This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

adsense

Senin, 31 Desember 2012

New Chordex’s | Band Medan Era 80


Selamat sore dan selamat menikmati malam penghujung 2012.

Masih ingatkan New Chordex’s ? Coba Lihat Video Cover yang diunggah di Youtube
Generasi- New Chordex's (guitar & solo cover) 

  

 

New Chordex’s merupakan Band yang terkenal di tahun 80an. New Chordex’s memulai karier bermusiknya sekitar tahun 1985 dengan tampil mengisi acara di Taman Ria Medan (Sekarang Mall di Kota Medan "Carefour"). Kemunculan mereka membuat band bergenre rock ini mulai diminati warga Kota Medan dan Sumut. Melalui lagu Generasi dan Napas Kehidupan,New Chordex’s yang digawangi oleh Afis (drummer),Marwis (gitar), Mahar (bass), Caci (Keyboardis), dan Iskandar Sembiring (vokal) seakan membius para pecinta musik rock.

Hal ini terbukti dalam festival rock yang diadakan di Kota Medan dan kota lainnya di Sumut. Dalam penampilannya, New Chordex’s selalu meraih prosisi teratas.Prestasi-prestasi yang dicapai itu membuat nama band ini menjadi teratas dalam setiap kompetisi atau festival rock. Salah satu momen terpentingnya saat ikut lomba musik rock pada 1987 yang dimotori Ian Antono di Senayan.Ketika itu, lagu Bara Api berhasil dibawakan dengan baik oleh sang vokalis,Iskandar Sembiring. Dari sinilah,band ini terus dikenal hingga tingkat nasional.

Pada 1989,New Chordex’s mencatatkan namanya sebaga satusatunya band yang mengikuti Festival Rock se-Indonesia (Log Zhelebour V) di Kota Malang. Namun, pada keikutsertaan yang pertama ini mereka belum menorehkan prestasi “Pada kompetisi Log Zhelebour VI tahun 1991, New Chordex’s masuk di empat terbaik dan masuk dalam Album Kompilasi FESTIVAL ROCK INDONESIA V - 1989 dengan Lagu New Chordex's (Medan) - Generasi, serta Album Kompilasi FESTIVAL ROCK INDONESIA VI - 1991 dengan lagu New Chordhex's (Medan) - Nafas Kehidupan. Selain itu juga masuk kategori keyboard dan drum terbaik. Dari perjalanannya, New Chordex’s khususnya Iskandar, dipercayakan mendampingi Ahmad Albar dan Ian Antono dalam kegiatan tur di berbagai kota di Indonesia.

Bahkan, dalam beberapa kegiatan festival rock tingkat nasional, New Chordex’s sering menjadi pengisi acara. Sebuah Prestasi yang sangat membanggakan tentunya. 


New Chordex’s terakhir kali manggung (sayangnya hanya Vokalisnya aja Bang Iskandar) pada
Pagelaran musik bertajuk "Rock Spektakuler" yang diprakarsai Kampusi Promo di Lapangan
Benteng Medan,19-20 Maret 2011
membawakan lagu seperti Rumah Kita dan Kepada Perang

 
Demikian cerita singkat New Chordex’s Band yang dikutip dari berbagai media di Medan salah satunya Harian Seputar Indonesia terbitan 20 May 2012 


Download lagunya disini :
Generasi - new chordex
Nafas Kehidupan - new chordex's.mp3



Sabtu, 29 Desember 2012

Mahameru Band Kota Medan, Masih Eksiskah ?



mahameru di bentuk pertama kali oleh Ijal Arifin (sekarang Gitaris Peppermint) dan Dipo (Drummer mahameru)
pada tanggal 8 November 1995 di Medan tepatnya diruang kantor Radio Citra Buana Medan.

setelah sibuk kesana kemari mencari personil lainnya, maka didapatlah formasi awal mahameru:
aswin (lead & rhytm guitar), dipo (drum), zulfan (bass), ijal (lead & rhytm guitar,
sekarang di peppermint), puja (vocal), andry (keyboard).
dipilihnya nama mahameru karena simple, alami dan lebih meng Indonesia.

pada awalnya mahameru hanya membawakan lagu-lagu milik band nasional serta mancanegara.
selanjutnya, satu persatu ajang festival musik mulai diikuti,
mulai dari festival musik pelajar/mahasiswa local sampai festival musik berskala nasional.

pada awal 1997 terjadi perubahan besar di mahameru, dengan formasi yang baru:
aswin (lead & rhytm guitar), gagha (rhytm & lead guitar), avis (bass), dipo (drum), yudie (lead vocal).

mahameru mulai konsentrasi lagi ke panggung musik. mulai ajang pentas sekolah / kampus sekitar Medan sampai Aceh
dan juga menjadi band pembuka nugie & alv band, dewa, netral, mocca, slank, bip, peterpan,
clubeighties, ada band, radja, samson, ungu, iwan fals, naff, glenn fredly, melly guslow, pinkan mamboo, tahta, kapten, dll.
mahameru juga tampil di soundrenaline 2003 dan soundrenaline 2006 yang berlangsung di Medan
dan mendapatkan penghargaan "the most solid & united new comers band soundrenaline 2006"

pada awal 2003 mahameru merilis 2 single dalam bentuk mini album sentuhan kecil, bertitel biar dan flyin’
yang didistribusikan secara independent di kota Medan.
terbukti melalui 2 singel tersebut mahameru mendapat pengakuan yang cukup signifikan
dari apresiator musik di kota Medan, bahkan flyin' sempat menduduki
peringkat atas top request di Star FM selama satu bulan lebih.

lalu pada awal 2002 mahameru merilis album indie "sentuhan pertama",
album ini hanya diproduksi sebanyak 3000 keping dalam bentuk kaset dan 500 keping CD
dan di pasarkan dengan cara titip edar ke ET.45 dan distro2 yang ada di Medan
dan luar kota ketika mahameru manggung keluar kota.
3 single di album kedua ini flyin', k.s.b.s dan dinda menjadi single favorit beberapa radio di Medan dan luar kota.
diluar dugaan dalam waktu 3 bulan seluruh kaset dah CD habis terjual,
hal ini tentu saja sangat menggembirakan buat mahameru untuk lebih serius
dan semangat lagi dalam penggarapan album berikutnya

awal 2011 mahameru merilis album indie kedua " andai", yang mana proses pengerjaan album ini sangat panjang
dimulai dari awal 2005 dan selesai hingga akhir 2010, ini dikarenakan jadwal manggung yang benar-benar padat
dan ditambah dengan kesibukan masing-masing personil seperti mengurus studio baru, menikah, kerja dan berkebun sawit.
dibandingkan dengan album pertama, album kedua ini sangat jauh berbeda baik dari segi kualitas audio, karakter
warna musik hingga aransemen lagu. album kedua ini tampil dengan karakter rock yang sangat kuat.
dengan mengangkat tema-tema lagu dari kehidupan sehari-hari dan sepertinya album kedua inilah karakter sesungguhnya mahameru.

secara fisik album ini diproduksi sangat terbatas, hanya 1000 keping
hal ini memang disengaja dan hanya diperuntukkan buat teman-teman yg memang benar-benar ingin memiliki album fisiknya (CD).
selebihnya semua materi album kedua rencananya akan bisa di downdload secara gratis dalam bentuk mp3.

dengan dua album indie ini mahameru membuktikan bahwa mereka masih eksis
dan masih mensupport teman-teman serta junior-junior band mereka agar tetap kreatif dan terus menciptakan lagu-lagu yang bagus
serta tetap semangat di jalur indie medan...

[mahameru - 2012] www.delirockstation.com



Badak Minuman Soda Pertama Di Indonesia

Badak, Minuman Soda Pertama di indonesia | Asal Medan
 
Jangan terkaget bila Anda sedang makan di sebuah rumah makan di Kota Medan, Sumatera Utara, kemudian ditawari Badak! Tenang! Anda tidak akan ditawari sup daging badak! Sudah barang tentu bukan pula akan muncul sajian sate daging badak! Badak yang ini menyegarkan.

Badak adalah merek minuman bersoda yang berusia hampir seratus tahun. Di botol minuman tertera gambar badak bercula satu dan tulisan “Badak”. Badak telah melegenda di Kota Medan, Kota Pematang Siantar, dan sekitarnya. Badak dengan mudah ditemukan berdampingan dengan minuman bersoda lainnya, teh botol, dan air mineral di berbagai rumah makan.

“Bagi orang Medan dan Pematang Siantar, minuman Badak ini sangat terkenal. Sudah lama mereka mengenal. Kebanyakan dijual di restoran Tionghoa dan rumah makan Batak Toba,” kata Jhoni Siahaan, warga Medan.

Di salah satu rumah makan di Jalan KH Wahid Hasyim, barisan botol Badak berjajar di antara jajaran Coca-Cola, Fanta, Sprite, teh Sosro, Aqua, dan minuman lain. Mungkin, Badak satu-satunya minuman bersoda yang bisa bersaing dengan produk-produk bermerek internasional.

Bagi warga Medan dan Pematang Siantar, Badak telah menjadi bagian sejarah mereka sejak lama. Badak lebih dahulu dikenal dibandingkan dengan minuman bersoda dengan merek internasional dan teh botol itu. Badak telah hadir di Pematang Siantar dan Medan.

Tahun 1916, pabrik dengan nama NV Ijs Fabriek Siantar didirikan Heinrich Surbeck—pria kelahiran Halau, Swiss—di Kota Pematang Siantar. Perusahaan ini memproduksi es batu dan juga minuman bersoda. Melihat angka tahunnya, minuman ini diproduksi jauh sebelum minuman bersoda lainnya masuk ke Indonesia, seperti Coca-Cola yang diperkenalkan tahun 1927 dan baru diproduksi di Jakarta tahun 1932.

Tidak diketahui persis alasan Pematang Siantar dipilih sebagai lokasi pabrik. Hanya saja kota itu diperkirakan menghasilkan air yang bagus untuk es batu. Di sisi lain, kota itu yang dikelilingi perkebunan memiliki penduduk dengan kantong tebal, yang berarti pula berpotensi menjadi konsumen mereka pada masa itu. Pada masa lalu pejabat perkebunan dari daerah sekitar banyak beristirahat di Kota Pematang Siantar.

“Soal nama Badak saya tidak tahu persis. Setahu saya, Surbeck adalah sarjana teknik kimia yang juga pencinta alam. Ia memiliki banyak koleksi tumbuhan dan hewan kering. Saya menduga nama Badak diambil karena kecintaannya kepada alam,” kata Elman Tanjung (89) yang berkarier dari mulai menjadi pegawai rendahan pada 1938 hingga menjadi Direktur NV Ijs Fabriek Siantar.

Tanjung mengatakan, pabrik minuman ini berkembang pesat. Perusahaan yang juga mengelola pembangkit listrik dan hotel ini memproduksi sejumlah minuman bersoda dengan berbagai rasa, mulai dari jeruk, anggur, sarsaparila, hingga air soda. Salah satu rasa yang terkenal dan masih digemari masyarakat Pematang Siantar dan Medan adalah rasa sarsaparila, sebuah rasa yang diekstrak dari tumbuhan herbal yang berasal dari Meksiko. Orang Medan kadang menyebut “sarsi” untuk minuman, kependekan dari sarsaparila.
Kisah

Tanjung berkisah, pada zaman dahulu, selain minuman bersoda, NV Ijs Fabriek Siantar juga memproduksi sari buah markisa yang diekspor ke sejumlah negara, seperti Swiss, Belanda, dan Belgia, dengan merek Marquisa Sap. Akan tetapi, produksi ini kemudian terhenti.

Ketika pendudukan Jepang, pabrik ini masih bertahan. Penjajah Jepang menempatkan seorang wakilnya saat mengelola perusahaan ini. Pabrik tetap beroperasi seusai kemerdekaan. Akan tetapi, situasi kemudian berubah ketika Heinrich Surbeck dibunuh oleh laskar rakyat yang memberontak melawan Belanda seusai Proklamasi Kemerdekaan. Dua anak Surbeck sempat diungsikan ke Eropa sehingga mereka selamat.

Meski tanpa kehadiran keluarga Surbeck, NV Ijs Fabriek Siantar tetap beroperasi. Tanjung dan kawan-kawannya tetap mengelola usaha itu hingga kemudian salah satu anak Surbeck, yaitu Lydia Rosa, kembali ke Pematang Siantar pada tahun 1947. Di kota itu Rosa menikah dengan seorang pria Belanda bernama Otto. Otto kemudian mengelola usaha ini hingga tahun 1959.

Gonjang-ganjing di Tanah Air yang disertai isu nasionalisasi aset pada tahun itu menjadikan Otto menyerahkan pengelolaan NV Ijs Fabriek Siantar kepada Tanjung. Sampai tahun 1963, Otto dan Rosa masih berada di Indonesia hingga kemudian mereka keluar dari Indonesia menuju Swiss. Sejak saat itu Tanjung mengelola sepenuhnya usaha ini.

“Saat mengelola usaha ini saya berkenalan dengan Julianus Hutabarat. Ia juga seorang pengusaha. Saya sempat menceritakan kemungkinan pembelian NV Ijs Fabriek Siantar,” tutur Tanjung. Hutabarat yang bersama saudara-saudaranya telah memiliki usaha dengan nama Barat Trading Company ternyata berminat. Tanjung kemudian menyampaikan hal itu kepada Otto.


Pada tahun 1969 Hutabarat akhirnya membeli perusahaan itu. Ia membeli dengan cara mencicil hingga pada tahun 1971 perusahaan itu benar-benar menjadi milik Hutabarat sepenuhnya. Perusahaan ini berubah nama menjadi PT Pabrik Es Siantar. Sampai tahun 1987 Tanjung masih dipercaya mengelola perusahaan ini.


“Dulu produksi Badak hingga 35.000 kerat per bulan. Penjualan tidak hanya di Sumatera Utara, tetapi juga sampai ke Jawa,” kata Tanjung yang dibenarkan oleh Hendry Hutabarat dan Ronald Hutabarat, anak Julianus Hutabarat.

Ronald yang melanjutkan mengelola perusahaan itu menceritakan, nama Badak memang telah melekat di hati masyarakat Pematang Siantar dan Medan. Mereka mendapatkan konsumen fanatik. Ungkapan ini tidaklah sekadar ucapan jempol. Coba cari di internet dan Anda akan menemukan konsumen fanatik yang masih terkenang dengan Badak!

“Orang Medan dan Pematang Siantar yang telah berada di luar kota pun masih mengingat Badak. Setahu saya sampai sekarang masih ada rumah makan yang menjual Badak di Jakarta, tepatnya di Muara Karang,” tuturnya.

Ia mengenang, pada masa lalu PT Pabrik Es Siantar sangatlah masyhur. Mereka juga memasok listrik bagi Kota Pematang Siantar. Bahkan, untuk menghormati pengelola perusahaan ini, bioskop di Pematang Siantar menyediakan tujuh tempat duduk khusus bagi mereka. Tempat duduk dengan warga merah dan tulisan khusus untuk PT Pabrik Es Siantar tertera jelas di tempat itu.

“Ha-ha-ha… bahkan kalau di antara kami belum datang, film belum akan diputar. Mereka terpaksa menunggu kami datang,” tutur Ronald menceritakan kisah unik itu saat mereka remaja

Sayang

Sayang sekali produksi Badak sekarang agak berkurang. Produksi diperkirakan hanya tinggal separuh dibandingkan dengan pada saat mereka berjaya. Jenis rasa pun berkurang, sekarang hanya tinggal sarsaparila dan air soda. Banyak hal yang menjadikan produksi Badak menurun.

“Isu kesehatan seperti soal bahaya minuman bersoda menjadikan konsumen berkurang,” kata Hendry menyebut salah satu penyebab penurunan produksi minuman bersoda. Soal perubahan fokus usaha yang hanya memproduksi sarsaparila dan air soda, ia menuturkan, permintaan minuman bersoda lainnya sangat kecil sehingga produksinya sangat tidak efisien.

“Untuk membuat satu rasa kita harus membeli satu esens. Kemudian untuk memproduksi satu rasa kita harus membersihkan alat dan mesin minimal empat jam agar tidak terjadi pencampuran rasa. Karena kesulitan itu, kami hanya memproduksi sarsaparila dan air soda,” kata Hendry.

Ia melihat, sebenarnya Badak masih bisa dikembangkan lagi. Merek Badak yang telah masyhur juga menjadi aset penting sehingga bila usaha ini dikembangkan, mereka tak perlu membangun nama lagi.

Dari pembicaraan Kompas dengan beberapa orang terungkap sebenarnya sudah banyak pihak yang ingin bekerja sama untuk mengembangkan usaha ini. Beberapa investor bahkan bersedia menyiapkan dana untuk mengibarkan merek Badak. Mereka ingin merek Badak makin berjaya..

dari berbagai sumber



Sejarah Lonsum di Medan

Lonsum

Pada akhir abad ke 19, daerah Kesawan yang tadinya hanya berupa kampung biasa lambat laun telah berubah menjadi distrik komersial dan ekonomi di kota Medan. Jalan Kesawan diramaikan dengan berdirinya beberapa kantor perusahaan dagang, toko/kedai, bank dan restoran. Salah satu bangunan peninggalan era kolonial dan yg cukup terkenal ialah bekas kantor Perkebunan karet Harrisons & Crosfield atau yg saat ini dikenal dgn Gedung Lonsum. Gedung tersebut berada di ujung jalan Kesawan.

Gedung Lonsum selesai dibangun pada tahun 1909, bersamaan dengan lahirnya ratu Juliana (Dutch Royal family) dan pemiliknya ialah Perusahaan perkebunan karet British "Harrisons & Crosfield" company. Harrisons & Crosfield (H&C) didirikan oleh Trio Daniel Harrison, Smith Harrison and Joseph Crosfield pada tahun 1844 di Liverpool dan bergelut di bidang importir teh dan kopi. Pada akhir abad ke 19 sebelum melonjaknya harga karet semasa Perang Dunia kedua, H&C mulai tertarik untuk melakukan investasi usaha perkebunan karet dan mengoperasikan beberapa perkebunan di Malaysia, Srilangka, Sumatra, Papua dan India Selatan.

Berkembang dan meluasnya usaha perkebunan di Sumatra timur erat hubungannya dengan diberlakukannya ekonomi liberal yang diterapkan oleh Pemerintah kolonial. Pemerintah mengundang pengusaha(investor) untuk membuka sebanyak mungkin perkebunan-perkebunan baru di Sumatra Timur dengan sistim konsesi. Tentunya hal ini akan menguntungkan Pemerintah, dengan begitu pajak ekspor akan meningkat dan menambah pemasukan kas Pemerintah kolonial. Prospek usaha perkebunan di Sumatra timur dianggap cukup menguntungkan. H&C yang dulunya hanya berfokus pada perkebunan karet, seiring waktu telah merambah usaha perkebunannya di bidang teh, kopi, coklat, dan kelapa sawit. Perkebunan H&C diantaranya berada di Tebing tinggi, Pematang siantar dan daerah lainnya.

Selain usaha perkebunan di Sumatra, H&C juga berinvestasi dalam usaha pembalakan kayu di Kalimantan(Borneo), mereka menggandeng British North Borneo Co. dan kemudian membeli salah satu perusahaan pemain utama dalam usaha ini, yaitu China-Borneo co. Sementara usaha perkebunan di Sumatra timur dan pembalakan kayu sudah tidak menjanjikan lagi, pada era 1960-an H&C mulai beralih ke investasi perkebunan kelapa sawit di Kalimantan dan kemudian mereka membeli saham tiga perkebunan besar kelapa sawit yang beroperasi di Malaysia.

Tahun 1982, H&C menjual sahamnya kepada Sime Darby yang merupakan investor utama dalam perkebunan kelapa sawit di Malaysia dan tahun 1994 menjual semua aset perkebunannya di Sumatra kepada London Sumatra Plantations Ltd(PT. London Sumatra Tbk). Akhirnya Gedung Juliana ini pun menjadi kantor London Sumatra Tbk dan sekaligus kantor British konsulat dan perpustakaan British council.

(dari berbagai sumber)