suka dukanya dalam pengungsian pada beliau diberi panggilan sehari-hari
 oleh keluarga dengan sebutan “Pa Cerek” yang didaerah Karo berarti 
Bapak cerek, karena selama dalam pengungsian cerek tersebut tidak pernah
 lepas dari genggamannya sehari-hari.  Sedangkan anaknya yang ke lima 
Rasmi Sembiring yang lahir pada tanggal 01 Oktober 1945  masih berumur 2
 (dua) tahun sehingga harus tetap digendong oleh kakaknya Baik br 
Sembiring Gurukinayan yang yang pada waktu itu sudah berumur 6 (enam) 
tahun (lahir tanggal  11 Desember 1941) kawin dengan Kenal Singarimbun 
yang berasal dari Mardingding. Dalam pengungsian tersebut Rasmi 
Sembiring mengidap penyakit rabun senja akibat kekurangan vitamin A, 
akan tetapi karena dapat diketahui lebih dini maka dapat disembuhkan 
dalam waktu yang relatif singkat.
 
Selama dalam pengungsian darah yang mengalir dalam diri dan jiwa  
Reti Sembiring Gurukinayan bukanlah darah seorang petani seperti 
almarhum ayahnya Ngupahi Sembiring Gurukinayan, akan tetapi darah 
seorang pengusaha, dimana dalam hal ini dapat dibuktikan dalam suasana 
pengungsian pun bakat sebagai pengusaha dapat ditunjukkannya yaitu 
dengan membukan kedai kopi di tengah hutan sekitar perbatasan dengan 
Aceh Tenggara. Cangkir yang pada waktu itu terbuat dari bahan kaleng/ 
alumenium diganti dengan sepotog bambu dengan memanfaatkan ruasnya 
sebagai cangkir. Karena dalam hutan tersebut tidak ada saingannya maka 
kedai kopi darurat tersebut banyak diminati oleh para pengungsi lainnya,
 sehingga dalam suasana pengungsian di tengah hutan Reti Semiring 
Gurukinayan dapat memberikan nafkah kepada keluarganya.
Pada awal tahun 1948 keluarga kembali ke kampung Gurukinayan dari 
pengungsian, dan pada waktu mau menempati kembali rumah di ladang Tambak
 Rahu yang ditinggal beberapa waktu pada waktu mengungsi sudah ditempati
 keluarga lainya yaitu Nini Bulang (Kakek) dari Kuat Sembiring 
Gurukinayan (Pa Jaya), dan atas pendekatan secara kekeluargaan beliau 
mau mengosongkan rumah tersebut, dan kembali ditempati oleh Reti 
Sembiring Gurukinayan beserta keluarganya.
Karena memang sudah ditakdirkan yang memiliki jiwa pengusaha maka 
sepulang dari pengungsian Reti Sembiring Gurukinayan kembali membuka 
usaha kedai kopi ditempat yang sama. Kedai tersebut cukup laris karena 
disamping menjual minuman dan rokok, beliau juga menjual Sukat (umbi 
keladi) yang direbus dan dihidangjkan dalam keadaan panas dan dimakan 
bersamnaan dengan “gula kerep” (gula batak/ merah yang dihidangkan dalam
 bentuk potongan kecil). Umbi keladi tersebut hasil ladang mereka di 
Tambak Rahu yang ditanam istrinya tercinta Releng br Sitepu yang 
mempunyai cukup andil yang cukup besar untuk membantu cita-cita suaminya
 yang ingin kembali memiliki bus sendiri. Dalam membuka kedai tersebut 
beliau dibantu oleh iparnya Musim ginting (Pa Sangkut) dan Lem Sitepu 
Batunanggar (Pa Nomin).
Pada tahun yang sama, saudaranya satu kakek Mayan Sembiring 
Gurukinayan (Pa Ngonggar) yang berkongsi dengan Batak Bangun (Pa 
Tringani) membeli bus peti sabun, akan tetapi mereka mengalami musibah 
yang cukup fatal karena bus yang dibeli dengan susah payah di bom oleh 
tentara Jepang dekat sembahe pada waktu terjadi serangan dari pihak 
sekutu/ Inggris.
Pa Miji  rekan bisnisnya dalam   membuka usaha kedai kopi sebelum 
agresi kedua,  tidak ikut ambil bagian membuka kedai kopi di 
Gurukinayan, akan tetapi Reti Sembiring Gurukinayan memberi bantuan 
modal kepada beliau untuk membuka kedai kopi/ rumah makan di dekat los 
Tiganderket atau jalan ke Kutabuluh. Karena keahlian beliau memasak dan 
membuat aneka makanan kecil, dalam waktu relatif singkat usahanya 
berkembang dengan pesat karena orang tidak hanya minum kopi, teh atau 
makan makanan kecil, tapi juga makan nasi khususnya pada hari pekan 
setiap hari Kamis. Kebetulan pada waktu itu ada orang  menawarkan   
motor halus bekas kepada Pa Miji, dan beliau tertarik sehingga langsung 
membeli motor “Halus”  (dikatakan motor halus karena suara mesinnya 
nyaris tidak terdengar atau  “Motor Kitik/ Kecil ” yang  didaerah  
Tinggi Karo   maksudnya mobil  sedan) tanpa berkonsultasi dengan Reti 
Sembiring Gurukinayan sebagai penyandang modal, dimana hanya dalam tempo
 1 (satu) tahun Pa Miji telah mampu membeli mobil sedan dari usaha rumah
 makan tersebut.Akan tetapi kepemilikan mobil tersebut hanya berlangsung
 beberapa bulan, karena beliau menjualnya kembali setelah mengalami 
kecelakaan sewaktu mengemudikan mobil yang pada waktu itu mungkin belum 
berpengalaman. Sehingga Pa Miji yang tadinya statusnya meningkat 
disekitar daerah tersebut (karena tidak semua orang mampu memiliki mobil
 sedan) , kembali  ke  status  semula sebagai pengusaha kedai kopi/ 
rumah makan di Tiganderket, penurunan tingkat status sosial tersebut 
mungkin karena memang  belum saatnya memiliki motor halus pada waktu 
itu.
6. TAHUN 1948
Sambil membuka kedai kopi di Gurukinayan pada tahun 1948, Reti 
Sembiring Gurukinayan bekerjasama dengan saudaranya Negeri Sembiring 
Gurukinayan (Pa Guru) dan Batak Bangun (Pa Tringani) membeli 1 (satu) 
unit truk, dan beberapa waktu kemudian menambah 2 (dua) unit yang 
dipergunakan untuk mengangkut barang sampai ke Pematang Siantar yang 
dimotori oleh Negeri Sembiring Gurukinayan (Pa Guru) untuk mencari 
muatan dan dikemudikan oleh Batak Bangun, sedangkan dari Pematang 
Siantar dibawa barang barang kelontong maupun minyak tanah untuk dijual 
disekitar Gurukinayan, Berastepu, Batukarang sampai ke Tiganderket dan 
sekitarnya yang pada waktu itu sangat langka dijumpai di pasar, 
sedangkan bus lainnya untuk menjalani trayek pekan-pekan yang 
dikemudikan oleh Reti Sembiring Gurukinayan beserta adik bungsunya yang 
poolnya di Berastepu, sedangkan yang dikemudikan Tabas Surbakti poolnya 
di Gurukinayan. Akan tetapi  rekan bisnisnya Batak Bangun (Pa Tringani) 
mengundurkan diri dari patungan tyersebut, sehingga Reti Sembiring 
Gurukinayan harus meminjam uang mertuanya Sepit Sitepu (Pa Sahun) yang 
tinggal di Berastepu untuk membeli saham Batak Bangun yang mengundurkan 
diri dari perkongsian tersebut.
Pada waktu membuka kedai kopi di kampung Gurukinayan pada tahun 1948,
 situasi keamanan belum stabil dan ada pihak tertentu yang ingin 
menculik Reti Sembiring Gurukinayan,  sehingga  beliau dengan terpaksa 
kembali mengungsi seorang diri tidak ke hutan akan tetapi ke Berastagi. 
Menurut informasi dari keluarga, pada waktu beliau membuka kede kopi ada
 oknum/ warga diluar kampung Gurukinayan yang bertandang ke kampung 
tersebut dan singgah di kedainya untuk minum kopi. Setelah selesai 
meminum kopi, beliau langsung membayar minumannya dengan uang Jepang , 
akan tetapi karena pada waktu itu didaerah tersebut tidak berlaku lagi 
uang “Jepang” dimana yang berlaku adalah uang “Belanda” maka dengan 
sopan beliau mengatakan, “tidak usah dibayar”. Rupanya kerena  
ucapannya  itu  membuat  “Oknum” tersebut merasa tersinggung atau 
tercoreng harga dirinya,  sehingga bebe-rapa hari kemudian “Oknum” 
tersebut beserta dengan kelompoknya berencana untuk menculik Reti 
Sembiring Gurukinayan dengan alasan tidak jelas. Hal ini pada waktu itu 
bisa saja terjadi kepada siapapun,  karena situasi yang tidak kondusif 
yang mengakibatkan ada istilah siapa yang kuat maka ia yang menang dalam
 arti seseorang dapat saja  langsung  diculik  dengan  alasan  yang  
tidak  jelas yang kemudian tidak pernah kembali atau pulang 
kekeluarganya . Akan tetapi, sebelum rencana tersebut dapat mereka 
laksanakan,  ada  keluarga  dekat dari kelompok tersebut, Pa Pangkat 
Ginting memberitahu adiknya Bantamuli br Sembiring Gurukinayan (Nande 
Budi Singarimbun) di Tiganderket mengenai rencana tersebut. Sehingga 
malam hari itu juga adiknya Bantamuli br Sembiring Gurukinayan dengan 
membawa uang simpannya langsung berangkat ke Gurukinayan untuk 
menginformasikan rencana penculikan tersebut, dan malam itu juga Reti 
Sembiring Gurukinayan mengungsi ke Berastagi dan tinggal di rumah Pa 
Namaken Ginting Suka (keluarga dari suami adiknya Bagin Singarimbun) 
dengan meninggalkan keluarganya di rumah ladang Tambak Rahu (tempat 
jasadnya di makamkan kemudian hari) sambil membawa uang hasil usaha kede
 kopinya dan bantuan uang dari adiknya yang pada waktu itu sudah menjadi
 pedagang tembakau di sekitar daerah Tiganderket dan Batukarang.
Kede kopi yang ditinggalkan di Gurukinayan diteruskan oleh 
keluarganya Musim Ginting (Pa Sangkut) dan dibantu Lem Sitepu (Pa Nomin)
 dan diawasi oleh adik bungsunya Rekat Sembiring Gurukinayan (Pa 
Nimpan). Sedangkan istrinya yang ditinggal di kampung Gurukinayan 
berjualan sayur mayur dari hasil kebun mereka serta dibantu 
anak-anaknya.
Pada tahun tersebut juga Reti Sembiring Gurukinayan kembali membeli 
truk yang dipergunakan untuk mengangkut pasir dari Lau Dah (dekat 
Kabanjahe) yang kemudian dijual ke toko material (bangunan) di kota 
Kabanjahe maupun Berastagi dengan dibantu kerneknya Tabas Surbakti (Pa 
Bini) yang selama ini tinggal di kampung Gurukinayan. Mereka berdua 
tanpa kenal lelah mengangkut pasir siang malam dari Laudah untuk dijual 
kembali di kedua kota tersebut di atas. Sedangkan adiknya Rekat 
Sembiring Gurukinayan diberi tugas untuk mengawasi kedai kopi mereka di 
Gurukinayan.
Kemudian pada tahun 1949 atau satu tahun kemudian keluarganya 
menyusul pindah ke Berastagi dan mengontrak rumah petak dengan dinding 
tepas (teratak) atap rumbia yang sangat sederhana di Gang Sinar, Jalan 
Udara Berastagi (lihat foto di bawah).
|  | 
| Foto
 ibunda Releng br Sitepu beserta anaknya  (sesuai arah jarum) Nuraini br
 Sembiring, Baik br Sembiring, Rophian Sembiring dan Rasmi Sembiring 
pada tahun 1952 di rumah kontrakan dinding tepas atap rumbia (lihat 
disebelah belakang) di Gang Sinar, Jl. Udara Berastagi, Sumut. | 
 
Pada waktu di rumah kontrakan tersebut lahir anaknya yang ke 7 
(tujuh) pada tanggal 16 Juni 1951 yang diberi nama Rophian Sembiring 
Gurukinayan. Kemudian pada awal tahun 1952 keluarga pindah dan 
mengontrak rumah petak yang berdinding papan atap seng  di belakang Toko
 Mas Namaken/ Toko Roti Samudra, Jl. Veteran Berastagi yang kondisinya 
lebih baik apabila dibandingkan dengan rumah kontrakan yang ada di Gang 
Sinar Berastagi. (lihat foto di bawah). Pada waktu mengontrak rumah 
tersebut lahir anaknya yang ke 8 (delapan) diberi nama Eriwan Sembiring 
Gurukinayan yang lahir pada tanggal  01 Oktober 1953.
|  | 
| Foto
 anak ke 7 (tujuh) Rophian Sembiring tahun 1952 di depan rumah petak 
dinding papan atap seng yang dikontrak  Reti Sembiring Gurukinayan di 
belakang Toko “Roti Samudra” dan Toko Mas Namaken Berastagi, Dibelakang 
kelihatan ibunda Releng br Sitepu, dan juga terlihat baterai bekas bus 
“PO. PMG” dekat pintu sebelah kiri, cikal bakal “PO. Sinabung Jaya” 
dikemudian hari | 
 
Satu tahun setelah pindah bersama keluarganya di Berastagi, pada 
tahun 1950 Reti Sembiring Gurukinayan mengundurkan diri dari kerjasama 
dengan saudaranya Negeri Sembiring Gurukinayan karena ingin berusaha 
sendiri.
Pada tahun 1950 Tidak lama kemudian, dari hasil penjualan bus/ truk 
tersebut ditambah dengan hasil usaha kede kopinya di  kampung  
Gurukinayan  dan   bantuan uang dari adiknya Bantamuli br Sembiring 
Gurukinayan dan juga mertuanya  Sepit Sitepu, serta bantuan tokehnya 
Bapak   Pho Siong Liem pemilik Bank “South Asia Bank” di Jl. Kesawan 
Medan, dibelilah mobil  chasiss Chevrolet tahun 1950 untuk dijadikan
 menjadi bus peti sabun (disebut demikian karena bantuk bodynya persis 
seperti kotak sabun).
Beliau mempunyai hubungan dengan Bapak Pho Siong Liem tidak terlepas 
dari bantuan atau rekomendasi dari tokehnya pada waktu  beliau  masih 
membuka kedai kopi di Gurukinayan yaitu Bapak Mohap yang
 mempunyai toko grosir kelontong Toko  MO HAP (ada spaci antar huruf mo 
dan hap) di depan Pasar Berastagi. Bus peti sabun yang baru dibeli 
masuk perusahaan armada bus  DIENST (Negara Sumatera Timur) yang 
dioperasikan disamping membawa penumpang juga membawa komoditi pertanian
 disekitar daerah tersebut untuk dibawa ke Berastagi, Kabanjahe dan 
sekitarnya, dan selanjutnya dari sana membawa barang-barang kelontong 
kembali kesekitar daerah Gurukinayan/ Tiga-nderket.
7. TAHUN 1950
Akan tetapi pencantuman nama armada tersebut di atas hanya berlangsung  
beberapa  bulan,  karena  pada  tahun 1950 kebetulan telah berdiri 
“Usaha Nasional PMG “ ( Perusahaan Motor Gunung ) yang dimiliki Kompeni 
Bangun (biasanya disebut Tokeh PMG) yang berasal dari  Batukarang. 
Dimana logo PMG meniru logo Chevrolet yang pada waktu itu kenderaan 
khususnya untuk kenderaan besar yang dipergunakan untuk angkutan 
penumpang maupun barang menggunakan mobil buatan Amerika Serikat 
tersebut.
|  | 
| Foto
 keluarga Alm. Reti Sembiring/ Almh. Releng br Sitepu pada tahun 1960 
bersama anaknya yang ke-5 s/d ke-9 serta keponakannya bernama Asia br 
Sitepu dibelang kiri belakang di halaman depan rumah Gang Usaha Tani Jl,
 Veteran Berastagi Sumut. Dibelakang terdapat bibit batang jeruk yang 
akan di tanam kembali dikebunya di desa Gurukinayan, yang  dikerjakam 
kedua almarhum dengan tujuan untuk menambah penghasilan keluarganya | 
 
Beliau memilih bergabung dengan PMG, 
walaupun pada saat itu sudah ada perusahaan otobus Maspersada milik Raja
 Oekum Sembiring Meliala. Bus tahun 1950 tersebut masuk armada PO. PMG 
(Perusahaan Motor Gunung) BK. 44980 nomor lambung 36 dengan trayek 
“Gurukinayan Pekan-Pekan”, dikemudikan   oleh   Tabas   Subakti (Pa 
Bini)  menjalani trayek  pekan-pekan  dari kampung Gurukinayan ke 
Berastagi/ Kabanjahe dan  Tiganderket pada waktu hari pekan (pasar) 
yaitu hari Rabu dan Sabtu ke Berastagi, hari Kamis ke Tiganderket dan 
hari lainnya ke Kabanjahe.
Satu tahun kemudian, pada tahun 1951 dibeli lagi mobil baru Chevrolet 
chasiss dan dibuat karoseri peti sabun dan masuk armada PMG dengan nomor
 lambung 121 dengan BK. 17469 yang menjalani trayek “Berastepu Pekan 
Pekan”, sama seperti PMG nomor 36 dimana pool bus ini ada di Berastepu, 
pengemudinya dipercayakan kepada adik bungsunya Rekat Sembiring 
Gurukinayan (Pa Nimpan).
Setiap hari Sabtu yang merupakan hari pekan besar di Berastagi atau 
sekali dalam seminggu, Rekat Sembiring Gurukinayan dan Tabas Surbakti 
yang dipercayakan untuk mengurus bus yang pollnya di Berastepu maupun 
Gurukinayan datang secara rutin untuk menyetorkan hasil operasional 
kedua bus tersebut yang dipercayakan kepada kedua beliau tersebut ke 
Berastagi (Reti Sembiring Gurukinayan).
Karena pada waktu itu frequensi penggantian uang baru rupiah tidak 
seperti sekarang  oleh pemerintah maka uang setoran yang diserahkan  
sebagian besar lusuh atau lecek dan  sebagian  ada  yang koyak  
sehingga  harus dilem maupun disrika. Hal ini dilakukan karena pihak 
bank di Medan tidak   mau   menerima   uang setoran yang   tidak   rapi/
 lusuh  maupun koyak.
|  | 
| Foto
 Eriwan Sembiring Gurukinayan berumur 2 (dua) tahun pada tahun 1955, 
didepan rumah Reti Sembiring Gurukinayan di jalan Veteran Gang Usaha 
Tani  Berastagi. | 
 
Hampir tiga tahun setelah mengontrak rumah 
di belakang  Toko Roti Samudra/ Toko Mas Namaken, Reti Sembiring 
Gurukinayan dan keluarganya pindah ke rumah lama yang baru dibelinya di 
Gang Usaha Tani, Jl. Veteran Berastagi pada tahun 1955, dimana pada 
waktu menempati rumah tersebut lahir anaknya yang ke 9 (sembilan) pada 
tanggal 29 Juni 1956 di Kabanjahe dan diberi nama Resmond   Jaya 
Sembiring Gurukinayan.
Selanjutnya pada tahun 1956 Reti Sembiring Gurukinayan bekerjasama 
(patungan) dengan saudaranya satu nenek  Mayan 
Sembiring Gurukinayan (Pa Ngonggar)  membeli  bus  bekas  Chevrolet  
tahun  1956  yaitu  PMG nomor 67 dengan trayek Gurukinayan  –  Medan PP 
.  Akan tetapi kerja  sama  tersebut   hanya berjalan beberapa tahun 
dan  selanjutnya  Reti  Sembiring Gurukinayan mengundurkan diri.
|  | 
| Foto
 Bus  PMG (Perusahaan Motor Gunung) nomor lambung 150 tahun 1957 merek  
GMC buatan Amerika Serikat BK. 15076 yang menjalani trayek Kabanjahe – 
Medan, cikal bakal PO. Sinabung Jaya dikemuidan hari. | 
 
Kemudian atas bantuan Bapak Pho Siong Liem 
pada tahun 1956, beliau kembali mendapat kepercayaan untuk mendapat
bantuan kredit dengan bunga rendah sehingga dapat membeli lagi bus baru
 Chevrolet PMG nomor 129 dengan BK. 30260 dengan rute Gurukinayan – 
Medan PP dan pengelolaannya dipercayakan lagi kepada Tabas Surbakti,
 sehingga ada 2 (dua) unit bus yang menjadi tanggung jawabnya untuk pool
 di Gurukinayan.
Pada tahun yang sama dibeli lagi bus baru  Chevrolet tahun 1956 masuk 
PMG dengan nomor lambung 139,  BK. 45197  dengan rute Kabanjahe – Medan 
PP, akan tetapi poolnya di Berastagi dan dikelola sendiri oleh Reti 
Sembiring Gurukinayan.
Selanjutnya, Bapak Pho Siong Liem yang sudah sangat percaya 
kepada Reti   Sembiring Gurukinayan, kembali memberikan bantuan kredit untuk  pembelian  bus baru 2 (dua) unit pada tahun Chevrolet
 tahun 1957 dengan nomor lambung PMG 151 dan bus GMC tahun 1957  PMG 
nomor 150 BK. 15076 (lihat foto di bawah) menjalani trayek Kabanjahe – 
Medan PP.
8.      TAHUN 1960
Akan tetapi pada tahun 1960 bus keluaran GMC tahun 1957 karena dianggap 
tidak sekuat / sebandel merk Chevrolet maka bus ini kemudian dijual dan 
diganti dengan merk  Chevrolet  keluaran  tahun    1960 (bekas) BK. 
34327 dengan tetap memakai nomor lambung 150 dan awal tahun 1961 bus 
Chevrolet tahun 1957 nomor 151 kembali dijual dan diganti dengan bus 
Chevrolet tahun 1961 BK. 41923 tetap nomor lambung 151.
|  | 
| Foto
 Bus  PMG (Perusahaan Motor Gunung) nomor lambung 150 tahun 1957 merek  
GMC buatan Amerika Serikat BK. 15076 yang menjalani trayek Kabanjahe – 
Medan, cikal bakal PO. Sinabung Jaya dikemudian hari. | 
 
Pada awal tahun 1961 keluar peraturan 
pemerintah tentang larangan perusahaan untuk memonopoli jasa angkutan 
penumpang termasuk dalam jasa layanan bus penumpang. Pada saat itu karena perusahaan otobus Usaha Nasional PMG (Perusahaan Motor Gunung) 
itu telah memiliki anggota maupun armada  ratusan unit, maka dengan sendirinya harus dipecah menjadi beberapa perusahaan jasa angkutan 
bus.
Dengan demikian tidak akan terjadi monopoli dalam pelayanan jasa 
angkutan di Propinsi Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Karo dan 
sekitarnya. Sedangkan pada waktu itu, disamping perusahaan otobus “Usaha
 Nasional PMG” juga sudah ada perusahaan otobus seperti PT. Maspersada 
yang sebagian besar armadanya menjalani trayek dari Kotacane (Aceh 
Tenggara) dan Sidikalang (Kabupaten Karo) dan PO. Permosi (Kabanjahe – 
Pematang Siantar) tidak dibubarkan karena pada waktu itu jumlah 
armadanya tidak sebesar jumlah armada perusahaan otobus “Usaha Nasional 
PMG” yang sudah hamper mencapai 200 an armada. Sebagai ilustrasi pada 
waktu itu nomor lambung yang diberikan pada otobusnya sesuai dengan 
jumlah armada yang sudah ada, dimana sebagai salah satu contoh pemilik 
perusahaan otobus PMG Kompeni Bangun telah memiliki armada bus dengan 
nomor lambung 180 sesuai dengan jumlah armada pada waktu itu. Tidak 
seperti dewasa ini nomor lambung yang dicantumkan pada armadanya pada 
perusahaan otobus tidak menunjukkan jumlah armada yang sebenarnya.
|  | 
| Foto
 tahun 1958 di rumah Gang Usaha Tani, Jl. Veteran Berastagi,dimana rumah
 tersebut masih utuh di alamat tersebut, dari sebelah kiri Eriwan  
Sembiring Gurukinayan, Kueteh Sembiring Gurukinayan dan Resmond Jaya  
Sembiring Gurukinayan. | 
 
Pemerintah melalui instansi terkait pada 
waktu itu memberi kesempatan kepada rakyat Indonesia secara perorangan 
yang telah memiliki beberapa unit angkutan kendaraan bermotor untuk 
mendirikan usaha angkutan perorangan dalam bidang jasa angkutan umum. Dalam waktu yang singkat, didaerah tersebut kemudian bermunculan puluhan
 perusahaan otobus baru perorangan karena kemudahan yang diberikan
 pemerintah pada waktu itu untuk mendapatkan ijin mendirikan perusahaan 
otobus perorangan.
Peluang ini jelas dimanfaatkan oleh Reti Sembiring Gurukinayan, yang 
pada   waktu   itu   telah   memiliki  6 (enam) unit armada yang 
memenuhi syarat untuk mendirikan perusahaan otobus perorangan, yang 
menjadi masalah pada waktu itu apa nama merk perusahaan otobus yang akan
 didirikan Reti Sembiring Gurukinayan (Pa Kueteh), sedangkan beliau 
harus dengan segera mengajukan  permohonan kepada instansi terkait agar 
segera dapat diproses dan diberi ijin trayeknya.
|  | 
| Foto Alm.Drs.  Kueteh Sembiring Gurukinayan, Penggagas  Merk “ Sinabung Jaya” Anak Sulung Alm. Reti Sembiring Gurukinayan & Almh. Releng br Sitepu
 | 
Pada waktu itu di masyarakat Karo yang 
sudah memenuhi syarat untuk mendirikan perusahaan otobus perorangan 
seakan saling mendahului dan berlomba sehingga untuk mendapat pengakuan 
merk, yang jelas siapa yang lebih dahulu  mengajukan  maka  merekalah  
yang  berhak  mempergunakan / memakai merk tersebut. Sehingga orang 
yang menyusul kemudian tidak akan mendapatkan ijin trayek dengan nama 
perusahaan yang sama di Kantor Wilayah Perhubungan. 
Dalam suasana kebingungan tersebut, beliau   meminta   pendapat   anak  
 sulungnya  Kueteh   Sembiring untuk membantunya dalam menetukan nama 
perusahaannya. Apalagi beliau tidak pernah mempunyai cita-cita pada 
suatu saat akan memiliki nama perusahaaan sendiri dan dikelola sendiri 
dan diawasi sendiri. Karena pada waktu itu sudah memiliki bus sendiri 
dan dapat bergabung dengan PO. PMG sudah cukup baginya, karena memang 
hanya demikianlah yang dicita-citakan selama ini, akan tetapi Allah Bapa
 di surga memberi lebih dari pada yang dicita-citakannya selama ini.
|  | 
| Foto
 pada tahun 1958 anak ke 5 (lima) sampai ke 9 (sembilan) anak ayahanda 
Reti Sembiring Gurukinayan dan Ibunda Releng br Sitepu pada tahun 1958 
disamping rumah Gang Usaha Tani, Jl. Veteran Berastagi, dari sebelah 
kiri dibelakang Rasmi Sembiring Gurukinayan, Rophian Sembiring 
Gurukinayan, Nuraini br Sembiring Gurukinayan, dan didepan Eriwan 
Sembiring Gurukinayan dan Resmond Jaya Sembiring Gurukianayan. Didepan 
kelihatan bunga dengan pot bekas baterai PMG, cikal bakal PO. Sinabung 
Jaya dikemudian hari. | 
 
|  | 
| Foto
 tahun 1959 di Puncak, Bogor Jawa Barat, Pada waktu ayahanda Reti 
Sembiring Gurukinayan beserta Ibunda Releng br Sitepu dengan Pa Model 
Tarigan (Pemilik Perusahaan Sedan Famili Taxi), Resmond Jaya Sembiring 
(3 thn) beserta Ibu Ngatini (baby sitter Resmond) menugunjungi anaknya 
yang sedang  kuliah di F.Ekonomi, UI Jakarta dan keponaknnya di IPB 
Bogor.Dari arah kiri : Pa Model Tarigan (Pemilik Famili Taxi di Tanah 
Karo), Reti Sembiring Gurukinayan, cucunya Bas Ukurta Sembiring 
Gurukinayan (2 thn), Releng br Sitepu, Baik br Sembiring Gurukinayan, 
Ngatini, Selat br Sembiring Meliala (mantu) dan Resmond Jaya Sembiring 
Gurukinayan (3 thn). Sedangkan di atas : dari kiri Ruben Sitepu (IPB 
Bogor), Kueteh Sembring Gurukinayan (FE.UI) dan Dors Erti Sembiring 
Gurukinayan (FE.UI). | 
 
Dalam menentukan nama perusahaan otobus 
baru tersebut terdapat usulan dari Rustam Efendi Sitepu cucu Sepit 
Sitepu yang baru pindah dari Jakarta ke Medan, mengusulkan agar nama 
perusahaan tersebut diberi nama “Primo” karena memiliki nilai histories 
yang menurut dia cocok untuk diabadikan. Hal ini menurutnya tidak 
terlepas dari sejarah perjuangan beliau dalam mewujudkan cita-citanya, 
dimana bus yang sekarang dimiliki Reti Sembiring Gurukinayan sebagian 
besar berasal dari hasil penjualan jeruk di Gurukinayan maupun ladang 
Lembub milik Sepit Sitepu di Berastepu yang tidak lain adalah 
mertua dari Reti Sembiring Gurukinayan. Akan tetapi anak tertuanya 
Kueteh Sembiring Gurukinayan mempunyai pandangan lain dengan mengusulkan
 agar diberi nama “Sinabung” dengan pertimbangan pada waktu 
pertama kali ayahnya memiliki truk sudah diberi nama Sinabun (bukan 
Sinabung) dengan logo buah “Nenas” di lambung bagian kanan dan kiri, 
disamping itu Reti Sembiring Gurukinayan dilahirkan dan  dibesarkan di 
kampung Gurukinayan, yang letaknya persis di bawah gunung Sinabung. Agar
 nama tersebut bersifat komersil maka perlu disempurnakan lebih lanjut  
sehingga lebih mudah diingat oleh masyarakat utamanya pengguna jasa 
anggutan penumpang tersebut dikemudian hari.
Terdapat dua alternatif pada waktu itu untuk menentukan nama perusahaan 
yaitu “Sinabung Raya” atau “Sinabung Jaya”. Kata “Raya” atau Great 
merupakan    kata  sifat yang menerangkan arti besar  seperti hari  
raya, jalan raya, Jakarta Raya  atau  merayakan  yang  berarti 
memperingati   pristiwa   penting. Sedangkan  kalau  kata “Jaya”  atau
 Victorious kata sifat yang berarti menang atau selalu bernasib baik, 
hebat, untung, sukses, selalu unggul atau selalu berhasil atas segala 
yang direncanakan dan dikerjakan (lihat kamus Bahasa Indonesia). Oleh 
sebab itu kata Jaya ini dapat diperluas pengertiannya adalah kemampuan yang dinamis yang dapat membaca perubahan yang ada disekelililingnya 
sehingga jauh hari dapat mengantisipasi perubahan tersebut sehingga 
eksistensinya dapat dipertahankan dan dikembangkan dikemudian hari.
Setelah menerima masukan dari beberapa keluarga termasuk Budi 
Singarimbun dan atas usulan Kueteh Sembiring Gurukinayan sebagai anak 
tertuanya akhirnya Reti Sembiring Gurukinayan memutuskan mendirikan 
perusahaan otobus perorangan bernama “PO.  Sinabung Jaya” pada tanggal
 01  April 1961 yang beralamat di Gang Usaha Tani, Jl. Veteran, 
Berastagi, Kabupaten Karo di Sumatera Utara, tempat tinggal Reti 
Sembiring Gurukinayan beserta keluarganya.
Untuk mengurus izin usaha termasuk ijin trayek PO. Sinabung Jaya kepada 
instansi terkait, Kueteh Sembiring Gurukinayan menugaskan Budi 
Singarimbun anak tunggal dari saudara perempuan ayahnya bernama ibu 
Bantamuli Sembiring Gurukinayan yang dipersunting oleh Bagin  
Singarimbun dari Temburun.
Pertama kali PO. Sinabung  Jaya mendapat ijin trayek dari pemerintah sebagai berikut :
- Gurukinayan – Kabanjahe/ Berastagi  Pekan-Pekan.
- Berastepu – Kabanjahe/ Berastagi  Pekan-Pekan.
- Gurukinayan – Medan PP (Pulang Pergi).
- Berastepu – Medan PP
- Kabanjahe – Medan PP
Seperti sudah dijelaskan diatas, pemberian 
nama perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya pada armada yang dimiliki Reti 
Sembiring Gurukinayan mempunyai makna historis yang melekat bagi 
dirinya. Dimana nama Sinabung mempunyai arti yang cukup besar dalam 
perjalanan hidupnya dan pengembangan dirinya mulai sebagai kernet di 
jaman Belanda tahun 1930-an kemudian menjadi supir pada jaman yang sama 
dan akhirnya memiliki bus sebanyak 6 (enam) unit. Pertama beliau
dilahirkan dan dibesarkan di kampung Gurukinayan yang lokasinya persis 
di bawah gunung Sinabung, dan kedua kampung tersebut menjadi salah satu 
tujuan wisata bagi penggemar olah raga mendaki gunung (hiking) 
disamping Lau Kawar sebagai pintu masuk dan keluar bagi orang
 pendaki gunung Sinabung maupun sekedar untuk rekreasi. Ketiga nama 
gunung Sinabung cukup dikenal tidak hanya di daerah Kabupaten Karo atau 
pulau Sumatera tapi juga manca negara, dimana karena gunung Sinabung 
dapat dilihat sangat jelas dari puncak Gundaling Berastagi yang  sejak jaman penjajahan Belanda sudah menjadi salah satu tujuan 
wisata tidak hanya domestik tapi juga manca Negara sehingga nama 
tersebut tidak asing bagi wisatawan domestic maupun mancanegara. 
Keempat, pertama kali beliau memiliki mobil truk telah diberi nama 
Sinabun (bukan Sinabung) dengan pencantuman logo Nenas di bagian lambung
 kanan dan kiri. Mengenai pemberian logo “ Nenas “ agak membingungkan 
karena kampung Gurukinayan hasil utama kebun rakyat pada waktu itu 
utamanya adalah jeruk siam, dan bukan nenas. Tapi kemungkinan karena 
selama bekerja sebagai kernek maupun supir  pada waktu itu beliau sering
 ke daerah Simalungun (Pematang Siantar) dimana sepanjang jalan dari 
Kabanjahe ke Pematang Siantar banyak terlihat perkebunan rakyat yang 
menanam “nenas” sehingga sewaktu beliau mempunyai armada sendiri ingin 
mencantumkankannya di lambung busnya. Kelima, gunung Sinabung adalah 
salah satu gunung yang  bentuknya  sangat  indah  dan  mirip  dengan  
gunung  Fujiyama di Jepang, yang sampai sekarang tetap setia memberikan 
manfaat yang cukup besar kepada daerah sekelilingnya sehingga tanah  
disekeliling  gunung tersebut sangat subur dan dapat ditanami dengan 
aneka tanaman untuk daerah pegunungan, sehingga beliau ingin 
mempromosikan nama gunung tersebut melalui perusahaan otobus yang dengan
 setia akan tetap menjalani trayek dari disekitar gunung tersebut 
kedaerah lain diluar Kabupate Karo, paling tidak dengan memakai nama 
gunung tersebut masyarakat pengguna jasa angkutan tersebut langsung 
mengetahui bahwa arah perjalanan bus tersebut pasti arahnya ke Kabanjahe
 sebagai ibu kota Kabupaten Karo.
Melihat peran gunung Sinabung yang cukup besar dalam memakmurkan rakyat 
disekitarnya dan tidak  hanya pada dirinya sendiri maka 
terispirasi baginya dengan usulan dari anak sulungnya
Kueteh Sembiring Gurukinayan untuk mendirikan dan menjalankan usaha 
angkutan dengan nama / merk dagang PO. Sinabung Jaya yang berdomisili di
 Gang Usaha Tani, Jalan Veteran Berastagi sekaligus tempat tinggalnya 
dengan istri dan ke sembilan anaknya, dengan harapan perusahaan tersebut
 akan jaya dan dapat dikembangkan dan dilanjutkan para ahli warisnya 
(istri dan kesembilan anaknya) dikemudian hari, seperti apa yang 
dicita-citakan selama ini sewaktu beliau masih menjadi kernek bus.
Mengingat pada waktu itu tahun 1961 banyak bermunculan Perusahaan Otobus
 di pulau Sumatera khususnya Sumatera Utara dengan beraneka macam cat 
dan logo yang ditonjolkan pada lambung busnya, maka tidak ketinggalan 
perusahaan otobus yang ada di daerah Kabupaten Karo. Untuk logo 
perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya ditetapkan “gambar gunung 
Sinabung” sesuai dengan nama perusahannya yang posisinya dilihat dari 
daerah kampung Beganding (lihat foto gunung tersebut pada halaman X 
didepan), seberang gunung tersebut atau kira-kira 5 (lima) km sebelum 
mencapai kampung Gurukinayan. Kebetulan pada waktu itu keluarga 
memiliki foto gunung Sinabung yang telah diberi bingkai yang telah cukup
 lama dipajang diruang tamu rumahnya, dan logo gunung Sinabung 
ditampilkan dibagian kanan  dan  kiri lambung bus bagian tengah 
antara kata PO. Sinabung dengan kata Jaya. Sedangkan untuk warna cat 
body lebih dominan berwarna hijau daun sesuai dengan alam pegunungan 
Kabupaten Karo yang serba hijau karena tanahnya yang sangat subur 
dibandingkan dengan daerah sekitarnya, dan sebagian bagian depan/ kap 
busnya diberi warna biru laut yang menggambarkan udara yang sejuk,  
segar  dan  bersih. Bagian   samping body kanan dan kiri diberi garis/ 
list dari bagian depan (dibawah jendela terdepan) sampai kebagian 
jendela paling belakang selebar 10 cm berwarna kuning, yang berarti 
pengemudinya harus selalu waspada dan hati-hati dalam menjalankan bus 
sehingga tidak akan mengancam keselamatan penumpangnya. Kemudian list 
warna kuning tersebut dijepit list berwarna  merah  pada  bagian  atas  
dan  berwarna putih pada bagian bawah sama dengan bendera  Negara  kita 
 Merah   Putih, gagah dan berani, sedangkan untuk merk dan nomor lambung
 berwarna putih dan list merah.
Sebagai ilustrasi pada waktu itu beberapa   perusahaan   otobus   di   Kabupaten Tanah Karo adalah sebagai berikut :
| 
No. | 
Nama Perusahaan | 
L o g o | 
Pemilik | 
| 
1. | 
PO. Burung Nuri | 
Burung   Nuri | 
Peranging   Angin (Sukatendel) | 
| 
2. | 
PO. Djendaras | 
 | 
Motor   Bukit (Bukit) | 
| 
3. | 
PO. Liberty | 
Patung   Liberty USA | 
Kancam   Tarigan (Mbetong) | 
| 
4. | 
PO. Pinem | 
- | 
Nomen   Pinem (Juhar) | 
| 
5. | 
PO. Saudara | 
Salam   Tangan | 
Raja   Oekum S. Meliala (Tanjung) | 
| 
6. | 
PO. Sebayang | 
- | 
Caboh   Sebayang (Tigabinanga) | 
| 
7. | 
PO. Sigantang Sira | 
- | 
Merhat   Tarigan Girsang (Kacaribu) | 
| 
8. | 
PO. Selamat Jalan | 
Buah   Jeruk | 
Ulbah   Ginting (Kutabuluh) | 
| 
9. | 
PO. Selamat Kerja | 
Jabatan   Tangan | 
Nasuni   Karo-Karo Kacaribu (Kuta Buluh) | 
| 
10. | 
PO. Selian | 
- | 
Jamulia   Sinulingga (Tigabinanga) | 
| 
11. | 
PO. Sinabung Jaya | 
Gunung   Sinabung | 
Reti Sembiring Gurukinayan (Gurukinayan) | 
| 
12. | 
PO. Sukamulia | 
 | 
 | 
| 
13. | 
PO. Sutera | 
Pisang   Sesisir | 
Kumpul   Perangin-Angin (Sukatendel) | 
| 
14. | 
PO. Swief | 
Burung   Terbang | 
Pa   Wilem Tarigan (Batu Karang) | 
| 
15. | 
PO. Tani | 
Buah   Nenas | 
Koran   Karo-Karo (Kutabuluh) | 
Sebagai bahan informasi,  PO. Selamat Jalan
 milik Ulbah Ginting dari Kutabuluh yang memakai logo “Buah Jeruk”, pada
 waktu masih bergabung dalam perusahaan otobus PMG memiliki salah satu 
armada PMG dengan nomor lambung 180 dengan trayek Kutabuluh – Medan PP.
Sedangkan khusus untuk angkutan pedesaan/ antar kota dalam Kabupaten 
Karo adalah PO. Djendaras dengan trayek Tigapanah – Kabanjahe; PO. 
Sukamulia trayek Suka – Kabanjahe/ Pekan-Pekan.  PO. Djendaras dengan 
trayek Bukit-Tigapanah-Kabanjahe, PO. Sigantang Sira melayani trayek 
Berastagi – Kabanjahe dan lain sebagainya. Khusus untuk merk Sigantang 
Sira pada waktu itu menurut yang empunya cerita karena rutenya (pendek /
 jarak dekat) hanya antara kota Berastagi ke kota Kabanjahe PP yang 
berjarak 11 (sebelas) Km , ongkosnya pada waktu itu mungkin sebanding 
dengan harga segantang garam.
|  | 
| Keluarga
 berfoto pada tahun 1960 di depan rumah Gang Usaha Tani, Jl. Veteran 
Berastagi, dimana pada waktu tersebut 6 (enam) unit armada Reti 
Sembiring masih bergabung dalam perusahaan otobus PO. PMG (Perusahaan 
Motor Gunung). Dari arah kiri ke kanan : Nuraini br Sembiring 
Gurukinayan, keponakan Asia br Sitepu, Rasmi Sembiring Gurukinayan, 
Resmond Jaya Sembiring Gurukinayan, Ibunda Releng br Sitepu, Eriwan 
Sembiring Gurukinayan, ayahanda Reti Sembiring Gurukinayan, dan di atas 
Rophian Sembiring Gurukinayan, Rumah tersebut masih ada di alamat 
tersebut di atas. | 
 
Disamping itu, walaupun perusahaan “Usaha 
Nasional PMG (Perusahaan Motor Gunung)” yang selama ini berdomisili di 
Kabanjahe Kabupaten Karo dibubarkan oleh pemerintah, usaha tersebut 
masih dilanjutkan oleh pengusaha yang berdomisili di Kabupaten Deli 
Serdang (Pancurbatu) dengan mendirikan perusahaan otobus “PMG Deli 
Hulu”  yang trayeknya antara lain Medan – Pancurbatu PP.
Pada awal waktu PO. Sinabung Jaya mulai didirikan pada tanggal 1 April 
1961, jumlah armada yang dimiliki sebanyak 6 (enam) unit bus yaitu :  
bus PMG nomor  121 menjadi PO. Sinabung Jaya no. 2, PMG 36 menjadi 
Sinabung Jaya  no. 4, PMG 129 menjadi  Sinabung Jaya no.1,  PMG 139 
menjadi Sinabung Jaya 3, PMG 150 menjadi Sinabung Jaya 5 dan PMG 151 
menjadi Sinabung Jaya no. 6, untuk jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 1 
dibawah.
Keluarga mengakui bahwa karena bantuan Bapak Pho Siong Liem serta berkat
 dari Allah Bapa lah maka beliau dapat menambah jumlah armadanya yang 
pada awalnya sudah ada sebanyak 6 (enam) unit.
Hubungan baik secara bisnis  maupun secara  kekeluargaan  semasa  
hidupnya tetap dibina dan dipertahankan oleh Reti Sembiring Gurukinayan 
dengan Bapak Pho Siong Liem. Kepercayaan untuk mendapatkan bantuan kredit dalam pengadaan  bus  oleh Bapak Pho Siong Liem 
tetap dijaga dan dipelihara tidak pernah disalah gunakan atau 
dipergunakan untuk keperluan lainnya.
Tabel.  1
Jumlah Armada PO. SINABUNG JAYA
Tahun 1964
| 
No.   Lambung | 
Tahun   Pembuatan | 
No.Polisi | 
Trayek | 
Penanggung   Jawab | 
| 
1 | 
1961 | 
BK 41923 | 
Berastepu   – Medan PP | 
Rekat   S. Gurukinayan | 
| 
2 | 
1953 | 
BK 17469 | 
Berastepu   – Pekan Pekan | 
Rekat   S. Gurukinayan | 
| 
3 | 
1956 | 
BK 45197 | 
Gurukinayan-Pekan   Pekan | 
Tabas   Surbakti | 
| 
4 | 
1950 | 
BK 44980 | 
Gurukinayan-Pekan   Pekan | 
Tabas   Surbakti | 
| 
5 | 
1956 | 
BK 30260 | 
Kabanjahe – Medan PP | 
Reti   S. Gurukinayan | 
| 
6 | 
1960 | 
BK 34327 | 
Gurukinayan   – Medan PP | 
Tabas   Surbakti | 
Hubungan kekeluargaan dengan Bapak Pho 
Siong Liem dari tahun ke tahun tetap dapat dipertahankan dengan baik antara lain dengan cara setiap menjelang hari Raya Imlek, 
Reti Sembiring Gurukinayan tidak pernah lupa untuk membawa sayur 
mayur dan buah-buahan yang terbaik yang dihasilkan di 
Kabupaten Karo untuk di bawa ke rumah keluarga Bapak Pho Song Liem 
sebagai wujud ucapan terima kasih atas bantuan dan bimbingan beliau pada
 keluarga ini yang salah satunya hanya dapat dilakukan dengan cara 
tersebut.
Kalau di hitung nilai oleh-oleh yang dibawa dari Berastagi ke Medan 
tidak sebanding dengan oleh-oleh yang diberikan kembali oleh Bapak Pho 
Siong Liem kepada Reti Sembiring Gurukinayan. Dimana dari Medan 
diberikan oleh-oleh untuk keluarganya antara lain makanan dan minuman 
yang akan disajikan pada perayaan tersebut. Disamping itu karena 
hubungan keluarga yang begitu baik, Bapak Pho Siong Liem sering memberi hadiah kepada Reti  Sembiring Gurukinayan apabila baru
 pulang dari luar negeri seperti sepatu  buatan  Inggris  (England), rokok dalam kaleng 555, kemeja, pulpen dan lain sebagainya dari 
merk terkenal pada waktu itu. Tapi karena semasa hidupnya sederhana dan 
bersahaja, maka barang – barang tersebut hanya jadi pajangan termasuk 
sepatu hanya dipakai kalau sedang menemui beliau atau keinstansi 
pemerintah. Demikian juga rokok 555 dalam kaleng hanya dipajang dilemari
 berbulan-bulan dan tidak pernah dirokok, karena pada masa itu beliau 
sangat menyenangi rokok merk “Peace” yang bungkusnya berwarna kuning.
|  | 
| Foto
 ketika jasad Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan di semayamkan di rumah
 duka di jalan Veteran Gang Usaha Tani Berastagi pada tanggal 21 
September 1964, dimana posisi jenajah Almarhum Reti Sembiring dalam 
keadaan posisi duduk membujur. Tampak dalam foto sebelah kanan jenajah 
istrinya ibunda Releng br Karo dan sebelah kirinya adik perempuannya 
Bantamuli br Sembiring Gurukinayan. Sedangkan didepan sesuai dengan arah
 jarum jam (didepan ibunda Releng br Karo)  Selat br Sembiring Meliala 
(istri Kueteh Sembiring Gurukinayan, anak sulung almarhum) , Rasmi 
Sembiring Gurukinayan, Juah br Sembiring Gurukinayan (anak perempuan 
dari saudaranya satu nenek), Rophian Sembiring Gurukinayan, Eriwan 
Sembiring Gurukinayan | 
 
Hanya pulpen merk “Parker” pemberian Bapak 
Pho Siong Liem yang dipakai untuk sehari-hari, dimana tanda tangan 
beliau sangat sederhana cukup menuliskan nama “Reti” pada semua dokumen 
yang berhubungan pengelolaan perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya pada 
waktu itu, maklum beliau awalnya adalah buta aksara karena memang tidak 
pernah mengikuti pendidikan formi di bangku Sekolah Dasar, akan tetapi karena kemauan keras beliau untuk masa 
depannya dan keluarganya beliau secara otodidak akhirnya dapat 
membaca, menulis maupun benghitung sehingga tidak menemui kendala 
dalam mengelola perusahaanya PO. Sinabung Jaya.
Hadiah-hadiah lainya tetap beliau pelihara sepanjang hidupnya antara 
lain sepatu buatan England berwarna coklat muda jarang beliau 
pergunakan, demikian baju Arrow pemberian Bapak Pho Siong Liem yang 
umumnya berwarna putih (warna kesayangan beliau) baru dipakai kalau ada 
acara penting maupun keperluan  menemui  Bapak  Pho  Siong Liem. 
Sedangkan kesehariannya beliau cukup memakai baju sederhana kerah baju 
santai dan celana drill berwarna cream atau putih yang tidak pernah 
berubah sejak beliau masih sebagai kernek maupun supir di jaman Belanda 
maupun jaman Jepang. Gaya hidup tersebut dapat ditanamkan pada semua 
anak anaknya tidak terkecuali Arnem Sembiring Gurukinayan anak ke 
empatnya.
|  | 
| Foto
 Bersama Keluarga Besar  Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan didean 
rumah adat “Siwaluh Jabu” desa Gurukinayan tanggal 23 September 
1964,sebelu jasad Almarhum di bawa ke Gedung Pertemuan (Jambur/ Los) 
Kampung Gurukinayan. | 
 
Akan tetapi pada tanggal 21 September 1964,
 hampir 3 (tiga) tahun setelah beliau mendirikan PO. Sinabung Jaya pada 
usianya yang ke  60 tahun, hari Sabtu jam 06.15 pagi Reti Sembiring 
Gurukinayan dipanggil oleh Allah Bapa di Sorga di rumahnya di Gang Usaha
 Tani, jl. Veteran Brastagi tempat tinggalnya bersama keluarga yang 
sekaligus sebagai kantor perusahaan otobusnya PO. Sinabung Jaya. Pada 
siang itu juga Bapak Pho Siong Liem secara khusus datang melayat dari 
Medan ke rumah duka beserta ibu pada jam 13.00.
|  | 
| Rumah
 adat keluargaalmarhum  Reti Sembiring “Waluh Jabu” (rumah adat batak 
Karo dimana  satu  rumah  besar   dihuni oleh delapan kepala  keluarga  
baik  dari  pihak  kalimbubu maupun anak  beru yang letaknya   
ditentukan   oleh  kedudukan  masing-masing  kepala keluarga didalam 
adat Karo) di desa Gurukinayan, | 
 
Keesokan harinya tanggal 22 September 1964 
jam 09.00 pagi jenajahnya dibawa ke Gurukinayan dengan diiringi keluarga
 serta seluruh armada PO. Sinabung Jaya sebagai penghormatan terakhir 
kepada pemiliknya, dan selanjutnya disemayam-kan satu malam di rumah 
adat almarhum  “Waluh Jabu” (rumah adat batak Karo dimana  satu  rumah  
besar   dihuni oleh delapan kepala  keluarga  baik  dari  pihak  
kalimbubu maupun anak  beru yang letaknya   ditentukan   oleh  
kedudukan  masing-masing  kepala keluarga didalam adat Karo),  sambil 
menunggu acara adat keesokan harinya tetap dilakukan acara yang ada di 
adat Batak Karo dengan diringi alat musik tradisonal sampai pada tengah 
malam.
Pada malam harinya, karena masyarakat batak Karo masih banyak   yang 
menganut kepercayaan animisme pada waktu itu, termasuk almarhum   Reti  
 Sembiring   Gurukinayan  maka   atas     permintaan keluarga baik dari 
pihak sukut ( Sembiring Gurukinayan) anak beru maupun   kalimbubu, 
diadakanlah acara “ Perumah Begu” (acara  memanggil  kembali roh 
almarhum termasuk semua leluhurnya) melalui media Guru Perbegu (Dukun) 
secara bergantian dari satu roh ke roh lainnya sampai pada menjelang 
pagi hari. Inti dari pesan almarhum pada waktu itu berupa 
nasihat-nasihat yang pernah almarhum sampaikan maupun yang belum sempat 
disampaikan    semasa hidupnya (antara lain cara pengelolaan ataupun 
cara pembagian  yang  adil  kalau   memang   perlu segera dibagi oleh 
ahli waris terhadap harta warisan yang ditinggalkan almarhum) melalui 
media Guru Perbegu kepada seluruh keluarga yang ditinggalkannya yang 
diberikan secara berurutan kepada istri dan seluruh anak yang 
ditinggalkannya termasuk keluarga lainnya.
|  | 
| Rumah adat Karo “Waluh Jabu”  (delapan rumah tangga) keluarga almarhum  Reti Sembiring di desa Gurukinayan dilhat dari samping | 
 
Acara pemanggilan roh ini tidak hanya 
terbatas untuk roh almarhum akan tetapi kepada semua roh keluarga/ 
leluhurnya yang sudah lebih dulu meninggal dunia yang kata Dukunnya 
kebetulan singgah atau ikut nimbrung di rumah Waluh Jabu tempat acara 
tersebut dilaksanakan. Pada intinya acara ini hanyalah berupa 
nasihat-nasihat melalui media Dukun/ Guru Perbegu , dimana agar semua 
anak yang ditinggalkan beserta istrinya harus saling kasih mengasihi 
tidak hanya diantara mereka tapi harus “megermet” (peka) atau ikut
segera berpartisipasi  dalam  setiap kejadian di keluarga besar 
Sembiring Gurukinayan, harus “metami” (menyayangi) kepada semua  anak 
beru  (yang menjalankan acara, suami atau keturunan dari saudara 
perempuan marga Sembiring Gurkinayan)  serta “mehamat” (hormat) kepada 
kalimbubu (yang paling dihormati dalam adat Karo dari ayah atau saudara 
laki-laki dari pihak ibu) atau pihak istri maupun dari leluhur lainnya 
dari keluarga Sembiring Gurukinayan ).
|  | 
| Garasi armada bus PO. Sinabung Jaya disamping Rumah ada “Waluh Jabu” keluarg Almarhum Reti Sembiring di desa Gurukinayan | 
 
Keesokan harinya setelah menabur bunga di 
makam almarhum Reti Sembiring Gurukinayan tanggal 24 September 1964 hari
 Selasa di rumah “Waluh Jabu” sesuai dengan adat Batak Karo diadakan 
runggu (rapat keluarga) yang dilakukan/ dipelopori oleh anak beru untuk 
membicarakan berapa  biaya maupun utang yang harus di bayar kepada 
keluarga yang sudah terlebih dahulu mengeluarkan uang untuk membeli sesuatu yang berhubungan dengan   upacara   pemakaman   
almarhum Reti Sembiring Gurukinayan.
Disamping itu dibicarakan antara keluarga Sembiring Gurukinayan 
dengan anak berunya dan disaksikan kalimbubu untuk mendata harta warisan
 yang bergerak maupun tidak bergerak yang ditinggalkan oleh almarhum 
Reti Sembiring Gurukinayan apakah dibagikan atau tidak.
|  | 
| Foto
 ketika jasad Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan di bawa ke Jambur desa
 Gurukinayan (gedung pertemuan) padaa tanggal 23 September 1964, dimana 
jasadnya dalam posisi “duduk” dalam peti yang dibuat secara khusus oleh 
“anak beru” Posisi duduk tersebut atas permintaan Anak Beru maupun 
keluarga lainnya karena semasa hidupnya keluarga menganngap mempunyai 
charisma yang dapat mempersatukan seluruh keluarga tanpa melihata 
statusnya ekonominya. Oleh sebab itu menurut mereka agar kharismanya 
dapat diturunkan kepada anak-anaknya (bukan istri dan anak-anaknya) maka
 harus dikuburkan dalam posisi duduk. Kenyataannya, charisma tersebut 
turun kepada anak sulungnya Kueteh Sembirng Gurukinayan yang cukup 
dikenal pada tahun 1965 sampai awal pemili tahun 1971. | 
 
Diprakarsai oleh anak tertuanya Kueteh 
Sembiring Gurukinayan, semua ahli waris almarhum Reti Sembiring 
Gurukinayan berikrardi hadapan bunda Releng br Sitepu, keluarga 
besar Sembiring Gurukinayan dan semua saudaranya dan keluarga lainnya, Anak Beru dan disaksikan Kalimbubu, bahwa ahli waris  almarhum 
 tidak akan pernah membagikan atau memindah tangan kan harta yang 
ditinggalkan almarhum baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak 
termasuk perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya. Dimana harta yang  
ditinggalkan oleh almarhum hendaknya dapat lebih dikembangkan dikemudian
 hari,  yang boleh dibagi adalah hasil dari  pengelolaannya 
antara lain dari perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya beserta 
armadanya dimana jumlah armada seyogyanya diperbesar dan bukan 
diperkecil dan  hasil sawah/ ladang.
|  | 
| Foto
 Bapak Kepala POLRES Tanah Karo beserta jajarannya  (urutan ke tujuh 
dari kanan) datang melayat Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan di Jambur
 desa Gurukinayan  (gedung pertemuan) pada tanggal 23 September 1964 | 
 
Pada waktu Almarhum Reti Sembiring 
Gurukinayan meninggal pada tanggal 21 September 1964, armada bus PO. 
Sinabung Jaya yang ditinggalkan sebanyak 6 (enam) unit yang rinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 tersebut di atas.
|  | 
| Foto
 Anak Beru Menteri yang dalam tingkatan suku Adat Karo bertugas untuk 
memasak nasi dan sayur, untuk makan siang dalam acara pemakaman  
Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan di Jambur desa Gurukinayan  (gedung 
pertemuan) pada tanggal 23 September 1964 | 
 
9.  TAHUN 1964
Sepeninggal almarhum Reti Sembiring Gurukinayan (Pa Kueteh), oleh 
keluarga maupun masyarakat sekitarnya meramalkan bahwa eksistensi 
perusahaan otobus  PO. Sinabung Jaya  akan  berakhir atau tidak 
akan dapat bertahan karena para ahli warisnya khususnya anak-anaknya tidak akan dapat mencontoh cara kerja yang selama ini almarhum lakukan. 
Penilaian tersebut tidak salah karena keluarga maupun masyarakat 
sekitarnya mengetahui bahwa semasa hidupnya almarhum adalah pekerja yang
 sangat gigih dan ulet karena walaupun beliau sudah memiliki 6 (enam) 
unit armada PO. Sinabung Jaya. Selama hidupnya Almarhum tidak pernah   
segan-segan   bertindak   sebagai montir  dengan  pakaian khas montir 
yang  di  Tanah  Karo disebut  pakaian monyet,  karena   model terusan 
dimana baju bersatu dengan celana, sama dengan pakaian montir pada saat 
ini. Bedanya kalau pakaian montir yang sekarang pada umumnya   terdapat 
 logo  sponsor untuk promosi produknya, sedangkan pakaian Almarhum 
secara khusus dipesan di tukang jahit (Tailor).
|  | 
| Foto
 sebelah kanan  ibunda  Releng br Kar (Sitepu) Direksi PO. Sinabung Jaya
 menggantikan suaminya Alm. Reti Sembiring Gurukinayan. Sebelah kanannya
 adalah kakak sulungnya Sahun br Sitepu (Nd. Ganin), foto didean Gunung 
Sinabun (Sebintun,Berastepu) pada tanggal 30 Agustus 1966. | 
 
Dalam hal perawatan semua armadanya, almarhum menangani sendiri khususnya kerusakan ringan dengan dibantu 
oleh supir dan kernetnya, dimana almarhum tidak pernah mau menunda 
pekerjaan yang dapat segera diperbaiki di garasi terbuka dan udara yang 
sangat dingin di Berastagi kadang-kadang sampai tengah malam agar 
keesokan harinya dapat beroperasi kembali. Umumnya supir maupun 
kerneknya sudah dapat diandalkan untuk membantu beliau dalam perbaikan 
kerusakan ringan (diluar kerusakan mesin), sedangkan untuk perbaikan 
kerusakan berat seperti perbaikan mesin dipercayakan kepada montir Eng 
Cuan yang  rumah model toko (ruko) merangkap bengkelnya dekta stasiun 
PO. Sinabung Jaya atau sederetan dengan poliklinik “Darma Bhakti” di 
Berastagi. Suatu hari pernah terjadi ketidak cocokan dalam memperbaiki  metal mesin, dimana montir Eng Cuan dianggap terlalu 
banyak menggerus/ menipiskan bagian metal yang akan dipasang, sehingga 
karena terjadi perbedaan pendapat tersebut montir Eng Cuan 
menelantarkan mesin tersebut sehingga almarhumlah yang harus menyelesaikannya dengan dibantu supir dan kerneknya merakitnya 
kembali sampai bus tersebut dapat dioperasikan kembali.
|  | 
| Foto
 PO. Sinabung Jaya nomor 9 BK.29128 trayek Kabanjahe _ Medan PP merk 
Chevrolet tahun 1967, (sesuai arah jarum jam) Sehat Sembiring 
Gurukinayan (anak bungsu ayahanda Alm. Rekat Sembiring Gurukinayan) 
Salam Tarigan, Rophian Sembiring Gurukinayan, dan diatas Resmond Jaya 
Sembiring Gurukinayan di lokasi Gundaling Berastagi. | 
 
Penilaian masyarakat maupun keluarga dekat 
ada benarnya karena tidak mungkin para ahli waris dapat mewarisi cara 
kerja yang telah almarhum lakukan sepanjang hidupnya disamping sebagai 
sebagai pengusaha juga sebagai  montir  busnya.  Akan  tetapi Allah 
Bapa masih memberkati usaha yang ditinggalkan, dimana istrinya 
Releng br Sitepu (Nande Kueteh) yang buta aksara dibantu oleh 
anak-anaknya yang masih sekolah/ kuliah di Berastagi maupun di Medan 
termasuk anak ke empatnya Arnem Sembiring Gurukinayan yang pada waktu 
itu sudah menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara 
tahun ke dua, serta dibantu oleh Rekat Sembiring Guruki-nayan (Pa 
Nimpan) untuk bus yang poolnya ada di Berastepu dan Tabas Surbakti (Pa 
Bini) untuk bus yang poolnya di Gurukinayan serta  bimbingan dan  
pengawasan yang dilakukan oleh anak sulungnya Kueteh Sembiring  
Gurukinayan  yang  pada  waktu  itu menjadi salah satu direktur di PT. 
Daya Eka Esa di Medan, sehingga perusahaan otobus tersebut dapat 
berkembang dengan baik. Untuk operasional bus yang poolnya di Berastagi 
dikelola oleh ibunda Releng br Sitepu termasuk menerima setoran bus yang
 poolnya di  Gurukinayan dan Berastepu dengan dibantu oleh keluarga 
bernama Ukur Barus yang diberi tugas sebagai Kepala Operasional di 
Berastagi/ Kabanjahe yang berasal dari Barusjahe yang sehari-harinya 
sebagai guru Sekolah Dasar Negeri nomor 4 di Jalan Udara Berastagi serta
 ke empat anaknya yang masih sekolah di Berastagi maupun Kabanjahe yaitu
 Nuraini br Sembiring Gurukinayan, Rophian Sembiring Gurukinayan, Eriwan
 Sembiring Gurukinayan dan Resmond Jaya Sembiring Gurukinayan.
|  | 
| Foto Alm. Arnem  Sembiring Gurukinayan,Anak keempat  Alm. Reti Sembiring Gurukinayan & Almh. Releng br Sitepu | 
 
Pada tahun 1964 Arnem Sembiring , Budi 
Singarimbun dan Rasmi Sembiring yang sudah duduk di Kelas III SMA I 
Teladan Medan, telah tinggal di rumah Gang Pasir Nomor 19, Jl. S. Parman
 Medan yang dibeli oleh Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan. Sedangkan 
anak sulungnya Kueteh Sembiring Gurukinayan juga telah menempati rumah 
barunya di Jalan S. Parman Nomor 315 A, atau tepatnya di ujung jalan 
Gang Pasir Medan . Kedua rumah tersebut pada waktu itu dapat dibeli 
karena bantuan kredit dari Bapak Pho Siong Liem, oleh sebab itu bantuan 
beliau kepada keluarga ini (PO. Sinabung Jaya) sangat besar dan tidak 
mungkin dapat dibalas dalam bentuk apapapun.
|  | 
| Foto PO. Sinabung Jaya nomor 7 trayek 
Kabanjahe _ Medan PP, merk Chevrolet tahun 1961 sebagai mobil pengganti 
dari mobil sedan Plymouth tahun 1956 ayahanda Almarhum Reti Sembiring 
Gurukinayan, dari kiri berdiri Ibunda Goto br Sitepu yang sekarang sudah
 berumur 91 tahun dan sebelahnya ibunda Almarhumah Releng br Sitepu. 
Foto diambil didepan rumah ayahanda Almarhum Rekat Sembiring di 
Gurukinayan pada tanggal 21 Nopember 1970, beberapa hari sebelum Kincar 
Emanuel Sembiring Gurukinayan ( berdiri sebelah kiri) dan Rophian 
Sembiring Gurukinayan (ketiga di belakang) melanjutkan kuliah ke 
Yogyakarta. | 
 
Karena ibunda Releng br Sitepu buta aksara 
maka untuk menanda tangani semua dokumen yang berhubungan 
dengan perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya sejak tanggal 21 
September 1964 menggunakan “Cap Jempol” nya. Akan tetapi penggunaan cap 
jempol ini hanya berlangsung hampir selama 10 (sepuluh) tahun, karena 
pada pertengahan tahun 1971 keluar peraturan pemerintah tentang larangan
 penggunaan cap jempol untuk menandatangani semua dokumen yang 
berhubungan dengan perusahaan termasuk untuk dokumen perusahaan otobus 
PO. Sinabung Jaya. Agar tidak menghambat urusan administrasi perusahaan,
 dan atas pesetujuan dan kesepakatan bersama para ahli waris lainnya 
maka urusan administrasi dan pengurusan surat-surat yang berhubungan 
dengan kegiatan usaha PO. Sinabung Jaya dilaksanakan oleh Arnem 
Sembiring Gurukinayan yang bertindak sebagai kuasa/ atas nama Releng br 
Karo selaku Direksi PO. Sinabung Jaya sedangkan pengawasannya tetap 
dilakukan oleh Kueteh Sembiring Gurukinayan.
|  | 
| Foto
 PO. Sinabung Jaya nomor 10, BK. 39013 trayek Gurukinayan – Medan PP, 
merk Chevrolet tahun 1961 di Parik Lau (sungai) Gurukinayan.Dibelakang 
terlihat Almarhum Buyung sedang mencuci busnys.Didepan (sesuai arah jam)
 tampak Rophian Sembiring Gurukinayan, Bania Fonta Singarimbun dan anak 
Almarhum Tabas Surbakti: Dalton Surbakti dan Asa Surbakti. | 
 
Hubungan keluarga dengan Bapak Pho Siong 
Liem tetap berjalan dengan baik  walaupun almarhum Reti Sembiring 
Gurukinayan telah meninggal dunia, dimana hubungan keluarga maupun 
bisnis diteruskan oleh ibunda Releng br Sitepu dengan dibantu oleh anak 
sulungnya Kueteh Sembiring Gurukinayan, demikian juga tradisi 
yang sudah dirintis Almarhum dari tahun ke tahun dengan membawa
sayur mayur dan buah-buahan yang terbaik dari Berastagi menjelang 
Tahun Baru Imlek tetap dilaksanakan dari tahun ke tahun. Sepeninggal 
almarhum Reti Sembiring Gurukinayan,  atas bantuan Bapak Pho Siong Liem 
perusahaan tersebut makin berkembang dan terjadi penggantian armada yang
 lebih baru maupun jumlahnya bertambah serta terjadi perluasan trayek 
sampai ke Harang Gaol Kabupaten Simalungun
|  | 
| Foto di ladang Tambak Rahu terlihat makam
 urutan dari sebelah kanan ke kiri adalah makam ibunda Releng br Sitepu,
 ayahanda Reti Sembiring (kedua makam dijadikan satu pagar), ayahanda 
Rekat Sembiring dan pagar bambu makam abangnda Arnem Sembiring. Tanah 
sebelah ayahanda Rekat Sembiring diperuntukkan untuk ibunda Goto br 
Sitepu yang pada saat ini masih dalam kondisi yang prima melihat 
diusianya yang ke 90 tahun.  Latar belakang terlihat pohon jeruk yang 
masih dalam pertumbuhan dan Gunung Sinabung yang begitu indah (photo 
resmond jsg.ist). | 
 
 
Sampai pada akhir tahun 1970 armada PO. 
Sinabung Jaya telah memiliki armada sebanyak 13 (tiga belas) unit yang 
semuanya keluaran Chevrolet yang rinciannya dapat  lihat pada Tabel 2 
tersebut di bawah, yang berarti sejak almarhum Reti Sembiring Gurukinyan
 meninggal dunia pada tahun 1964 maka selama kurun waktu 6 (enam) tahun 
telah terjadi penambahan armada PO. Sinabung Jaya sebanyak 7 (lihat pada
 table 2 di atas). (tujuh) unit, dengan demikian kekhawatiran keluarga 
bahwa sepeninggal almarhum PO. Sinabung Jaya tidak  akan berkembang 
jelas tidak terbukti, karena selama kurun waktu tersebut di atas
 telah terjadi penambahan armada lebih dari 100 % dimana 1 (satu) armada
 nomor lambung 7 (tujuh) adalah pengganti mobil sedan Almarhum Reti 
Sembiring Gurukinayan yang dijual dan ditukar dengan armada tersebut.
Tabel 2
Jumlah Armada PO. Sinabung Jaya
Tahun 1970
| 
No. Lam- bung | 
Tahun Pembuatan | 
  
Trayek | 
  
Penanggung Jawab | 
| 
1 | 
1960 | 
Berastepu   – Medan PP | 
Rekat   S. Gurukinayan | 
| 
2 | 
1951 | 
Berastepu   – Pekan Pekan  | 
Rekat   S. Gurukinayan  | 
| 
3 | 
1960 | 
Gurukinayan-Pekan   Pekan | 
Tabas   Surbakti | 
| 
4 | 
1950 | 
Gurukinayan-Pekan   Pekan | 
Tabas   Surbakti | 
| 
5 | 
1960 | 
Kabanjahe – Medan PP | 
Ukur   Barus * | 
| 
6 | 
1960 | 
Gurukinayan   – Medan PP | 
Tabas   Surbakti | 
| 
7 | 
1961 | 
Kabanjahe-Medan PP | 
Ukur   Barus * | 
| 
8 | 
1960 | 
Medan-Kabanjahe-H.Gaol   PP | 
Arnem   Sembiring | 
| 
9 | 
1967 | 
Kabanjahe-   Medan PP | 
Ukur   Barus * | 
| 
10 | 
1960 | 
Gurukinayan-   Medan PP | 
Tabas   Surbakti | 
| 
11 | 
1967 | 
Brastepu-   Medan PP | 
Rekat   S. Gurukinayan | 
| 
12 | 
1968 | 
Brastepu-Medan   PP | 
Rekat   S. Gurukinayan | 
| 
13 | 
1952 | 
Gurukinayan-Pekan   Pekan | 
Tabas   Surbakti | 
* Kepala Operasional. di Berastagi / Kabanjahe.
Karena alasan tersebut keluarga dapat 
menerima dengan pertimbangan agar beliau dapat menyenangkan hatinya 
dalam menjalani masa tuanya, apalagi kegiatannya sebagai supir taxi 
hanya dilakukan pada waktu luangnya dimana tidak ada busnya yang harus 
diperbaiki.(lihat photo di atas).
Setelah beliau meninggal dunia, mobil sedan tersebut dijual dan 
dibelikan gantinya 1 (satu) unit bus pada akhir tahun 1964 merk 
Chevrolet tahun 1961 ex. jurusan Medan – Takengon yang pada waktu 
kondisi bus tersebut 90 % sehingga langsung dapat dioperasikan. Bus 
tersebut sejak dibeli pertama kali oleh pemiliknya hanya beberapa kali 
menjalani rute tersebut, kemudian dikandangkan karena alasan tidak 
jelas. Kenderaan tersebut masuk armada PO. Sinabung Jaya dengan nomor 
lambung 7 (tujuh) tanpa dicat ulang untuk sementara hanya diganti merk 
PO. Sinabung Jaya dan nomor lambungnya. Sebelum dioperasikan untuk 
pertama kalinya keluarga berjiarah kekuburan almarhum Reti Sembiring
 Gurukinayan di kampung Gurukinayan karena setelah almar-hum meninggal 
baru kali ini terjadi penambahan armada walaupun sebagian uangnya 
berasal dari hasil penjualan sedannya beberapa waktu yang lalu, kemudian
 baru keesokan harinya bus tersebut menjalani trayek Kabanjahe – Medan 
PP (pergi pulang).
|  | 
| Foto
 mobil sedan Plymouth BK. 13741 tahun 1956, kenderaan pribadi Alm. Reti 
Sembiring, Gurukinayan. Pada waktu almarhumah meninggal,  mobil tersebut
 di atas sedang diperbaiki di bengkel  las / cat di Medan.Tradisi jiarah ke kuburan almarhum akhirnya
 tetap dilestarikan keluarga secara khusus apabila ada penambahan armada
 sebagai wujud penghormatan kepada ayahanda almarhum Reti Sembiring 
Gurukinayan sebagai pendiri dan pemilik perusahaan otobus PO. Sinabung 
Jaya. | 
 
Kemudian pada tanggal 30 Agustus 1966 keluarga kembali jiarah ke pusara 
ayahanda amarhum Reti Sembiring Gurukinayan karena ada penambahan armada
 bus merk Chevrolet tahun 1960 dengan nomor lambung 8 (delapan)  yang  
juga akan dioperasikan untuk trayek Medan – Kabanjahe, sedangkan poolnya
 di Medan.( lihat foto di bawah).
Sedangkan untuk meningkatkan mobilitas Arnem Sembiring Gurukinayan 
selaku “Kuasa PO. Sinabung Jaya” di Medan yang secara rutin menerima 
hasil setoran bus yang poolnya di Gurukinayan, Berastepu dan Berastagi, 
disamping dipergunakan untuk membeli suku  cadang bus, perbaikan 
karoseri serta urusan administrasi perusahaan, uang tersebut 
dipergunakan untuk membeli JEEP WILIS tahun 1945 nomor polisi BK. 40565.
 yang dirakit di bengkel dekat  jalan  Asia Medan,   dimana bengkel 
tersebut pada waktu itu sudah mampu untuk mencetak bodi baru, hanya 
mesin, chasiss dan lainnya sebagainya dipakai dari ex. Singapore . 
(lihat foto di bawah).
|  | 
| Foto
 pada saat jiarah ke pusara Alm. Reti Sembiring Gurukinayan di kampung 
Gurukinayan pada tgl. 30 Agustus 1966 (dari arah jarum yang berdiri) 
Rumah Pudung Sembiring, Eriwan Sembiring, Arnem Sembiring (mengenakan 
sweeter), rasmi Sembiring dan paling kanan Alm. Releng br Sitepu dan 
kakaknya Alm. Sahun br Sitepu. | 
 
Akan tetapi seirama dengan perkembangan 
teknologi dan pola permintaan jasa angkutan penumpang oleh masyarakat 
khususnya antar kota dari Kabanjahe ke Medan dan sebaliknya terjadilah 
perubahan yang cukup derastis pada tahun 1976. Dimana sampai pada tahun 
1975 bus keluaran Amerika berbahan bakar bensin  (sekarang premium)  
merk Chevrolet yang pada waktu itu menguasai pangsa pasar tidak hanya 
di Sumatera Utara tapi juga umumnya di Indonesia. Demikian juga halnya 
yang terjadi di daerah di Kabupaten Karo dimana daerahnya merupakan 
daerah pegunungan yang terletak di Bukit Barisan, jalan kedaerah 
tersebut sebagian besar tanjakan dan tikungan  yang  cukup  tajam 
sehingga hanya mobil keluaran Amerika lah pada waktu itu yang cukup 
handal untuk dapat dipergunakan di daerah tersebut. Walaupun ada juga 
yang menggunakan mobil keluaran Jepang berbahan bakar bensin seperti 
Toyota dan juga merk Robur buatan Eropah Timur berbahan solar digunakan 
oleh PO. Saribu Raja yang menjalani trayek Medan – Haranggaol sama dengan trayekyang dijalani PO. Sinabung Jaya pada waktu itu, tapi 
kemampuan  mesinnya  pada waktu itu masih jauh di bawah bus keluaran 
Amerika khususnya Chevrolet yang kekuatan dan kemampuan mesinnya dapat 
diandalkan untuk daerah pegunungan.
|  | 
| Foto
 “Jeep Willis”  BK. 40565, kenderaan operasional Alm. Arnem Sembiring, 
Dari kiri ke kanan (arah jarum) Rasmi Sembiring, Basukurta Sembiring, 
Rophian Sembiring dan Eriwan Sembiring di Bukit Kubu – Berastagi 30 
Agustus 1966. | 
 
Akan tetapi seperti yang sudah dijelaskan 
di atas, pada awal tahun 1976 terjadi perubahan cukup drastis  dengan 
dimulai penggantian alat tansportasi dengan menggunakan mobil engkel 
(roda empat) keluaran Daihatsu yang juga menggunakan bahan bakar bensin 
(premium). Karena mobilnya lebih kecil dengan daya muat sekitar 20 (dua 
puluh) penumpang, membuat daya tempuh antara Medan ke Kabanjahe, lebih 
singkat walaupun jalannya tanjakan di bandingkan dengan mobil buatan 
Amerika dengan kapasitas penumpang sampai  dengan 38 (tiga puluhdelapan) penumpang atau hampir dua kali lipat dengan bus kecil 
tersebut. Akhirnya pola penumpang antar kota ini berubah dari bus badan 
besar ke ke bus badan lebih kecil sehingga bus  besar  tidak dapat 
lagi bersaing dengan bus sedang jarak tempuhnya lebih lama dibandingkan 
dengan bus kecil yang lebih lincah untuk daerah pegunungan.
Akibat dari perubahan pola transportasi tersebut satu persatu
 perusahaan otobus yang gulung tikar khususnya bagi perusahaan yang 
tidak mampu meremajakan bus dengan bus kecil tersebut, termasuk pada 
waktu itu PO. Sinabung Jaya yang hampir tidak ada lagi yang menjalani 
trayek Kabanjahe Medan pulang pergi. Sedangkan untuk trayek pekan-pekan 
masih dapat bertahan karena penumpangnya adalah penumpang tradisionil 
karena pada waktu itu belum banyak minibus yang beroperasi di trayek 
tersebut.
Mengingat situasi yang tidak menguntungkan tersebut di pelopori oleh 
keluarga Tabas Surbakti yang dipercayakan untuk mengurus PO. Sinabung 
Jaya di Kampung Gurukinayan mengambil inisiatif untuk membeli mobil 
sendiri type  engkel  merk  Daihatsu berbahan baku bensin untuk 
menjalani trayek Gurukinayan  – Medan PP, dengan demikian masih ada bus 
tersebut yang menjalani trayek tersebut, akan tetapi karena jumlah 
armada yang kecil tingkat pelayanan untuk rute tersebut tidak maksimal. 
Padahal pada waktu itu untuk terminal bus Sei Wampu hanya PO. Sinabung 
Jaya yang sampai disana, sedangkan bus perusahaan lainnya yang yang 
menjalani trayek yang sama hanya sampai di Pajak Peringgan Medan, 
kemudian menunggu penumpang di stasiun pembantunya di Padang Bulan. PO. 
Sinabung Jaya walaupun sampai di stasiun Sei Wampu, masih tetap 
mengandalkan Stasiun Padang Bulan di Kedai Pa Jagam   sebagai   
permberhentian    terakhir   sebelum    melanjudkan perjalanannya ke 
Kabanjahe dan sekitarnya. Dimana stasiun pembantu tersebut berada di 
ujung jalan Sei Wampu ke arah Padang Bulan atau dekat stasiun pembantu 
bus-bus perusahaan otobus lainnya.  Keberangkatan bus dari Stasiun 
Kabanjahe PO. Sinabung Jaya masih bergabung dengan bus perusahaan lainya
 seperti PO. Saudara, PO. Tani, PO. Sebayang, PO. Selamat Jalan, PO. 
Singalor Lau, PO. Sutera, PO. Liberty, PO. Swift, PO. Pinem  dan lain 
sebagainya.
Mengingat di era tahun 1965 hanya PO. Sinabung Jaya yang tetap dengan 
setia masuk stasiun Sei Wampu, sedangkan perusahaan otobus lainnya yang 
awalnya juga masuk stasiun dengan alasan keamanan tidak sampai ke 
stasiun tersebut, maka penurunan jumlah armada bus PO. Sinabung Jaya 
yang menjalani trayek tersebut secara drastis langsung memberikan image 
yang negatif bahwa PO. Sinabung Jaya sudah gulung tikar. Sedangkan bagi 
perusahaan armada lain yang juga bernasib sama karena bergabung menjadi 
satu stasiun pembantu tidak begitu kelihatan, karena para penumpang 
masih dapat memilih armada lainnya yang kebetulan sedang berada di 
stasiun pembantu tersebut. Menurunnya jumlah armada PO. Sinabung Jaya 
yang sampai ke terminal Sei Wampu sangat berdampak buruk bagi 
kelangsungan perusahaan dikemudian hari, dimana jelas perusahaan ini 
tidak dapat diandalkan untuk mempertahankan tingkat pelayayan kepada 
para penumpang bus dan juga upaya pengembangan armadanya pasti akan 
menemui banyak hambatan apabila perusahaan tidak mengambil 
langkah-langkah strategis yang cepat dan tepat yang dapat mempertahankan
 eksistensi perusahaan paling tidak di trayek Kabanjahe Medan PP. 
Padahal PO. Sinabung Jaya sudah cukup dikenal didaerah tersebut 
khususnya para pedagang kecil (Perengge-rengge) yang menjadi penumpang 
setia baik disekitar Berastagi maupun  Kabanjahe dan sekitarnya, karena 
pada waktu itu bus PO. Sinabung Jaya trip terakhir terakhirnya 
diberangkatkan dari Stasiun Padang Bulan Medan pada jam. 17.30. Sehingga
 para pedagang yang menjadi penumpang setianya masih mempunyai waktu 
yang cukup panjang untuk berdagang maupun berbelanja di kota Medan.
Akibat perubahan pola trasnportasi tersebut di atas, tidak terkecuali 
PO. Sinabung Jaya terkena dampaknya, dimana armada bus besar yang selama
 ini menjalani trayek Medan Kabanjahe satu persatu di jual karena tidak 
menguntungkan lagi untuk dioperasikan, sedangkan Arnem Sembiring 
Gurukinayan kemudian bekerja di PT. Bintang Cosmos dealer Bus Mercedes 
Benz di Medan. Beliau lebih konsentrasi menjalani pekerjaan barunya 
sehingga operasional perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya tidak berjalan 
sebagaimana  mestinya. Sedangkan   Rekat Sembiring Gurukinayan adik 
bungsu almarhum Reti Sembiring Gurukinayan lebih banyak memfokuskan 
kegiatannya menanam cengkeh.  di kebun keluarga kampung Gurukinayan.
Walaupun demikian masih ada satu dua saja yang menjalani trayek 
tersebut, khususnya bus engkel PO. Sinabung Jaya yang dimiliki oleh 
Tabas Surbakti menggunakan Daihatsu berbahan bakar bensin yang selama 
bertahun-tahun telah ikut membesarkan perusahaan ini khususnya untuk 
armada PO. Sinabung Jaya yang menjadi tanggung jawabnya di pool 
Gurukinayan. Tabas Surbakti tetap berupaya agar PO. Sinabung Jaya yang 
telah ikut membesarkannya yang juga awalnya sama dengan pamannya 
almarhum Reti Sembiring Gurukinayan sebagai kerneknya, kemudian 
meningkat menjadi supir pada jaman Belanda bertekad agar PO. Sinabung 
Jaya tetap dapat menjalani trayek ke Medan walaupun   berangkat   dari  
 kampung Gurukinayan, yang penting para penumpang setianya masih dapat 
melihat bus PO. Sinabung Jaya tetap dapat menjalani trayek ke Medan 
walaupun dengan jumlah armada yang sangat terbatas. Tingginya loyalitas 
Tabas Surbakti agar PO. Sinabung Jaya tetap eksis tidak terlepas dari 
bimbingan pamannya alamarhum Reti Sembiring sehingga akhirnya beliaupun 
dapat mengikuti jejak pamannya sebagai pengusaha bus.
Akan tetapi penggunaan bus sedang merk Daihatsu hanya bertahan dalam 
waktu yang relative singkat, karena pada tahun 1977 perusahaan angkutan 
 di daerah Sumatera Utara umumnya dan di Kabupaten Karo khususnya 
sebagian meremajakan kembali busnya dengan ukuran yang sama ke merk 
Toyota maupun    Mitsubishi yang menggunakan bahan bakar solar yang 
pada waktu itu harganya per liter jauh lebih murah dibandingkan dengan 
menggunakan mobil  berbahan  bakar bensin (sekarang premium). Kemampuan 
mesin yang menggunakan bahan bakar solar untuk tanjakan  juga tidak 
kalah dengan mesin yang menggunakan bahan bakar bensin seperti yang 
digunakan oleh mobil Chevrolet maupun Daihatsu.
Demikian juga halnya dengan Tabas Surbakti juga ikut kembali meremajakan
 busnya dengan merk Misubishi, sedangkan bus besar merk Chevrolet masih 
dapat dioperasikan untuk menjalani trayek Berastepu dan Gurukinayan 
pekan-pekan dan juga megangkut karyawan perusahaan bunga di Berastagi.
Tabas Surbakti (Pa Bini) tetap berusaha agar perusahaan tersebut tetap 
dapat operasional walaupun tidak maksimal bila dibandingkan dengan awal 
tahun 70-an. Karena pada waktu itu PO. Sinabung Jaya telah memiliki 
stasiun terpisah untuk keberangkatan dari Sei Wampu dan stasiun pembantu
 di Kedai Pa Jagam Padang Bulan/ Ujung Jalan Patimura akhirnya menarik 
perhatian beberapa pengusaha bus yang mengutarakan minatnya untuk 
bergabung dalam perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya khususnya untuk 
mengisi kekosongan trayek yang selama ini tidak lagi dijalani dengan 
rutin oleh armada PO. Sinabung Jaya yang armadanya sangat terbatas, , 
antara lain Kabanjahe Medan PP, Berastepu Medan PP dan Haranggaol Medan 
PP. Dalam hal ini yang menjadi pertanyaan; “kenapa pengusaha bus maupun 
pemodal baru berminat untuk bergabung dengan PO. Sinabung Jaya dan bukan
 dengan perusahaan otobus yang juga mempunyai trayek yang sama yang 
kondisinya seperti PO. Sinabung Jaya?”.Dimana pada waktu itu masih ada 
PO. Singalor Lau, PO. Sebayang , PO. Saudara, PO. Tani, PO. Selamat 
Jalan dan lain sebagainya yang sampai saat ini juga masih memiliki 
armada yang memadai, dimana minimal 5 (lima) armada bus sudah memenuhi 
syarat untuk mendapatkan/ mempertahankan ijin trayeknya.  Atau karena 
stasiun PO. Sinabung Jaya sudah terpisah selama ini di Sei Wampu dan 
Padang Bulan? Hal ini tetap menjadi pertanyaan kenapa harus PO. Sinabung
 Jaya yang mereka pilih dan bukan perusahaan lainnya yang pasti juga 
dengan tangan terbuka akan menerima permintaan mereka.
Pertanyaan ini hanya mereka, para pemilik bus yang sebagian besar 
merangkap jadi petani yang sudah menjadi keluarga PO. Sinabung Jaya  
yang dapat menjawabmnya. Tapi yang jelas karena kebersamaan mereka para 
pemilik bus yang tetap setia bergabung dengan PO. Sinabung Jaya yang 
membuat nama perusahaan ini tetap bertahan dan berkembang di jalur yang 
menghubungkan ibukota Kabupaten Karo dan sekitarnya dengan ibukota 
propinsi Sumatera Utara Medan, terima kasih semoga PO. Sinabung Jaya 
tetap jaya ditangan kita bersama para keluarga besar PO. Sinabung Jaya 
yang sebagian besar anggotanya  merangkap sebagai petani dan supir PO. 
Sinabung Jaya.
Tabel 3
Jumlah Armada Yang Bergabung Dalam
PO. SINABUNG JAYA
Tahun 1981
| 
NO. | 
NO.   POLISI | 
MEREK | 
THN   PEM 
BUATAN | 
JENIS   KENDE -RAAN | 
PEMILIK | 
| 
1. | 
BK.2038   SB | 
Mitsubishi | 
1977 | 
Truk | 
Rup Rup Bangun | 
| 
2. | 
BK.2047 SB | 
Mitsubishi | 
1980 | 
Truk | 
Yusuf Sembiring | 
| 
3. | 
BK.2027 SB | 
C o l t | 
1979 | 
Truk | 
T. Karo2 Surbakti | 
| 
4. | 
BK.2029 SB | 
Mitsubishi | 
1979 | 
Truk | 
Tabas Surbakti | 
| 
5. | 
BK.2674 SB | 
Mitsubishi | 
1980 | 
Truk | 
K e r e m | 
| 
6. | 
BK.2610 SC | 
Marcedes bens | 
1979 | 
B u s | 
Arnem Sembiring  | 
| 
7. | 
BK.2602 SB | 
Daihatsu | 
1976 | 
B u s | 
Arnem Sembiring  | 
| 
8. | 
BK.2606 SC | 
C o l t | 
1979 | 
B u s | 
Arnem Sembiring  | 
| 
9. | 
BK.2619 SC | 
Marcedes bens | 
1979 | 
B u s | 
Arnem Sembiring  | 
| 
10. | 
BK.2662 SC | 
Mitsubishi | 
1980 | 
B u s | 
Releng br Karo | 
| 
11. | 
BK.2730 SB | 
Chevrolet | 
1977 | 
B u s | 
A. Sembiring | 
| 
12. | 
BK.2689 AE | 
Chevrolet | 
1971 | 
B u s | 
A. sembiring | 
| 
13. | 
BK.2655 SC | 
Mitsubishi | 
1980 | 
B u s | 
A. Sembiring  | 
| 
14. | 
BK.2653 SC | 
Mitsubishi | 
1980 | 
B u s | 
A. Sembiring  | 
| 
15. | 
BK.2729 SB | 
Daihatsu | 
1976 | 
B u s | 
R. br Karo | 
| 
16. | 
BK.2750 SB | 
Daihatsu | 
1976 | 
B u s | 
A. Sembiring | 
| 
17. | 
BK.2766 SB | 
Chevrolet | 
1961 | 
B u s | 
R. br Karo *) | 
| 
18. | 
BK.2762 SB | 
Chevrolet | 
1960 | 
B u s | 
R. br Karo | 
| 
19. | 
BK.2610 SC | 
Marcedes bens | 
1979 | 
B u s | 
Arnem Sembiring  | 
| 
20. | 
BK.2622 SC | 
Mitsubishi | 
1979 | 
B u s | 
R. br Karo | 
| 
21. | 
BK.2634 SC | 
C o l t | 
1979 | 
B u s | 
Arnem Sembiring  | 
| 
22. | 
BK.2677 SB | 
Mitsubishi | 
1978 | 
B u s | 
R. br Karo | 
| 
23. | 
BK.2722 SB | 
Chevrolet | 
1968 | 
B u s | 
R. br Karo | 
| 
24. | 
BK.2625 SB | 
Chevrolet | 
1953 | 
B u s | 
R. br Karo | 
| 
25. | 
BK.2724 SB | 
Chevrolet | 
1960 | 
B u s | 
R. br Karo | 
Ket : *) R br Karo, adalah Ibu Releng br Karo, ibunda Arnem Sembiring
Permintaan para pemilik bus maupun para
 pemodal baru lainnya, kemudian diinformasikan Tabas Surbakti kepada 
Arnem Sembiring Gurukinayan selaku “Kuasa” PO. Sinabung Jaya yang selama
 ini tidak konsentrasi lagi untuk mengurus perusahaan otobus PO. 
Sinabung Jaya, akan tetapi lebih konsentrasi kepada pekerjaan barunya 
sebagai karyawan di PT. Bintang Cosmos.
Selang berapa waktu, Arnem Sembiring Gurukinayan dan atas dukungan para 
ahli waris almarhum Reti Sembiring Gurukinayan sebagai pendiri dan 
pemilik PO. Sinabung Jaya termasuk Rekat Sembiring Gurukinayan dan Tabas
 Surbakti, mengeluarkan kebijakan dimana kepada para pemilik bus maupun 
pemodal baru diberi kesempatan untuk  ikut  bergabung  dengan perusahaan
 otobus PO. Sinabung Jaya untuk menjalani trayek khususnya untuk trayek 
Kabanjahe Medan PP yang pada saat itu kekurangan armada.
Sampai pada tanggal 10 Pebruari 1981 berdasarkan permohonan perpanjangan
 Ijin Perusahaan Angkutan Mobil Bus Umum PO. Sinabung Jaya oleh Arnem 
Sembiring Gurukinayan selaku kuasa ahli waris Alm. Reti Sembiring 
Gurukinayan/ Alm. Releng br Karo kepada Bupati Kepala Daerah Tk. II 
Kabupaten Karo,  armada bus yang bernaung dalam perusahaan otobus PO. 
Sinabung Jaya sebanyak 20 (dua puluh) unit bus besar/ sedang dan 5 
(lima) truk yang rinciannya dapat dilihat pada Tabel 3 di  atas.
Kemudian, kebijakan tersebut disambut dengan baik oleh para pemilik bus 
maupun pemodal lainnya untuk bergabung dalam PO. Sinabung Jaya, sehingga
 dalam jangka waktu yang relatif singkat banyak pengusaha bus maupun 
pemodal baru yang ikut bergabung dengan PO. Sinabung Jaya. Ikut sertanya
 pengusaha bus tersebut jelas menguntungkan perusahaan, karena dengan 
demikian dalam waktu yang singkat PO. Sinabung Jaya dapat kembali 
menjalani trayek yang selama ini hampir tidak dijalani secara rutin 
dengan mengandalkan armada otobusnya berukuran kecil maupun sedang 
(engkel dan ¾ ton). Penambahan jumlah armada yang cukup besar dalam 
jangka waktu yang relatif cukup singkat tersebut tidak menjadi masalah 
bagi perusahaan dalam mengatur jadual keberangkatan secara gradual. Hal 
 ini  tidak  lain karena selama ini PO. Sinabung Jaya khususnya untuk 
Stasiun Sei Wampu maupun Stasiun Pembantu di Padang Bulan sudah terpisah
 sejak awal tahun 1966 dengan perusahaan otobus lainnya tersebut di 
atas. Mengingat penambahan jumlah armada yang cukup signifikan tersebut 
maka dengan sendirinya PO. Sinabung Jaya harus mendirikan stasiun bus 
sendiri di Kabanjahe maupun di Berastagi khusus untuk melayani  
keberangkatan ke Medan. Karena apabila tetap bergabung dengan perusahaan
 lainya yang sejenis jelas akan mengganggu keberangkatan masing-masing 
armada dari beberapa perusahaan lainnya. Terpisahnya stasiun 
keberangkatan dari stasiun Kabanjahe maupun Berastagi membuat perusahaan
 otobus PO. Sinabung Jaya menjadi lebih leluasa untuk mengatur jadual 
keberangkatan setiap armadanya, yang khusus untuk trayek Kabanjahe – 
Medan PP dimana sampai saat ini setiap armada dapat menjalaninya 
sebanyak 2 (dua) kali pulang pergi.
Pada umumnya di Kabupaten Karo dan sekitarnya nama perusahaan ini sudah 
cukup dikenal sebagai salah satu sarana angkutan yang menghubungkan 
ibukota Kabupaten Karo Kabanjahe dengan ibukota provinsi Sumatera Utara 
Medan yang trayeknya  melewati  Berastagi sebagai kota lintasan trayek, 
adalah kota wisata sebagai salah satu tujuan wisata domestik dan manca 
Negara. Disamping itu karena perusahaan tersebut  menggunakan nama salah
 satu nama gunung di Kabupaten Karo, sehingga mudah untuk diingat oleh 
para pengguna jasanya.
Nama PO. Sinabung Jaya  cukup dikenal tidak terlepas dari kiprah anak 
sulung Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan yaitu Kueteh Sembiring 
Gurukinayan, yang pada tahun 1967 pernah memperjuangkan dan 
mempersatukan para pengusaha otobus bus yang sejenis dari berbagai 
perusahaan yang selama ini telah menjalani trayek ke Medan dari 
Kabupaten Karo yaitu dengan mempelopori   pembentukan   Badan   
Kerjasama Perusahaan Otobus di Tanah Karo yang disebut dengan BKS (Badan
 Kerja Sama). Sehingga semua perusahaan tersebut bersatu dalam penentuan
 tarif  yang wajar dan dapat diterima pemerintah maupun para pengguna 
jasa tersebut seirama dengan perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) 
dan faktor lainnya pada waktu itu, sehingga tidak pernah terjadi perang 
tariff atas sesama perusahan sejenis yang  menjalani  trayek   yang   
sama, akan tetapi persaingan dalam tingkat pelayanan yang diberikan 
kepada para penumpangnya.
Pada tahun 1975 keluarga khususnya para ahli waris Almarhum Reti 
Sembiring Gurukinayan hanya Arnem Sembiring Gurukinayan yang tinggal 
sendiri di Medan, sedangkan para ahli waris lainnya ada di Padang 
Sidempuan, Palembang/ Padang, Jakarta, Yogyakarta dan Balik Papan karena
 kuliah, bekerja maupun ikut suami. Sedangkan anak sulungnya Kueteh 
Sembiring Gurukinayan beserta keluarga pindah ke Jakarta akhir tahun 
1974, demikian juga halnya dengan ibunda Releng br Sitepu (alm) lebih 
banyak mengadakan perjalanan untuk mengunjungi semua anak-anaknya yang 
tinggal di beberapa kota tersebut di atas. Sehingga pengelolaan PO. 
Sinabung Jaya hanya Arnem Sembiring Gurukinayan (alm) yang 
menjalankannya, praktis fungsi pengawasan yang selama ini sudah 
dilakukan dari tahun ke tahun oleh Kueteh Sembiring Gurukinayan tidak 
berjalan sebagaimana mestinya sampai satu persatu armada bus Chevrolet 
di jual smpai pada akhir pada tahun 1978. Sedangkan bus PO. Sinabung 
Jaya nomor 4 masih tinggal satu-satunya untuk bus besar perusahaan ini  
dioperasikan sebagai angkutan karyawan Perkebunan Bunga  di Berastagi.
Pada bulan Oktober tahun 1979 kami, Rophian Sembiring Gurukinayan, salah
 satu ahli waris PO. Sinabung Jaya ziarah ke Gurukinayan bersama ibunda 
Releng br Sitepu dan Selat br Sembiring Meliala istri dari anak 
tertuanya Kueteh Sembiring Gurukinayan  kebetulan berada di Medan untuk 
urusan keluarga. Maksud ziarah tersebut karena kami telah dapat 
menyelesaikan kuliah dan syukur langsung dapat diterima bekerja di salah
 satu unit litbang Departemen Perindustrian di Yogyakarta, tentu 
sebagai ucapan syukur seyogyanya kami ziarah sebelum bekerja pada bulan 
Nopember 1979. Pada waktu ziarah ke kampung Gurukinayan baru terasa 
bagaimana dampaknya bagi keluarga kalau tidak memiliki bus sendiri 
khususnya yang menjalani trayek Medan Kabanjahe atau sebaliknya, dimana 
untuk ziarah saja harus menumpang bis orang lain,  tentu tidak seleluasa
 atau senyaman apabila naik bus milik sendiri. Disamping waktu berangkat
 maupun pulang dari ziarah tidak dapat kita tentukan sendiri, akan 
tetapi tergantung dari jadual keberangkatan bus lain. Pada era sampai 
tahun 1975, keluarga dengan leluasa untuk menentukan kapan waktu 
berangkat ke kampung Gurukinayan maupun kembali pulang  ke Medan atau 
Berastagi, tapi saat itu keleluasaan seperti itu tidak ada lagi hanya 
sebagai kenangan.
Pada waktu kami akan pulang dari Gurukinayan setelah selesai ziarah ke 
kuburan ayahanda Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan kami sudah memesan 
tempat bagian depan untuk kami sebelum bus PO.Sinabung Jaya (milik Tabas
 Surbakti) yang berangkat ke Kabanjahe. Akan tetapi setelah bus itu 
melewati rumah keluarga, kami tidak mendapatkan tempat duduk seperti 
yang sudah di pesan, sehingga kami berhimpit himpitan dengan penumpang 
lainnya, walaupun kami juga tidak mau gratisan alias tidak bayar.
Karena kesal terhadap awak tersebut, ayahanda Rekat Sembiring Gurukinayan berkata : “itulah kalau kita tidak memiliki bus sendiri, 
sehingga untuk mendapat tempat duduk yang sudah dipesanpun tidak 
diberikan orang , itu makanya sudah sering saya katakan belilah kembali 
bus kita”, sambil tidak menoleh lagi kearah kami sewaktu bus kami 
berangkat meninggalkan kampung Gurukinayan yang selama ini tidak pernah 
beliau lakukan seperti itu kalau kami jiarah ke Gurukinayan. Dalam, hati
 kami pasti beliau merasa sedih karena beliau tidak memiliki bus sendiri
 yang dapat beliau awasi seperti dulu sewaktu   masih memiliki bus 
besar. Sejak bus besar dijual, beliau  sehari-harinya tinggal di kampung
 Gurukinayan menanam cengkeh yang sebenarnya karena keadaan, dimana 
tidak ada lagi bus yang harus diawasi/ diurus, sehingga kondisi fisiknya
 tidak segairah pada waktu beliau masih memiliki bus sendiri untuk di 
kelola khususnya bus yang poolnya di Berastepu, dimana pada jaman itu 
beliau lebih sering tidur di Berastepu ketimbang di kampung Gurukinayan.
 Akan tetapi awal setelah tahun 1968 beliau lebih sering pulang pergi 
diantara kedua kampung tersebut karena sudah mempunyai kenderaan 
operasional Jeep Willis. Akhirnya kenderaan tersebut pada waktu tahun 
1978 di jual karena beliau merasa tidak membutuhkannya lagi mengingat 
tidak ada lagi armada yang harus dikelola.
Setelah sampai di Jakarta, Selat br Sembiring Meliala menginformasikan 
keluhan keluarga termasuk keluhan ayahanda Rekat Sembiring Gurukinayan 
kepada suaminya Kueteh Sembiring Gurukinayan anak sulung almarhum 
ayahanda Reti Sembiring Gurukinayan: “bagaimana susahnya untuk ziarah 
saja ke Gurukinayan tidak senyaman dulu sewaktu masih memiliki bus 
keluarga dimana berangkat dan pulangnya dapat di tentukan sendiri tanpa 
bergantung kepada orang lain”.
Kebetulan pada bulan Oktober tahun 1981 atau tepatnya 2 (dua) tahun 
setelah kejadian bulan Oktober tahun 1979 di Gurukinayan, keluarga 
Kueteh Sembiring Gurukinayan pindah rumah baru di Jl. Delman Utama,Tanah
 Kusir, Kebayoran Lama Jakarta Selatan, dimana seluruh keluarga diundang
 untuk hadir di acara “Sumalin Jabu” (pindah rumah) di Jakarta termasuk 
ayahanda Rekat Sembiring Gurukinayan beserta keluarga lainnya dari 
kampung Gurukinayan. Sebelum berangkat ke Jakarta, ayahanda Rekat 
Sembiring Gurukinayan  telah  menginformasikan  kepada  keluarga  di 
Gurukinayan, bahwa disamping untuk menghadiri acara anaknya pindah rumah
 di Jakarta, beliau juga mengatakan, “ akan membawa pulang dari Jakarta 
mobil chasiss untuk dibuat  menjadi   bus PO. Sinabung Jaya yang akan 
melayani trayek Gurukinayan pekan-pekan”.
Keluarga yang sedang berkumpul di Jakarta sama sekali tidak mengetahui 
rencana ayahanda Rekat Sembiring  Gurukinayan bahwa beliau akan 
membeli mobil chasiss di Jakarta dan sudah diinformasikan kepada semua 
keluarga di Gurukinayan. Setelah acara pindah rumah selesai, beliau baru
 bercerita mengenai rencana tersebut dimana beliau juga sudah membawa 
uang hasil penjualan cengkehnya beberapa waktu yang lalu, berarti selama
 lebih dari 2 (dua) tahun beliau  memang merencanakan akan membeli bus 
baru. Keluarga yang mendengarnya kaget karena memang tidak pernah lagi 
terpikirkan untuk pembelian bus baru. Anak-anaknya berpikir lain, dimana
 biarlah mereka pemilik bus saja yang bergabung dengan perusahaan kita, 
sedangkan kita tidak perlu ikut terlibat dalam pengadaan armada bus. 
Tapi pemikiran ayahanda lain, beliau ingin mengelola bus kembali dari 
awal seperti yang selama puluhan tahun sudah dilakukannya bersama 
abangnya Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan.
Melihat gelagat anak-anaknya kurang berminat untuk membeli bus baru, 
beliau akhirnya mengancam anak-anaknya dengan berkata, “kalau pulang 
dari Jakarta saya tidak membawa truk seksi (chasiss) saya tidak akan 
pulang ke kampung Gurukinayan”.
Mendengar ancaman yang tegas tersebut, anak-anaknya kaget tapi dapat 
juga memakluminya karena beliau berkata bahwa bus tersebut bukan 
semata-mata untuk menyenangkan hatinya tapi juga untuk anak dan cucunya 
kalau ziarah ke kampung tidak seperti kejadian beberapa tahun belakangan
 ini dimana untuk datang maupun pulangnya tergantung dari bus orang 
lain.
Akhirnya untuk menyenangkan hati beliau, maka keluarga harus patungan 
untuk menambah kekurangan uang yang dibawa dari kampung guna dapat 
mewujudkan rencana tersebut dengan pertimbangan kondisi ayahnya akan 
semakin baik kesehatannya dan kembali bergairah karena ada yang harus 
dikerjakan setiap harinya yaitu mengawasi kembali busnya sendiri. 
Keluarga yang patungan adalah Kueteh Sembiring Gukinayan, Dors Erti 
Sembiring Gurukinayan, Rasmi Sembiring Gurukinayan, Kincar Emanuel 
Sembiring Gurukinayan dan Sehat Sembiring Gurukinayan, sedangkan saya 
sendiri baru diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Balai
 Penelitian Kulit, Departemen Perindustrian di Yogyakarta sehingga belum
 siap untuk itu.
Dalam hal ini jelas, bahwa selama ini beliau sepenuh hati menanam 
cengkeh bukannya tanpa tujuan yang jelas. Karena pada waktu itu tinggal 2
 (dua) orang anaknya yang harus dibiayai kuliahnya yaitu Eriwan 
Sembiring Gurukinayan dan Resmond Jaya Sembiring Gurukinayan yang 
semuanya kuliah di Yogyakarta. Beliau menabung dari hasil penjualan 
cengkehnya disamping untuk biaya anak-anaknya yang masih kuliah di 
Yogyakarta, juga mempunyai tujuan lain yaitu untuk membeli kembali bus
|  | 
| Foto
 jenis Bus Po. Sinabung Jaya   tahun 1981 jenis engkel (roda empat) yang
 di beli oleh keluarga untuk memenuhi permintaan ayahanda (alm) Rekat 
Sembiring Gurukinayan pada tahun 1981,  yang dibeli di Jakarta dalam 
kondisi truk chasiss (baru) dan dibawa melalui jalan darat lintas tengah
 oleh beliau yang dikemudikan cucunya Senen Sembiring Gurukinayan (alm). | 
 
yang sudah beberapa tahun ini direncanakan 
tanpa sepengetahuan anak-anaknya yang selama ini mempunyai kesibukan 
masing masing di daerah lain. Sifat beliau patut manjadi contoh karena 
untuk menambah kekurangan uangnya untuk membeli bus baru, beliau 
meminjam (bukan meminta) uang kepada anak-anaknya Dimana pada saatnya 
nanti akan dikembalikan  sesuai dengan jumlah pinjaman yang diberikan 
setiap anaknya tersebut di atas. Setelah uang terkumpul ditambah dari 
uang ayahanda Rekat Sembiring Gurukinayan dari hasil penjualan cengkeh 
maka dibelilah 1 (satu) unit bus baru engkel Colt Diesel merk Toyota 
tahun 1981 (lihat jenis bus S.Jaya 016 tersebut di atas) dan kemudian 
dibawa ke Medan melalui jalan darat, dan beliau sendiri yang ikut 
mendampingi cucunya Senen Sembiring Gurukinayan (cucunya) sebagai 
pengemudi. Sangkin gembiranya orang tua kami ini langsung membawa truk 
chasiss tersebut ke desa Gurukinayan dan setiap hari dikenderai keliling
 desa sebelum dibawa ke Medan untuk dibentuk karoserinya. Setelah 
selesai karoserinya, bus tersebut masuk armada PO. Sinabung Jaya dengan 
nomor lambung 20. Hanya dalam tempo yang singkat ayahanda Rekat 
Sembiring Gurukinayan dapat mengembalikan semua uang yang dipinjam dari 
anaknya. Malah dari bus nomor 20  tersebut  sampai   akhir hayatnya 
ayahnda Rekat Sembiring Gurukinayan meninggalkan 3 (tiga) unit bus 
Toyota Colt Diesel engkel nomor lambung 20 dan 40 (dibeli dari 
saudaranya sipemeren Tiang Tarigan yang berasal dari Berastepu pada 
tahun 1983) serta tigaperempat nomor 50. Beliau yang lahir pada tahun 
1912 di Gurukinayan  meninggal   pada tanggal 21 Juli 1989 jam 8.30 pagi
 dalam usia 77 tahun di Rumah Sakit Kabanjahe dengan meninggalkan 
seorang istri ibunda Goto br Sitepu yang juga berasal dari Brastepu 
serta 5 (lima) orang anak 2 (dua) perempuan dan 3 (tiga) laki-laki yaitu
 Nimpan br Sembiring Gurukinayan, Anna br Sembiring Gurukinayan, Rumah 
Pudung Sembiring Gurukinayan, Kincar Emanuel Sembiring Gurukinayan  dan 
 Sehat Sembiring Gurukinayan. Almarhum dikebumikan di samping abang 
sulungnya almarhum Reti Sembiring Gurukinayan di ladang Tambak Rahu 
kampung Gurukinayan. Sedangkan ibunda Goto br Sitepu, yang pada saat ini
 berumur 92 (sembilan puluh dua) tahun anak dari saudara laki-laki 
ibunya sampai pada saat ini  masih dalam keadaan sehat dan tinggal 
bersama anak laki-lakinya Rumah Pudung Sembiring Gurukinayan di  Medan.
Pada waktu itu,  mengingat bus engkel (roda empat) dianggap tidak aman 
untuk menjalani rute Kabanjahe – Medan karena sering terjadi 
kecelakaan, maka dikeluarkan   peraturan bahwa secara   bertahap   
bus  engkel  tidak diizinkan lagi  untuk menjalani rute tersebut dan 
harus di ganti dengan bis tiga perempat ton atau roda  enam.  Sedangkan 
 untuk   rute   pekan – pekan masih diizinkan untuk menggunakan 
bis engkel untuk jangka waktu tertentu, dimana pada suatu saat apabila 
ada peremajaan armada kepada pemilik bus diwajibkan untuk mengganti 
armadanya dengan bus tigaperempat.
Adapun jumlah armada yang dimiliki oleh pengusaha kecil yang bergabung 
dalam perusahaan ini berdasarkan Izin Perusahaan Angkutan Mobil Bus Umum
 PO. Sinabung Jaya sebanyak 102 unit berdasarkan Surat Keputusan Kepala 
Daerah Tingkat II Kabupaten Karo Nomor 551.21/116-40 HUK/ Tahun 1993 
tanggal 4 Pebruari 1993  yang seluruhnya menggunakan merk Mitsubishi.
Setelah diberikannya ijin bagi pengusaha bus di luar keluarga untuk 
dapat bergabung di Perusahaan Otobus PO. Sinabung Jaya, maka perusahaan 
ini telah berkembang cukup pesat di bawah manajemen Arnem Sembiring 
Gurukinayan yang selama ini sudah diberi kuasa oleh Releng br Karo 
selaku Direksi PO. Sinabung Jaya untuk mengelola dan mengembangkan PO. 
Sinabung Jaya sesuai dengan apa yang di cita-citakan oleh almarhum Reti 
Sembiring Gurukinayan (Pa Kueteh) yang mulanya hanyalah sebagai kernek 
bus pada tahun tiga puluhan atau tepatnya pada jaman penjajahan Belanda 
maupun Jepang.
|  | 
| Foto armada bus Po. Sinabung Jaya   tahun 1991 di desa Gurukinayan, di belakang terlihat gungung Sinabung | 
 
9.  TAHUN 1996
Akan tetapi pada tanggal 01 Januari 1996 jam 18.15 WIB setelah dilakukan
 “Perjamuan Kudus” pada jam 18.00 WIB oleh Penedeta Ernolong Sitepu 
(ipar Resmond Jaya Sembiring Gurukinayan) ibunda Releng br Sitepu 
sebagai Direksi PO. Sinabung Jaya istri Almarhum Reti Sembiring 
Gurukinayan meninggal dunia di Rumah Sakit Mongonsidi dalam usia 88 
tahun. Dimana sebelumnya keluarga masih diberikan Tuhan kesempatan 
dengan semua anak dan cucunya di Rumah Sakit tersebut untuk merayakan 
detik-detik menjelang Tahun Baru 2006 pada jam 21.00 WIB dan almarhum 
masih dapat memberikan nasihat “Terakhir” kepada kami semua keluarga 
sampai menjelang tahun baru 1996, semua kejadian tersebut sampai 
detik-detik nafas terakhir dapat diabadikan dalam video handycamp 
keluarga.
Pada malam itu  juga jasad ibunda disemayamkan di rumah duka anaknya 
Arnem Sembiring di Jalan Seroja Lingkungan VII nomor 18 Kelurahan 
Tanjung Selamat, Medan Tuntungan,  Medan selama satu malam. Kemudian 
tanggal 02 Januari 1996 jam 09.00 WIB jasad ibunda dibawa ke kampung 
Gurukinayan dan disemayamkan satu malam di rumah adat “Waluh Jabu”, 
sambil menunggu keesokan harinya dilakukan acara adat sampai tengah 
malam dengan diiringi alat musik tradisional Batak Karo. Keesokan 
harinya dilakukan acara  adapt  “Cawir Metua”  dimana  anak-anaknya  
berpakaian adat lengkap termasuk semua keluarga kesain Rumah Pudung 
Sembiring Gurukinayan. Pada sore harinya tanggal 3 Januari 1996 
dikebumikan disamping suaminya almarhum Reti Sembiring Gurukinayan, 
pendiri dan pemilik perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya di ladang Tambak
 Rahu Gurukinayan.
|  | 
| Foto
 makam : dari arah kanan ke kiri terlihat sebelah kanan makam ibunda 
Releng br Sitepu, tengah ayahanda Reti Sembiring dan sebelah kiri 
ayahanda Rekat Sembiring, di belakang terlihat punggung gunung Sinabung | 
 
10.  TAHUN  2004
Pada saat ini PO. Sinabung Jaya telah memiliki armada sebanyak 83 unit 
yang melayani trayek dari Medan ke berbagai kota/ desa khususnya yang 
ada di daerah Kabupaten Karo dan sekitarnya. Sedangkan khusus untuk 
trayek Angkutan Pedesaan sebagian besar menggunakan mini bus sejenis 
Mitsubishi L300 maupun Toyota Kijang.
Pada hari Jumat tanggal 7 Mei 2004 jam 05.15 pagi keluarga PO. Sinabung 
Jaya kembali berduka karena pada tanggal tersebut Arnem Sembiring 
Gurukinayan yang lahir pada tahun 1942 meninggal dunia di Rumah Sakit 
Glean Eagles Medan dalam usia  62 tahun. Almarhum meninggalkan 4 (empat)
 orang anak yaitu Febrian Jaya Sembiring Gurukinayan, Ervina Suryati br 
Sembiring Gurukinayan, Dewi Indri Yani br Sembiring Gurukinayan dan 
yang  bungsu Tamra Aryo Imanuel Sembiring Gurukinayan, serta 
meninggalkan 13 (tiga belas) unit bus PO. Sinabung Jaya milik 
keluarganya. Almarhum disemayamkan di rumah duka Jl. Seroja Lingkungan 
VII nomor 18, Kelurahan Tanjung Selamat,  Medan Tuntungan, Medan selama 
satu malam, kemudian pada hari Sabtu tanggal 8 Mei 2004 di bawa ke 
Jambur Namaken Medan untuk dilakukan acara penguburan sesuai dengan adat
 Batak Karo, dan pada jam.15.00 WIB di bawa ke kampung Gurukinayan 
dengan diiringi keluarga serta semua armada yang dimiliki ikut   
mengantar  jenajah almarhum sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi 
almarhum yang mempunyai andil dalam mengembangkan PO. Sinabung Jaya.  
Selanjutnya sampai di Gurukinayan disemayamkan beberapa menit dirumah 
saudara bungsu ayahnya almarhum Rekat Sembiring Gurukinayan, dan pada 
jam 18.00   dikebumikan   di  ladang Tambak   Rahu Gurukinayan, 
disamping kuburan ketiga almarhum orang tuanya.
Semasa hidupnya beliau menerapkan kepada dirinya pola hidup bersahaja 
sesuai dengan apa yang almarhum rasakan dan terima dari hasil didikan 
ketiga orang tuanya tersebut di atas, yang juga menerapkan pola hidup 
yang sama. Hal ini dapat dilihat dari cara berpakaian dan  kenderaan 
yang dipakai untuk sehari-hari semuanya menunjukkan kesederhanaan 
walaupun almarhum mampu menerapkan pola hidup yang lebih baik, tapi 
almarhum mempunyai prinsip apa yang sudah didapat harus disyukuri dan 
dinikmati dengan tidak harus berlebihan.
Pola hidup bersahaja tersebut sudah beliau terapkan dalam hidupnya 
tidak hanya beberapa tahun terakhir, tapi sejak almarhum dibesarkan dan 
dididik orang tuanya yang ikut merasakan bagaimana suka dukanya ikut 
mengungsi ke hutan sewaktu agresi Belanda yang kedua yang pada waktu itu
 almarhum masih berumur 5 (lima) tahun yang sudah diberi tugas untuk 
membawa teko yang didaerah Batak Karo disebut “Cerek”, sehingga sampai 
pada masa remajanya almarhum dijuluki dilingkungan keluarga dengan 
panggilan “Pa Cerek” atau Bapak Teko. Pola hidup bersahaja tersebut 
lebih diaplikasikan lagi dalam hidupnya sewaktu almarhum ayahnya Reti 
Sembiring Gurukinayan meninggal dunia, dimana almarhum beserta abang 
sulungnya Kueteh Sembiring Gurukinayan (alm)  harus membantu ibunya 
untuk meneruskan dan memajukan perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya.
Demikian juga pada hari Minggu tanggal 25 Juni 2006 generasi pertama 
para pendiri maupun pengembang PO. Sinabung Jaya telah berakhir karena 
ibunda Goto br Sitepu istri Almarhum Rekat Sembiring Gurukinayan (adik 
bungsu Reti Sembiring Gurukinayan) yang tinggal satu-satunya Generasi 
Pertama PO. Sinabung Jaya telah meninggal dunia dengan tenang karena 
usia tua pada usia yang ke 92 (sembilan puluh dua) tahun. Dikebumikan 
pada hari Rabu tanggal 28 Juni 2006 dengan “Acara Cawir Metua Rose 
Lengkap Eremas-emas” (Acara lengkap penguburan dalam adat Karo) di 
ladang Tambak Rahu Kampung Gurukinayan disamping almarhum ayahanda Rekat
 Sembiring Gurukinayan dan almarhum Reti Sembiring Gurukinayan serta 
ibunda almarhumah Releng br Sitepu. Sehingga dengan demikian berakhirlah
 sudah generasi pertama pendiri dan pengembang perusahaan otobus PO. 
SINABUNG JAYA.
|  | 
| Foto armada bus Po. Sinabung Jaya   tahun 2006 | 
 
Sumber : http://www.sinabungjaya.com