Perusahaan Otobus PO. Sinabung Jaya yang beralamat di Jl. Veteran
Gang Usaha Tani, Berastagi, Kabupaten Tanah Karo Provinsi Sumatera Utara
mulai dirintis oleh Reti Sembiring Gurukinayan yang dilahirkan pada
tahun 1904 di kampung Gurukinayan yang letaknya persis di bawah Gunung
Sinabung, kecamatan Payung, Kabupaten Tanah Karo. Mempersunting seorang
gadis bernama Releng br Sitepu anak saudara dekat dari ibunya yang
berasal dari kampung Berastepu dan dikaruniai 10 (sepuluh) anak yang
terdiri dari 7 (tujuh) anak pria dan 3 (tiga) anak perempuan.
Reti Sembiring Gurukinayan adalah seorang anak sulung dari keluarga
petani yang ayahnya bernama Ngupahi Sembiring Gurukinayan yang
beristrikan Peraten br Sitepu yang kebetulan juga berasal dari kampung
Berastepu yang lokasinya bertetangga dengan kampung Gurukinayan, yang
dikarunia 3 (tiga) orang anak yaitu Reti Sembiring Gurukinayan,
Bantamuli br Sembiring Gurukinayan dan Rekat Sembiring Guruki-nayan.
Dibesarkan dan dididik di keluarga petani, bukan berarti Reti
Sembiring Gurukinayan ingin menjadi petani walaupun tanah ladang dan
sawah yang akan diwariskan oleh ayahnya kelak cukup untuk menghidupi
keluarganya di kemudian hari, beliau mempunya cita-cita lain untuk masa
depannya. Walaupun tidak pernah mengikuti pendidikan formal di bangku
pendidikan sekolah rakyat (sekolah dasar) atas kemauan keras untuk
mewujudkan cita-citanya secara otodidak akhirnya dimasa remajanya dapat
membaca, menulis dan berhitung.
2. TAHUN 1915
Dalam masa pertumbuhan remajanya beliau ketika berumur 11 tahun telah
meninggalkan kampung Gurukinayan menjadi kernek bus di kampung
Batukarang, karena tokehnya atau pemilik bus bernama Atol Bangun
berdomisili di kampung tersebut. Reti Sembiring Gurkinayan mempunyai
cita- cita agar dikemudian hari beliau ingin memiliki armada bus
walaupun pada saat itu hanyalah sebagai kernek bus ban mati / roda mati
diawal tahun 1915. Beliau sadar bahwa untuk dapat memiliki armada bus
sendiri tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan panjang serta
harus memiliki tekad yang kuat, mau bekerja keras, disiplin dan juga
hemat. Pada waktu itu tidak semua yang menjadi kernek bus/ truk otomatis
dikemudian hari akan dapat menjadi seorang supir. Peningkatan
kariernya tidak akan pernah tercapai apabila tidak dapat mengambil
hati supirnya yang mempunyai otoritas cukup besar untuk menentukan siapa
yang layak sebagai kerneknya dalam mengoperasikan bus / truk yang
dipercayakan oleh pemiliknya (majikannya) Kalau sang kernek tidak
rajin dan tekun serta disiplin dan gigih maka kemungkinan besar sang
kernek dapat diberhentikan oleh supirnya dan kedudukannya akan
digantikan oleh orang lain yang menurut sang supir lebih baik atau
selamanya hanyalah sebagai kernet karena sang supir tidak pernah memberi
kesempatan baginya untuk belajar mengemudi.
Mengingat pada waktu itu, Reti Sembiring Gurukinayan yang mempunyai
cita-cita yang tinggi bagi dirinya dan untuk masa depannya serta
keluarganya dikemudian hari, beliau berusaha menjadi kernek yang gigih,
rajin dan disiplin dan disayangi oleh supirnya serta mempunyai rasa
memiliki. Karena khawatir suatu saat kemungkinnan akan diberhentikan
oleh sang supir bila tidak rajin dan disiplin maka dalam melaksanakan
tugasnya sebagai kernek bus beliau bekerja keras agar penghasilan dari
setoran bus yang mereka operasikan bersama supirnya minimal dapat
menghasilkan setoran yang layak dan wajar kepada pemilik bus. Akan
tetapi tidak hanya masalah setoran yang jadi patokan bagi dirinya dalam
melaksanakan pekerjaannya, tapi juga masalah perawatan bus pun menjadi
perhatian utamanya, sehingga beliau juga berupaya untuk mengetahui seluk
beluk mesin bus termasuk membersihkan bus di poolnya pada malam hari
apabila selesai operasi pada pagi dan siang hari. Pada saat itu untuk
dapat menjadi supir tidaklah semudah pada saat ini, pekerjaan sebagai
supir sangat didambakan oleh banyak orang bagi mereka yang tidak mau
melanjutkan sekolahnya ketingkat yang lebih tinggi, apalagi bagi seorang
pemuda bernama Reti Sembiring Gurukinayan yang pada awalnya adalah
seorang yang buta aksara sehingga tidak ada pilihan lain selain menjadi
kernek dulu baru menjadi supir kemudian memiliki armada bus sendiri,
cukup sederhana cita-citanya, sedangkan pekerjaan sebagai petani di
kampung tidak ada dalam benaknya. Disamping itu pekerjaan sebagai supir
sangat dihormati oleh masyarakat didaerah kelahirannya, dan tentunya
juga menjadi idaman oleh para gadis untuk dapat dipersunting menjadi
istri seorang supir. Didalam pikirannya, hanya dengan jalan yang sedang
dia tekuni inilah satu-satunya jalan bagi dirinya untuk mencapai masa
depan yang lebih baik dikemudian hari. Apalagi beliau anak tertua dari 3
(tiga) bersaudara, maka seyogyanya dapat memberikan contoh atau panutan
bagi saudara lainnya, hal ini berlaku umum di masyarakat Karo. Ada
kepercayaan masyarakat Karo, apabila anak tertua berhasil atau sukses /
memiliki pendidikan tertinggi maka dengan sendirinya adik-adiknya akan
mengikutinya jejaknya, orang yang sukses didalam keluarga akan dengan
sendirinya memiliki wibawa dan jadi panutan dibandingkan dengan yang
tidak berhasil, terutama dihadapan saudaranya atau adik-adiknya.
Cita-cita seorang pemuda Reti Sembiring sebenarnya mungkin cukup
sederhana bagi sebagian orang, apalagi tidak terlalu sulit untuk
mencapainya, karena hanya dengan bermodalkan mau bekerja keras, tekun,
disiplin dan mau berhemat serta mempunyai rasa memiliki maka kemungkinan
besar akan dapat berhasil. Beliau sadar bahwa orang yang awalnya buta
aksara maka beliau tidak mengimpikan cita-cita yang muluk-muluk, hanya
satu keinginannya bahwa pada suatu saat dapat memiliki bus sendiri yang
akan dia kemudikan sendiri dan dirawat sendiri agar biaya perawatannya
akan semakin ringan. Oleh sebab itu, pada pada malam harinya setelah
selesai membersihan bus yang menjadi tanggung jawabnya sehari-hari ,
beliau juga mencuci tidak hanya pakaiannya sendiri akan tetapi juga
pakaian supirnya, walaupun tidak pernah disuruh oleh supirnya yang
memang bukan menjadi tanggung jawabnya sebagai kernek bus. Demikian juga
diwaktu senggang beliau tidak lupa untuk belajar membaca, menulis dan
berhitung secara otodidak sehingga akhirnya berhasil. Beliau tidak
pernah mengikuti pendidikan formal karena situasi dan kondisi keluarga
pada waktu itu tidak memungkinkan untuk mengikuti pendidikan formal
dijaman penjajahan, apalagi sebagai anak tertua semasa kecilnya beliau
juga harus ikut menggendong dan merawat adik-adiknya serta membantu
ibunya di ladang.
Semasa hidupnya, untuk menandatangangi dokumen yang berhubungan
usahanya , tanda tangannya cukup sederhana dengan menulis nama awalnya
sendiri. Melihat kegigihannya dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari
dan disenangi supirnya, maka dalam waktu relatif tidak terlalu lama,
cita-citanya tahap pertama dapat dicapainya. Beliau diberi
kesempatan oleh supirnya untuk belajar menyetir bus pada saat selesai
operasi atau dalam perjalanan pulang ke pool di kampung Batukarang.
Tidak hanya itu, beliau juga dibimbing supirnya secara terus menerus
agar dapat mengetahui seluk beluk mesin maupun system elektrik serta
cara perbaikannya.
Perlu diketahui, bahwa pada waktu itu, seorang supir haruslah orang
yang paling tahu seluk beluk teknis mesin serta elektriknya, hal ini
memang harus menjadi persayaratan utama karena apabila terjadi masalah
atau kerusakan di tengah jalan maka sang supirlah yang harus bisa
memperbaiki sendiri bus yang menjadi tanggung jawabnya dan tindak
mungkin mendapat bantuan dengan segera apabila terjadi kerusakan di
tengah perjalanan. Apalagi kondisi alamnya pada waktu itu antar
kampung atau kota lokasi cukup jauh dan harus melewati hutan atau
sawah/ ladang penduduk setempat yang jarang dilewati kenderaan lain yang
jumlahnya didaerah tersebut masih dalam hitungan jari.
3. TAHUN 1930
Setelah cukup lama menjadi kernek bus, pada tahun 1930 Reti Sembiring
Gurukinayan meningkat statusnya dari kernek menjadi supir bus ban mati
yang selama ini menjadi cita-cita yang cukup lama dipendamnya. Beliau
mengoperasikan bus ban mati bernama “ATOL” yang pemiliknya bernama Atol
Bangun yang berasal dari Batukarang. Beliau cukup lama bekerja pada
majikannya tersebut sehingga hubungan antara beliau dengan bapak Atol
Bangun bukan lagi seperti hubungan kerja antara majikan dan karyawannya,
akan tapi menjadi hubungan keluarga yang sangat baik. Hal ini dapat
dilihat dikemudian hari, sewaktu beliau pindah ke Berastagi pada tahun
1948 dan setahun kemudian menyusul istri dan anak-anaknya, bapak Atol
Bangun sering berkunjung ke rumah beliau di Berastagi, hubungan
kekeluargaan ini tetap berlangsung walaupun bapak Atol Bangun bukan lagi
majikan beliau.
Foto kenderaan roda mati tahun 30 (tiga puluhan), yang pada waktu itu disebut “motor kitik” oleh masyarakat Karo di Dataran Tinggi Karo. |
Beliau tidak pernah merasa puas dengan apa yang sudah dicapainya,
karena cita-cita awal yang paling tinggi bagi ukuran beliau pada waktu
itu adalah, pada suatu saat beliau bercita-cita memiliki armada bus
sendiri. Oleh sebab itu beliau sadar bahwa pekerjaan sebagai kernek
kemudian menjadi supir hanyalah jalan untuk meraih cita-citanya
tersebut. Selama menjadi kernek maupun supir bus, beliau bekerja keras
dan tidak mengenal lelah, disiplin, hemat agar pada suatu saat dapat
mewujudkan cita-citanya tersebut, uang yang sudah dikumpulkan dari hari
kehari setelah dipergunakan sebagian untuk keperluannya, kemudian
disimpan dibawah kasur. Karena kegigihannya selama bekerja pada
majikannya tersebut di atas, beliau tidak hanya disayangi majikannya
tapi juga disegani oleh kerneknya, hal ini dapat dibuktikan dikemudian
hari, dimana setelah beliau memiliki bus sendiri sampai memiliki
perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya hubungan silaturahmi antar dia
dengan mantan supirnya, maupun kernek dapat terpelihara sepanjang
hidupnya. Malah setelah beliau meninggal dunia, banyak mantan supirnya
maupun kerneknya tetap membicarakan dan mengenang beliau , walaupun dulu
mereka sering ditegor, malah ada yang pernah dikejar-kejar dengan
membawa martil karena kesalahan fatal yang mereka buat sehingga mesin
busnya rusak antara lain lupa mengisi air radiator yang seharusnys
setiap sampai di stasiun pemberhentian terakhir harus di periksa ulang
sebelum berangkat lagi ke stasiun awalnya. Walapun sering ditegor atau
dimarahi mereka tidak pernah sakit hati karena apa yang dilakukan beliau
dapat mereka maklumi atau pada tempatnya, dan semua itu tujuannya
adalah untuk mendidik mereka supaya menjadi pintar atau
menguasai mesin dan elektri bus yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini
sering mereka ceritakan kepada anak-anak beliau termasuk kami yang pada
waktu PO. Sinabung Jaya didirikan pada tanggal 1 April tahun 1961 sudah
berumur 10 tahun.
Setelah karier Reti Sembiring Gurukinayan meningkat yang tadinya
hanyalah sebagai kernek kemudian menjadi seorang supir yang disenangi
oleh majikannyanya, barulah beliau punya cita-cita berikutnya yaitu
mempunyai istri dengan pemikiran sudah dapat memberikan nafkah
kepada istri maupun anak-anaknya di kemudian hari. Beliau mempersunting
seorang istri bernama Releng br Sitepu dari keluarga ibunya di Berastepu
pada tahun 1930 dalam usianya yang ke duapuluh enam tahun, sehingga
hubungan kekeluargaan semakin erat persaudaraannya. Beliau tinggal
bersama istrinya di rumah yang cukup sederhana yang baru dibangunnya di
ladang Tambak Rahu yang berlo -kasi dipinggir kampung Gurukinayan kearah
gunung Sinabung, hasil dari jerih payahnya selama menjadi kernek dan
supir.
Foto Alm.Ayahanda Reti Sembiring Gurukinayan dan istrinya Almh. Ibunda Releng br Sitepu Tahun 1961 pada saat mendirikan perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya tanggal 1 April 1961. |
Pada tahun 1931 lahir lah anak pertama yang diberi nama Kueteh
Sembiring Gurukinayan, dan dua tahun kemudian lahir seorang anak
perempuan, akan tapi beberapa hari kemudian dipanggil Allah Bapa yang
maha kuasa. Karena pada waktu itu masyarakat Karo pada umumnya masih
penganut animisme dan karena umurnya baru beberapa hari maka jasadnya
harus dibakar dan abunya dilarungkan di sungai Parik Lau dekat ladang
keluarga Kembilik kampung Gurukinayan.
Selanjutnya, pada tahun 1936 lahir anak yang ketiga laki-laki diberi
nama Dors Erti Sembiring Gurukinayan sampai dengan anak yang
kesepuluh (terakhir) pada tahun 1956 yang bernama Resmond Jaya
Sembiring Gurukinayan, sama dengan kepercayaan daerah lainnya, banyak
anak akan membawa banyak rejeki.
Pekerjaanya sebagai supir oleh Reti Sembiring Gurukinayan tidak hanya
untuk satu armada bus tapi berganti lagi kepada bus peti sabun (bus
pekan-pekan) lainnya yang pada waktu itu jenis bus ini dapat berubah
fungsi dalam arti pada siang hari dapat mengangkut penumpang dan malam
hari dapat membawa hasil bumi untuk dibawa ke kota dengan mencabut
bangku-bangku yang terbuat dari kayu dan tidak dilapisi dengan jok
(knock down), yang pada keesokan harinya akan dijual oleh para petani
pada hari pekan/ pasar yang pada setiap kota berbeda. Hari pasar
antara lain untuk kota Kabanjahe pada hari Senen dan Kamis, Berastagi
pada hari Rabu dan Sabtu, sedangkan hari Kamis untuk Tiga Nderket.
Barang petani yang akan dijual pada hari pekan tersebut dibawa
terlebih dahulu oleh bus peti sabun pada malam hari ke pasar yang di
tuju, kemudian keesokan harinya petani tersebut menyusul dengan
menumpang bus yang sama, kemudian setelah selesai hari pasar atau
setelah barang hasil sawah/ ladangnya laku dijual barulah petani
membayar ongkosnya termasuk ongkos barangnya pada waktu pulang kembali
ke kampungnya dengan menumpang bus yang sama , sambil membawa uang dari
penjual-an hasil kebun/ sawahnya setelah dibelanjakan sebagian untuk
membeli bibit, pupuk mapun kebutuhan sehari-hari lainnya.
Sampai akhir tahun 1937 Reti Sembiring Gurukinayan masih mengemudikan
bus bernama “ATOL” milik Atol Bangun yang berasal dan tinggal di
Batukarang yang menggunakan roda mati.
Sebenarnya kalau dikatakan bus kurang tepat, karena yang umumnya
dikatakan bus paling sedikit dapat mengangkut 20 (dua puluh) orang
penumpang atau lebih, sedangkan mobil tersebut hanya dapat mengangkut
penumpang tidak lebih dari 8 (delapan) sampai dengan 10 (sepuluh)
penumpang, dimana tempat mesin didepan kelihatan lebih panjang kalau
dibandingkan dengan tempat penumpangnya dibelakang, atau mungkin lebih
tepat dikatakan opelet atau mini bus, sebagai ilustrasi prototipe oplet
tersebut dapat dilihat pada foto tersebut di atas.
4. TAHUN 1937
Akhirnya dari hasil tabungannya selama menjadi supir dan dengan
dukungan keluarga dari keluarga mertuanya Sepit Sitepu dari desa
Berastepu yang mempunyai anak 3 (tiga) orang yaitu anak sulung Sahun br
Sitepu (Nande Ganin); Releng br Sitepu (Nande Kueteh) dan bungsu Jusup
Batang Sitepu (Pa Rustam) dari Beratepu maupun adiknya Bantamuli br
Sembiring Gurukinayan (Nande Budi) yang dipersunting oleh Bagin
Singarimbun (Pa Budi) dari Temburun, maka pada tahun 1937 dibelilah
untuk pertama kalinya truk roda 8 (delapan) yang selama ini sangat
dicita-citakan. Beliau membeli truk bak terbuka ban mati berwarna
merah atau disebut juga “gara takal” (kepala merah) dengan saudaranya
Jemat Sembiring Gurukinayan (Pa Siman), ayah dari Bapak Siman Sembiring
Gurukinayan yang telah banyak mem-berikan informasi dalam penyempurnaan
sejarah ini yang pada saat ini telah berusia 75 tahun dan Tempi
Sembiring Gurukinayan (Pa Damenta) yang pada saat ini juga telah berusia
89 tahun dengan kondisi yang tetap sehat dan tinggal di kampung
Gurukinayan. Mobil tersebut beliau kemudikan sendiri oleh Reti Sembiring
dan dikerneki secara bergantian oleh Sempa Sitepu (Pa Rakut); Jumpa
Ginting (Pa Akim); Jabab Sembiring Meliala (Pa Ros) dan terakhir oleh
Tabas Surbakti (Pa Bini) kemanakannya. Truk tersebut diberi nama Sinabun
(bukan Sinabung) dengan logo gambar “Nenas” pada lambungnya, karena
pada waktu itu di kampung Gurukinayan disamping hasil kebun utamanya
buah jeruk, juga terdapat kebun nenas yang buahnya cukup besar sebagai
hasil sampingan pada kebun yang sama. Karena truk tersebut terlalu
panjang maka chasissnya dipendekkan atau dihilangkan 2 (dua) roda
belakang menjadi roda 6 (enam) serta diubah karoserinya menjadi type
“Peti Sabun”, Sehingga bus tersebut lebih mudah di operasikan didaerah
tersebut yang jalannya sangat sempit dan berliku-liku yang umumnya
terdapat didaerah pegunungan. Bus tersebut dioperasikan untuk melayani
angkutan antar kota Kotacane dengan kota Medan mengangkut penumpang
maupun barang didaerah Gurukinayan dan sekitarnya yaitu Berastagi,
Kabanjahe dan Tiga Nderket.
Foto Alm. Ayahanda Rekat Sembiring Gurukinayan (adik kandung Alm. Reti Sembiring Gurukinayan) bersama Almh Ibunda Goto br Sitepu |
5. TAHUN 1940
Selanjutnya Reti Sembiring dengan keluarganya Batak Bangun (Pa
Tringani) pada tahun 1940 yang juga berasal dari kampung Gurukinayan
membeli bus ban hidup (bukan ban mati) pada jaman Jepang hasil penjualan
tembakau yang banyak ditanam disekitar kampung Batukarang dan
sekitarnya maupun penjualan jeruk yang dijual di Tiganderket sekitar 6
(enam) kilometer dari kampung Gurukinayan yang merupakan pasar utama
disekitar daerah terasebut. Beliau menjalani trayek Medan ke Pematang
Siantar dan dikerneki oleh adiknya Nabas Bangun (Pa Roma).
Pada jaman Jepang tersebut sudaranya satu kakek Mayan Sembiring
Gurukinayan (Pa Ngonggar) yang juga tinggal dikampung Gurukinayan
berpatungan dengan Pa Pena Sitepu Batunanggar dan Ngenan Sitepu (Pa
Binje) membeli truk yang mereka pergunakan untuk berdagang tembako ke
Kotacane, Aceh Tenggara yang dikemudikan oleh Rekat Sembiring
Gurukinayan adik kandung bungsu Reti Sembiring Gurukinayan. Oleh sebab
itu pada jaman Belanda maupun Jepang penduduk kampung Gurukinayan telah
memiliki beberapa tokeh / juragan bus maupun truk. Dari sekian tokeh
tersebut hanyalah Reti Sembiring Gurukinayan yang memulai kariernya
sebagai kernek sedangkan lainnya hanyalah sebagai pemodal yang awalnya
sebagai petani sukses. Hal ini dapat dibuktikan bahwa beberapa diantara
mereka sepanjang hidupnya tidak pernah dapat mengemudikan bus/ truk yang
mereka miliki antara lain saudaranya Jemat Sembiring Gurukinayan dan
Mayan Sembiring Gurukinayan.
Kemudain pada yang sama yaitu tahun 1940 Reti Sembiring Gurukinayan
berkongsi lagi dengan Jemat Sembiring Gurukinayan (Pa Siman) membeli
mobil truk chasiss yang di daerah tersebut di sebut mobil kope bersama
dengan saudaranya Ngasami Sembiring Pandia (Pa Uli/ Toko Cahaya
Kabanjahe) yang berasal dari kampung Payung dekat kampung Gurukinayan
yang pada waktu itu juga membeli mobil yang sama dalam kondisi baru.
Kemudian, pada tahun 1946, bus yang mereka miliki masuk armada
perusahaan otobus Maspersada artinya mas ipersada (mas disatukan) yang
dipinpin oleh Raja Oekum Sembiring Meliala (Pa Terangmalem) yang berasal
dari Berastepu tapi dibesarkan di kampung Tanjung. Bergabung dengan
Maspersada terpaksa dilakukan karena pada saat itu bahan bakar hilang
dari pasar, sehingga dengan masuk armada Maspersada dengan sendirinya
akan mendapat jatah bahan bakar untuk menunjang operasional bus mereka.
Bus yang mereka miliki dikemudikan secara bergantian dengan Batak
Bangun (Pa Tringani), yang dipergunakan untuk rute pekan-pekan antara
kampung Gurukinayan ke Tiganderket, Berastagi atau ke Kabanjahe.
Walaupun sudah memiliki bus/ truk bersama Jemaat Sembiring
Gurukinayan, Reti Sembiring Gurukinayan tidak merasa puas dengan apa
yang sudah dicapainya, dimana beliau juga membuka kedai
kopi dirumah saudaranya Rajangena Sembiring Gurukinayan (Pa Saman) yang
kebetulan berlokasi di jalan utama di tengah kampung Gurukinayan pada
tahun 1946 atau beberapa bulan setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945 dengan bekerja sama dengan Pa Miji peran-tauan Banjar dari
Banjarmasin yang sudah berpengalaman membuka usaha kedai kopi.
Disamping pintar memasak juga dapat membuat aneka macam kue, yang
dikampung Gurukinayan pada waktu itu merupakan makanan yang sangat
digemari oleh masyarakat setempat. Pada waktu membuka kedai kopi
tersebut Reti Sembiring Gurukinayan telah menjalin hubungan bisnis,
dimana pada hari-hari tertentu beliau berbelanja di toko grosir
kelontong toko “MO HAP” (ada spasi antara mo dan hap) yang pemiliknya
bernama Mohap di ruko depan pintu masuk sebelah kanan pasar Berastagi
atau disamping Kedai Kopi/ Mie “Pa Misang”, tepatnya sederetan Toko
Onderdil/ SPBU Garuda, atau dengan Toko Klontong Sinabung Berastagi,
pada saat ini. Akan tetapi karena terjadi agresi kedua tahun 1947
oleh Belanda dimana pihak pemerintah Hindia Belanda yang ingin kembali
menduduki Wilayah Republik Indonesia menyebabkan sebagian besar penduduk
yang tinggal di dataran tinggi Karo terpaksa mengungsi ke hutan,
sebagian diantaranya mengungsi ke daerah Aceh Tenggara. Demikian juga
halnya dengan situasi tidak menentu yang terjadi di kampung Gurukinayan,
maka dengan terpaksa mobil bus peti sabun yang sudah mereka miliki
tersebut dijual pada bulan Nopember 1947, sedangkan mobil truk chasiss
“dipinjam” oleh pihak Belanda untuk mendukung agresi mereka ke daerah
Kotacane dan sekitarnya yang dikemudikan oleh Tabas Surbakti (Pa Bini),
yang kemudian karena merasa terancam jiwanya di daerah operasi Belanda
di Aceh Tenggara (Kotacane), beliau meninggalkan truk tersebut di
“Gunung Setan” sekitar Kotacane, yang akhirnya hilang tidak berbekas.
Foto Alm.Tabas Surbakti, kemenakan Alm. Reti Sembiring Gurukinayan, yang bertanggung jawab untuk operasional bus PO. Sinabung Jaya di pool desa Gurukinayan |
Selama dalam pengungsian darah yang mengalir dalam diri dan jiwa
Reti Sembiring Gurukinayan bukanlah darah seorang petani seperti
almarhum ayahnya Ngupahi Sembiring Gurukinayan, akan tetapi darah
seorang pengusaha, dimana dalam hal ini dapat dibuktikan dalam suasana
pengungsian pun bakat sebagai pengusaha dapat ditunjukkannya yaitu
dengan membukan kedai kopi di tengah hutan sekitar perbatasan dengan
Aceh Tenggara. Cangkir yang pada waktu itu terbuat dari bahan kaleng/
alumenium diganti dengan sepotog bambu dengan memanfaatkan ruasnya
sebagai cangkir. Karena dalam hutan tersebut tidak ada saingannya maka
kedai kopi darurat tersebut banyak diminati oleh para pengungsi lainnya,
sehingga dalam suasana pengungsian di tengah hutan Reti Semiring
Gurukinayan dapat memberikan nafkah kepada keluarganya.
Pada awal tahun 1948 keluarga kembali ke kampung Gurukinayan dari
pengungsian, dan pada waktu mau menempati kembali rumah di ladang Tambak
Rahu yang ditinggal beberapa waktu pada waktu mengungsi sudah ditempati
keluarga lainya yaitu Nini Bulang (Kakek) dari Kuat Sembiring
Gurukinayan (Pa Jaya), dan atas pendekatan secara kekeluargaan beliau
mau mengosongkan rumah tersebut, dan kembali ditempati oleh Reti
Sembiring Gurukinayan beserta keluarganya.
Karena memang sudah ditakdirkan yang memiliki jiwa pengusaha maka
sepulang dari pengungsian Reti Sembiring Gurukinayan kembali membuka
usaha kedai kopi ditempat yang sama. Kedai tersebut cukup laris karena
disamping menjual minuman dan rokok, beliau juga menjual Sukat (umbi
keladi) yang direbus dan dihidangjkan dalam keadaan panas dan dimakan
bersamnaan dengan “gula kerep” (gula batak/ merah yang dihidangkan dalam
bentuk potongan kecil). Umbi keladi tersebut hasil ladang mereka di
Tambak Rahu yang ditanam istrinya tercinta Releng br Sitepu yang
mempunyai cukup andil yang cukup besar untuk membantu cita-cita suaminya
yang ingin kembali memiliki bus sendiri. Dalam membuka kedai tersebut
beliau dibantu oleh iparnya Musim ginting (Pa Sangkut) dan Lem Sitepu
Batunanggar (Pa Nomin).
Pada tahun yang sama, saudaranya satu kakek Mayan Sembiring
Gurukinayan (Pa Ngonggar) yang berkongsi dengan Batak Bangun (Pa
Tringani) membeli bus peti sabun, akan tetapi mereka mengalami musibah
yang cukup fatal karena bus yang dibeli dengan susah payah di bom oleh
tentara Jepang dekat sembahe pada waktu terjadi serangan dari pihak
sekutu/ Inggris.
Pa Miji rekan bisnisnya dalam membuka usaha kedai kopi sebelum
agresi kedua, tidak ikut ambil bagian membuka kedai kopi di
Gurukinayan, akan tetapi Reti Sembiring Gurukinayan memberi bantuan
modal kepada beliau untuk membuka kedai kopi/ rumah makan di dekat los
Tiganderket atau jalan ke Kutabuluh. Karena keahlian beliau memasak dan
membuat aneka makanan kecil, dalam waktu relatif singkat usahanya
berkembang dengan pesat karena orang tidak hanya minum kopi, teh atau
makan makanan kecil, tapi juga makan nasi khususnya pada hari pekan
setiap hari Kamis. Kebetulan pada waktu itu ada orang menawarkan
motor halus bekas kepada Pa Miji, dan beliau tertarik sehingga langsung
membeli motor “Halus” (dikatakan motor halus karena suara mesinnya
nyaris tidak terdengar atau “Motor Kitik/ Kecil ” yang didaerah
Tinggi Karo maksudnya mobil sedan) tanpa berkonsultasi dengan Reti
Sembiring Gurukinayan sebagai penyandang modal, dimana hanya dalam tempo
1 (satu) tahun Pa Miji telah mampu membeli mobil sedan dari usaha rumah
makan tersebut.Akan tetapi kepemilikan mobil tersebut hanya berlangsung
beberapa bulan, karena beliau menjualnya kembali setelah mengalami
kecelakaan sewaktu mengemudikan mobil yang pada waktu itu mungkin belum
berpengalaman. Sehingga Pa Miji yang tadinya statusnya meningkat
disekitar daerah tersebut (karena tidak semua orang mampu memiliki mobil
sedan) , kembali ke status semula sebagai pengusaha kedai kopi/
rumah makan di Tiganderket, penurunan tingkat status sosial tersebut
mungkin karena memang belum saatnya memiliki motor halus pada waktu
itu.
6. TAHUN 1948
Sambil membuka kedai kopi di Gurukinayan pada tahun 1948, Reti
Sembiring Gurukinayan bekerjasama dengan saudaranya Negeri Sembiring
Gurukinayan (Pa Guru) dan Batak Bangun (Pa Tringani) membeli 1 (satu)
unit truk, dan beberapa waktu kemudian menambah 2 (dua) unit yang
dipergunakan untuk mengangkut barang sampai ke Pematang Siantar yang
dimotori oleh Negeri Sembiring Gurukinayan (Pa Guru) untuk mencari
muatan dan dikemudikan oleh Batak Bangun, sedangkan dari Pematang
Siantar dibawa barang barang kelontong maupun minyak tanah untuk dijual
disekitar Gurukinayan, Berastepu, Batukarang sampai ke Tiganderket dan
sekitarnya yang pada waktu itu sangat langka dijumpai di pasar,
sedangkan bus lainnya untuk menjalani trayek pekan-pekan yang
dikemudikan oleh Reti Sembiring Gurukinayan beserta adik bungsunya yang
poolnya di Berastepu, sedangkan yang dikemudikan Tabas Surbakti poolnya
di Gurukinayan. Akan tetapi rekan bisnisnya Batak Bangun (Pa Tringani)
mengundurkan diri dari patungan tyersebut, sehingga Reti Sembiring
Gurukinayan harus meminjam uang mertuanya Sepit Sitepu (Pa Sahun) yang
tinggal di Berastepu untuk membeli saham Batak Bangun yang mengundurkan
diri dari perkongsian tersebut.
Pada waktu membuka kedai kopi di kampung Gurukinayan pada tahun 1948,
situasi keamanan belum stabil dan ada pihak tertentu yang ingin
menculik Reti Sembiring Gurukinayan, sehingga beliau dengan terpaksa
kembali mengungsi seorang diri tidak ke hutan akan tetapi ke Berastagi.
Menurut informasi dari keluarga, pada waktu beliau membuka kede kopi ada
oknum/ warga diluar kampung Gurukinayan yang bertandang ke kampung
tersebut dan singgah di kedainya untuk minum kopi. Setelah selesai
meminum kopi, beliau langsung membayar minumannya dengan uang Jepang ,
akan tetapi karena pada waktu itu didaerah tersebut tidak berlaku lagi
uang “Jepang” dimana yang berlaku adalah uang “Belanda” maka dengan
sopan beliau mengatakan, “tidak usah dibayar”. Rupanya kerena
ucapannya itu membuat “Oknum” tersebut merasa tersinggung atau
tercoreng harga dirinya, sehingga bebe-rapa hari kemudian “Oknum”
tersebut beserta dengan kelompoknya berencana untuk menculik Reti
Sembiring Gurukinayan dengan alasan tidak jelas. Hal ini pada waktu itu
bisa saja terjadi kepada siapapun, karena situasi yang tidak kondusif
yang mengakibatkan ada istilah siapa yang kuat maka ia yang menang dalam
arti seseorang dapat saja langsung diculik dengan alasan yang
tidak jelas yang kemudian tidak pernah kembali atau pulang
kekeluarganya . Akan tetapi, sebelum rencana tersebut dapat mereka
laksanakan, ada keluarga dekat dari kelompok tersebut, Pa Pangkat
Ginting memberitahu adiknya Bantamuli br Sembiring Gurukinayan (Nande
Budi Singarimbun) di Tiganderket mengenai rencana tersebut. Sehingga
malam hari itu juga adiknya Bantamuli br Sembiring Gurukinayan dengan
membawa uang simpannya langsung berangkat ke Gurukinayan untuk
menginformasikan rencana penculikan tersebut, dan malam itu juga Reti
Sembiring Gurukinayan mengungsi ke Berastagi dan tinggal di rumah Pa
Namaken Ginting Suka (keluarga dari suami adiknya Bagin Singarimbun)
dengan meninggalkan keluarganya di rumah ladang Tambak Rahu (tempat
jasadnya di makamkan kemudian hari) sambil membawa uang hasil usaha kede
kopinya dan bantuan uang dari adiknya yang pada waktu itu sudah menjadi
pedagang tembakau di sekitar daerah Tiganderket dan Batukarang.
Kede kopi yang ditinggalkan di Gurukinayan diteruskan oleh
keluarganya Musim Ginting (Pa Sangkut) dan dibantu Lem Sitepu (Pa Nomin)
dan diawasi oleh adik bungsunya Rekat Sembiring Gurukinayan (Pa
Nimpan). Sedangkan istrinya yang ditinggal di kampung Gurukinayan
berjualan sayur mayur dari hasil kebun mereka serta dibantu
anak-anaknya.
Pada tahun tersebut juga Reti Sembiring Gurukinayan kembali membeli
truk yang dipergunakan untuk mengangkut pasir dari Lau Dah (dekat
Kabanjahe) yang kemudian dijual ke toko material (bangunan) di kota
Kabanjahe maupun Berastagi dengan dibantu kerneknya Tabas Surbakti (Pa
Bini) yang selama ini tinggal di kampung Gurukinayan. Mereka berdua
tanpa kenal lelah mengangkut pasir siang malam dari Laudah untuk dijual
kembali di kedua kota tersebut di atas. Sedangkan adiknya Rekat
Sembiring Gurukinayan diberi tugas untuk mengawasi kedai kopi mereka di
Gurukinayan.
Kemudian pada tahun 1949 atau satu tahun kemudian keluarganya
menyusul pindah ke Berastagi dan mengontrak rumah petak dengan dinding
tepas (teratak) atap rumbia yang sangat sederhana di Gang Sinar, Jalan
Udara Berastagi (lihat foto di bawah).
Pada waktu di rumah kontrakan tersebut lahir anaknya yang ke 7
(tujuh) pada tanggal 16 Juni 1951 yang diberi nama Rophian Sembiring
Gurukinayan. Kemudian pada awal tahun 1952 keluarga pindah dan
mengontrak rumah petak yang berdinding papan atap seng di belakang Toko
Mas Namaken/ Toko Roti Samudra, Jl. Veteran Berastagi yang kondisinya
lebih baik apabila dibandingkan dengan rumah kontrakan yang ada di Gang
Sinar Berastagi. (lihat foto di bawah). Pada waktu mengontrak rumah
tersebut lahir anaknya yang ke 8 (delapan) diberi nama Eriwan Sembiring
Gurukinayan yang lahir pada tanggal 01 Oktober 1953.
Satu tahun setelah pindah bersama keluarganya di Berastagi, pada
tahun 1950 Reti Sembiring Gurukinayan mengundurkan diri dari kerjasama
dengan saudaranya Negeri Sembiring Gurukinayan karena ingin berusaha
sendiri.
Pada tahun 1950 Tidak lama kemudian, dari hasil penjualan bus/ truk
tersebut ditambah dengan hasil usaha kede kopinya di kampung
Gurukinayan dan bantuan uang dari adiknya Bantamuli br Sembiring
Gurukinayan dan juga mertuanya Sepit Sitepu, serta bantuan tokehnya
Bapak Pho Siong Liem pemilik Bank “South Asia Bank” di Jl. Kesawan
Medan, dibelilah mobil chasiss Chevrolet tahun 1950 untuk dijadikan
menjadi bus peti sabun (disebut demikian karena bantuk bodynya persis
seperti kotak sabun).
Beliau mempunyai hubungan dengan Bapak Pho Siong Liem tidak terlepas
dari bantuan atau rekomendasi dari tokehnya pada waktu beliau masih
membuka kedai kopi di Gurukinayan yaitu Bapak Mohap yang
mempunyai toko grosir kelontong Toko MO HAP (ada spaci antar huruf mo
dan hap) di depan Pasar Berastagi. Bus peti sabun yang baru dibeli
masuk perusahaan armada bus DIENST (Negara Sumatera Timur) yang
dioperasikan disamping membawa penumpang juga membawa komoditi pertanian
disekitar daerah tersebut untuk dibawa ke Berastagi, Kabanjahe dan
sekitarnya, dan selanjutnya dari sana membawa barang-barang kelontong
kembali kesekitar daerah Gurukinayan/ Tiga-nderket.
7. TAHUN 1950
Akan tetapi pencantuman nama armada tersebut di atas hanya berlangsung beberapa bulan, karena pada tahun 1950 kebetulan telah berdiri “Usaha Nasional PMG “ ( Perusahaan Motor Gunung ) yang dimiliki Kompeni Bangun (biasanya disebut Tokeh PMG) yang berasal dari Batukarang. Dimana logo PMG meniru logo Chevrolet yang pada waktu itu kenderaan khususnya untuk kenderaan besar yang dipergunakan untuk angkutan penumpang maupun barang menggunakan mobil buatan Amerika Serikat tersebut.
Akan tetapi pencantuman nama armada tersebut di atas hanya berlangsung beberapa bulan, karena pada tahun 1950 kebetulan telah berdiri “Usaha Nasional PMG “ ( Perusahaan Motor Gunung ) yang dimiliki Kompeni Bangun (biasanya disebut Tokeh PMG) yang berasal dari Batukarang. Dimana logo PMG meniru logo Chevrolet yang pada waktu itu kenderaan khususnya untuk kenderaan besar yang dipergunakan untuk angkutan penumpang maupun barang menggunakan mobil buatan Amerika Serikat tersebut.
Beliau memilih bergabung dengan PMG,
walaupun pada saat itu sudah ada perusahaan otobus Maspersada milik Raja
Oekum Sembiring Meliala. Bus tahun 1950 tersebut masuk armada PO. PMG
(Perusahaan Motor Gunung) BK. 44980 nomor lambung 36 dengan trayek
“Gurukinayan Pekan-Pekan”, dikemudikan oleh Tabas Subakti (Pa
Bini) menjalani trayek pekan-pekan dari kampung Gurukinayan ke
Berastagi/ Kabanjahe dan Tiganderket pada waktu hari pekan (pasar)
yaitu hari Rabu dan Sabtu ke Berastagi, hari Kamis ke Tiganderket dan
hari lainnya ke Kabanjahe.
Satu tahun kemudian, pada tahun 1951 dibeli lagi mobil baru Chevrolet chasiss dan dibuat karoseri peti sabun dan masuk armada PMG dengan nomor lambung 121 dengan BK. 17469 yang menjalani trayek “Berastepu Pekan Pekan”, sama seperti PMG nomor 36 dimana pool bus ini ada di Berastepu, pengemudinya dipercayakan kepada adik bungsunya Rekat Sembiring Gurukinayan (Pa Nimpan).
Setiap hari Sabtu yang merupakan hari pekan besar di Berastagi atau sekali dalam seminggu, Rekat Sembiring Gurukinayan dan Tabas Surbakti yang dipercayakan untuk mengurus bus yang pollnya di Berastepu maupun Gurukinayan datang secara rutin untuk menyetorkan hasil operasional kedua bus tersebut yang dipercayakan kepada kedua beliau tersebut ke Berastagi (Reti Sembiring Gurukinayan).
Karena pada waktu itu frequensi penggantian uang baru rupiah tidak seperti sekarang oleh pemerintah maka uang setoran yang diserahkan sebagian besar lusuh atau lecek dan sebagian ada yang koyak sehingga harus dilem maupun disrika. Hal ini dilakukan karena pihak bank di Medan tidak mau menerima uang setoran yang tidak rapi/ lusuh maupun koyak.
Satu tahun kemudian, pada tahun 1951 dibeli lagi mobil baru Chevrolet chasiss dan dibuat karoseri peti sabun dan masuk armada PMG dengan nomor lambung 121 dengan BK. 17469 yang menjalani trayek “Berastepu Pekan Pekan”, sama seperti PMG nomor 36 dimana pool bus ini ada di Berastepu, pengemudinya dipercayakan kepada adik bungsunya Rekat Sembiring Gurukinayan (Pa Nimpan).
Setiap hari Sabtu yang merupakan hari pekan besar di Berastagi atau sekali dalam seminggu, Rekat Sembiring Gurukinayan dan Tabas Surbakti yang dipercayakan untuk mengurus bus yang pollnya di Berastepu maupun Gurukinayan datang secara rutin untuk menyetorkan hasil operasional kedua bus tersebut yang dipercayakan kepada kedua beliau tersebut ke Berastagi (Reti Sembiring Gurukinayan).
Karena pada waktu itu frequensi penggantian uang baru rupiah tidak seperti sekarang oleh pemerintah maka uang setoran yang diserahkan sebagian besar lusuh atau lecek dan sebagian ada yang koyak sehingga harus dilem maupun disrika. Hal ini dilakukan karena pihak bank di Medan tidak mau menerima uang setoran yang tidak rapi/ lusuh maupun koyak.
Foto Eriwan Sembiring Gurukinayan berumur 2 (dua) tahun pada tahun 1955, didepan rumah Reti Sembiring Gurukinayan di jalan Veteran Gang Usaha Tani Berastagi. |
Hampir tiga tahun setelah mengontrak rumah
di belakang Toko Roti Samudra/ Toko Mas Namaken, Reti Sembiring
Gurukinayan dan keluarganya pindah ke rumah lama yang baru dibelinya di
Gang Usaha Tani, Jl. Veteran Berastagi pada tahun 1955, dimana pada
waktu menempati rumah tersebut lahir anaknya yang ke 9 (sembilan) pada
tanggal 29 Juni 1956 di Kabanjahe dan diberi nama Resmond Jaya
Sembiring Gurukinayan.
Selanjutnya pada tahun 1956 Reti Sembiring Gurukinayan bekerjasama (patungan) dengan saudaranya satu nenek Mayan Sembiring Gurukinayan (Pa Ngonggar) membeli bus bekas Chevrolet tahun 1956 yaitu PMG nomor 67 dengan trayek Gurukinayan – Medan PP . Akan tetapi kerja sama tersebut hanya berjalan beberapa tahun dan selanjutnya Reti Sembiring Gurukinayan mengundurkan diri.
Selanjutnya pada tahun 1956 Reti Sembiring Gurukinayan bekerjasama (patungan) dengan saudaranya satu nenek Mayan Sembiring Gurukinayan (Pa Ngonggar) membeli bus bekas Chevrolet tahun 1956 yaitu PMG nomor 67 dengan trayek Gurukinayan – Medan PP . Akan tetapi kerja sama tersebut hanya berjalan beberapa tahun dan selanjutnya Reti Sembiring Gurukinayan mengundurkan diri.
Foto Bus PMG (Perusahaan Motor Gunung) nomor lambung 150 tahun 1957 merek GMC buatan Amerika Serikat BK. 15076 yang menjalani trayek Kabanjahe – Medan, cikal bakal PO. Sinabung Jaya dikemuidan hari. |
Kemudian atas bantuan Bapak Pho Siong Liem
pada tahun 1956, beliau kembali mendapat kepercayaan untuk mendapat
bantuan kredit dengan bunga rendah sehingga dapat membeli lagi bus baru
Chevrolet PMG nomor 129 dengan BK. 30260 dengan rute Gurukinayan –
Medan PP dan pengelolaannya dipercayakan lagi kepada Tabas Surbakti,
sehingga ada 2 (dua) unit bus yang menjadi tanggung jawabnya untuk pool
di Gurukinayan.
Pada tahun yang sama dibeli lagi bus baru Chevrolet tahun 1956 masuk PMG dengan nomor lambung 139, BK. 45197 dengan rute Kabanjahe – Medan PP, akan tetapi poolnya di Berastagi dan dikelola sendiri oleh Reti Sembiring Gurukinayan.
Selanjutnya, Bapak Pho Siong Liem yang sudah sangat percaya kepada Reti Sembiring Gurukinayan, kembali memberikan bantuan kredit untuk pembelian bus baru 2 (dua) unit pada tahun Chevrolet tahun 1957 dengan nomor lambung PMG 151 dan bus GMC tahun 1957 PMG nomor 150 BK. 15076 (lihat foto di bawah) menjalani trayek Kabanjahe – Medan PP.
Pada tahun yang sama dibeli lagi bus baru Chevrolet tahun 1956 masuk PMG dengan nomor lambung 139, BK. 45197 dengan rute Kabanjahe – Medan PP, akan tetapi poolnya di Berastagi dan dikelola sendiri oleh Reti Sembiring Gurukinayan.
Selanjutnya, Bapak Pho Siong Liem yang sudah sangat percaya kepada Reti Sembiring Gurukinayan, kembali memberikan bantuan kredit untuk pembelian bus baru 2 (dua) unit pada tahun Chevrolet tahun 1957 dengan nomor lambung PMG 151 dan bus GMC tahun 1957 PMG nomor 150 BK. 15076 (lihat foto di bawah) menjalani trayek Kabanjahe – Medan PP.
8. TAHUN 1960
Akan tetapi pada tahun 1960 bus keluaran GMC tahun 1957 karena dianggap tidak sekuat / sebandel merk Chevrolet maka bus ini kemudian dijual dan diganti dengan merk Chevrolet keluaran tahun 1960 (bekas) BK. 34327 dengan tetap memakai nomor lambung 150 dan awal tahun 1961 bus Chevrolet tahun 1957 nomor 151 kembali dijual dan diganti dengan bus Chevrolet tahun 1961 BK. 41923 tetap nomor lambung 151.
Akan tetapi pada tahun 1960 bus keluaran GMC tahun 1957 karena dianggap tidak sekuat / sebandel merk Chevrolet maka bus ini kemudian dijual dan diganti dengan merk Chevrolet keluaran tahun 1960 (bekas) BK. 34327 dengan tetap memakai nomor lambung 150 dan awal tahun 1961 bus Chevrolet tahun 1957 nomor 151 kembali dijual dan diganti dengan bus Chevrolet tahun 1961 BK. 41923 tetap nomor lambung 151.
Foto Bus PMG (Perusahaan Motor Gunung) nomor lambung 150 tahun 1957 merek GMC buatan Amerika Serikat BK. 15076 yang menjalani trayek Kabanjahe – Medan, cikal bakal PO. Sinabung Jaya dikemudian hari. |
Pada awal tahun 1961 keluar peraturan
pemerintah tentang larangan perusahaan untuk memonopoli jasa angkutan
penumpang termasuk dalam jasa layanan bus penumpang. Pada saat itu karena perusahaan otobus Usaha Nasional PMG (Perusahaan Motor Gunung)
itu telah memiliki anggota maupun armada ratusan unit, maka dengan sendirinya harus dipecah menjadi beberapa perusahaan jasa angkutan
bus.
Dengan demikian tidak akan terjadi monopoli dalam pelayanan jasa angkutan di Propinsi Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Karo dan sekitarnya. Sedangkan pada waktu itu, disamping perusahaan otobus “Usaha Nasional PMG” juga sudah ada perusahaan otobus seperti PT. Maspersada yang sebagian besar armadanya menjalani trayek dari Kotacane (Aceh Tenggara) dan Sidikalang (Kabupaten Karo) dan PO. Permosi (Kabanjahe – Pematang Siantar) tidak dibubarkan karena pada waktu itu jumlah armadanya tidak sebesar jumlah armada perusahaan otobus “Usaha Nasional PMG” yang sudah hamper mencapai 200 an armada. Sebagai ilustrasi pada waktu itu nomor lambung yang diberikan pada otobusnya sesuai dengan jumlah armada yang sudah ada, dimana sebagai salah satu contoh pemilik perusahaan otobus PMG Kompeni Bangun telah memiliki armada bus dengan nomor lambung 180 sesuai dengan jumlah armada pada waktu itu. Tidak seperti dewasa ini nomor lambung yang dicantumkan pada armadanya pada perusahaan otobus tidak menunjukkan jumlah armada yang sebenarnya.
Dengan demikian tidak akan terjadi monopoli dalam pelayanan jasa angkutan di Propinsi Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Karo dan sekitarnya. Sedangkan pada waktu itu, disamping perusahaan otobus “Usaha Nasional PMG” juga sudah ada perusahaan otobus seperti PT. Maspersada yang sebagian besar armadanya menjalani trayek dari Kotacane (Aceh Tenggara) dan Sidikalang (Kabupaten Karo) dan PO. Permosi (Kabanjahe – Pematang Siantar) tidak dibubarkan karena pada waktu itu jumlah armadanya tidak sebesar jumlah armada perusahaan otobus “Usaha Nasional PMG” yang sudah hamper mencapai 200 an armada. Sebagai ilustrasi pada waktu itu nomor lambung yang diberikan pada otobusnya sesuai dengan jumlah armada yang sudah ada, dimana sebagai salah satu contoh pemilik perusahaan otobus PMG Kompeni Bangun telah memiliki armada bus dengan nomor lambung 180 sesuai dengan jumlah armada pada waktu itu. Tidak seperti dewasa ini nomor lambung yang dicantumkan pada armadanya pada perusahaan otobus tidak menunjukkan jumlah armada yang sebenarnya.
Pemerintah melalui instansi terkait pada
waktu itu memberi kesempatan kepada rakyat Indonesia secara perorangan
yang telah memiliki beberapa unit angkutan kendaraan bermotor untuk
mendirikan usaha angkutan perorangan dalam bidang jasa angkutan umum. Dalam waktu yang singkat, didaerah tersebut kemudian bermunculan puluhan
perusahaan otobus baru perorangan karena kemudahan yang diberikan
pemerintah pada waktu itu untuk mendapatkan ijin mendirikan perusahaan
otobus perorangan.
Peluang ini jelas dimanfaatkan oleh Reti Sembiring Gurukinayan, yang pada waktu itu telah memiliki 6 (enam) unit armada yang memenuhi syarat untuk mendirikan perusahaan otobus perorangan, yang menjadi masalah pada waktu itu apa nama merk perusahaan otobus yang akan didirikan Reti Sembiring Gurukinayan (Pa Kueteh), sedangkan beliau harus dengan segera mengajukan permohonan kepada instansi terkait agar segera dapat diproses dan diberi ijin trayeknya.
Peluang ini jelas dimanfaatkan oleh Reti Sembiring Gurukinayan, yang pada waktu itu telah memiliki 6 (enam) unit armada yang memenuhi syarat untuk mendirikan perusahaan otobus perorangan, yang menjadi masalah pada waktu itu apa nama merk perusahaan otobus yang akan didirikan Reti Sembiring Gurukinayan (Pa Kueteh), sedangkan beliau harus dengan segera mengajukan permohonan kepada instansi terkait agar segera dapat diproses dan diberi ijin trayeknya.
Foto Alm.Drs. Kueteh Sembiring Gurukinayan, Penggagas Merk “ Sinabung Jaya” Anak Sulung Alm. Reti Sembiring Gurukinayan & Almh. Releng br Sitepu |
Dalam suasana kebingungan tersebut, beliau meminta pendapat anak
sulungnya Kueteh Sembiring untuk membantunya dalam menetukan nama
perusahaannya. Apalagi beliau tidak pernah mempunyai cita-cita pada
suatu saat akan memiliki nama perusahaaan sendiri dan dikelola sendiri
dan diawasi sendiri. Karena pada waktu itu sudah memiliki bus sendiri
dan dapat bergabung dengan PO. PMG sudah cukup baginya, karena memang
hanya demikianlah yang dicita-citakan selama ini, akan tetapi Allah Bapa
di surga memberi lebih dari pada yang dicita-citakannya selama ini.
Dalam menentukan nama perusahaan otobus
baru tersebut terdapat usulan dari Rustam Efendi Sitepu cucu Sepit
Sitepu yang baru pindah dari Jakarta ke Medan, mengusulkan agar nama
perusahaan tersebut diberi nama “Primo” karena memiliki nilai histories
yang menurut dia cocok untuk diabadikan. Hal ini menurutnya tidak
terlepas dari sejarah perjuangan beliau dalam mewujudkan cita-citanya,
dimana bus yang sekarang dimiliki Reti Sembiring Gurukinayan sebagian
besar berasal dari hasil penjualan jeruk di Gurukinayan maupun ladang
Lembub milik Sepit Sitepu di Berastepu yang tidak lain adalah
mertua dari Reti Sembiring Gurukinayan. Akan tetapi anak tertuanya
Kueteh Sembiring Gurukinayan mempunyai pandangan lain dengan mengusulkan
agar diberi nama “Sinabung” dengan pertimbangan pada waktu
pertama kali ayahnya memiliki truk sudah diberi nama Sinabun (bukan
Sinabung) dengan logo buah “Nenas” di lambung bagian kanan dan kiri,
disamping itu Reti Sembiring Gurukinayan dilahirkan dan dibesarkan di
kampung Gurukinayan, yang letaknya persis di bawah gunung Sinabung. Agar
nama tersebut bersifat komersil maka perlu disempurnakan lebih lanjut
sehingga lebih mudah diingat oleh masyarakat utamanya pengguna jasa
anggutan penumpang tersebut dikemudian hari.
Terdapat dua alternatif pada waktu itu untuk menentukan nama perusahaan yaitu “Sinabung Raya” atau “Sinabung Jaya”. Kata “Raya” atau Great merupakan kata sifat yang menerangkan arti besar seperti hari raya, jalan raya, Jakarta Raya atau merayakan yang berarti memperingati pristiwa penting. Sedangkan kalau kata “Jaya” atau Victorious kata sifat yang berarti menang atau selalu bernasib baik, hebat, untung, sukses, selalu unggul atau selalu berhasil atas segala yang direncanakan dan dikerjakan (lihat kamus Bahasa Indonesia). Oleh sebab itu kata Jaya ini dapat diperluas pengertiannya adalah kemampuan yang dinamis yang dapat membaca perubahan yang ada disekelililingnya sehingga jauh hari dapat mengantisipasi perubahan tersebut sehingga eksistensinya dapat dipertahankan dan dikembangkan dikemudian hari.
Setelah menerima masukan dari beberapa keluarga termasuk Budi Singarimbun dan atas usulan Kueteh Sembiring Gurukinayan sebagai anak tertuanya akhirnya Reti Sembiring Gurukinayan memutuskan mendirikan perusahaan otobus perorangan bernama “PO. Sinabung Jaya” pada tanggal 01 April 1961 yang beralamat di Gang Usaha Tani, Jl. Veteran, Berastagi, Kabupaten Karo di Sumatera Utara, tempat tinggal Reti Sembiring Gurukinayan beserta keluarganya.
Untuk mengurus izin usaha termasuk ijin trayek PO. Sinabung Jaya kepada instansi terkait, Kueteh Sembiring Gurukinayan menugaskan Budi Singarimbun anak tunggal dari saudara perempuan ayahnya bernama ibu Bantamuli Sembiring Gurukinayan yang dipersunting oleh Bagin Singarimbun dari Temburun.
Pertama kali PO. Sinabung Jaya mendapat ijin trayek dari pemerintah sebagai berikut :
Terdapat dua alternatif pada waktu itu untuk menentukan nama perusahaan yaitu “Sinabung Raya” atau “Sinabung Jaya”. Kata “Raya” atau Great merupakan kata sifat yang menerangkan arti besar seperti hari raya, jalan raya, Jakarta Raya atau merayakan yang berarti memperingati pristiwa penting. Sedangkan kalau kata “Jaya” atau Victorious kata sifat yang berarti menang atau selalu bernasib baik, hebat, untung, sukses, selalu unggul atau selalu berhasil atas segala yang direncanakan dan dikerjakan (lihat kamus Bahasa Indonesia). Oleh sebab itu kata Jaya ini dapat diperluas pengertiannya adalah kemampuan yang dinamis yang dapat membaca perubahan yang ada disekelililingnya sehingga jauh hari dapat mengantisipasi perubahan tersebut sehingga eksistensinya dapat dipertahankan dan dikembangkan dikemudian hari.
Setelah menerima masukan dari beberapa keluarga termasuk Budi Singarimbun dan atas usulan Kueteh Sembiring Gurukinayan sebagai anak tertuanya akhirnya Reti Sembiring Gurukinayan memutuskan mendirikan perusahaan otobus perorangan bernama “PO. Sinabung Jaya” pada tanggal 01 April 1961 yang beralamat di Gang Usaha Tani, Jl. Veteran, Berastagi, Kabupaten Karo di Sumatera Utara, tempat tinggal Reti Sembiring Gurukinayan beserta keluarganya.
Untuk mengurus izin usaha termasuk ijin trayek PO. Sinabung Jaya kepada instansi terkait, Kueteh Sembiring Gurukinayan menugaskan Budi Singarimbun anak tunggal dari saudara perempuan ayahnya bernama ibu Bantamuli Sembiring Gurukinayan yang dipersunting oleh Bagin Singarimbun dari Temburun.
Pertama kali PO. Sinabung Jaya mendapat ijin trayek dari pemerintah sebagai berikut :
- Gurukinayan – Kabanjahe/ Berastagi Pekan-Pekan.
- Berastepu – Kabanjahe/ Berastagi Pekan-Pekan.
- Gurukinayan – Medan PP (Pulang Pergi).
- Berastepu – Medan PP
- Kabanjahe – Medan PP
Seperti sudah dijelaskan diatas, pemberian
nama perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya pada armada yang dimiliki Reti
Sembiring Gurukinayan mempunyai makna historis yang melekat bagi
dirinya. Dimana nama Sinabung mempunyai arti yang cukup besar dalam
perjalanan hidupnya dan pengembangan dirinya mulai sebagai kernet di
jaman Belanda tahun 1930-an kemudian menjadi supir pada jaman yang sama
dan akhirnya memiliki bus sebanyak 6 (enam) unit. Pertama beliau
dilahirkan dan dibesarkan di kampung Gurukinayan yang lokasinya persis
di bawah gunung Sinabung, dan kedua kampung tersebut menjadi salah satu
tujuan wisata bagi penggemar olah raga mendaki gunung (hiking)
disamping Lau Kawar sebagai pintu masuk dan keluar bagi orang
pendaki gunung Sinabung maupun sekedar untuk rekreasi. Ketiga nama
gunung Sinabung cukup dikenal tidak hanya di daerah Kabupaten Karo atau
pulau Sumatera tapi juga manca negara, dimana karena gunung Sinabung
dapat dilihat sangat jelas dari puncak Gundaling Berastagi yang sejak jaman penjajahan Belanda sudah menjadi salah satu tujuan
wisata tidak hanya domestik tapi juga manca Negara sehingga nama
tersebut tidak asing bagi wisatawan domestic maupun mancanegara.
Keempat, pertama kali beliau memiliki mobil truk telah diberi nama
Sinabun (bukan Sinabung) dengan pencantuman logo Nenas di bagian lambung
kanan dan kiri. Mengenai pemberian logo “ Nenas “ agak membingungkan
karena kampung Gurukinayan hasil utama kebun rakyat pada waktu itu
utamanya adalah jeruk siam, dan bukan nenas. Tapi kemungkinan karena
selama bekerja sebagai kernek maupun supir pada waktu itu beliau sering
ke daerah Simalungun (Pematang Siantar) dimana sepanjang jalan dari
Kabanjahe ke Pematang Siantar banyak terlihat perkebunan rakyat yang
menanam “nenas” sehingga sewaktu beliau mempunyai armada sendiri ingin
mencantumkankannya di lambung busnya. Kelima, gunung Sinabung adalah
salah satu gunung yang bentuknya sangat indah dan mirip dengan
gunung Fujiyama di Jepang, yang sampai sekarang tetap setia memberikan
manfaat yang cukup besar kepada daerah sekelilingnya sehingga tanah
disekeliling gunung tersebut sangat subur dan dapat ditanami dengan
aneka tanaman untuk daerah pegunungan, sehingga beliau ingin
mempromosikan nama gunung tersebut melalui perusahaan otobus yang dengan
setia akan tetap menjalani trayek dari disekitar gunung tersebut
kedaerah lain diluar Kabupate Karo, paling tidak dengan memakai nama
gunung tersebut masyarakat pengguna jasa angkutan tersebut langsung
mengetahui bahwa arah perjalanan bus tersebut pasti arahnya ke Kabanjahe
sebagai ibu kota Kabupaten Karo.
Melihat peran gunung Sinabung yang cukup besar dalam memakmurkan rakyat disekitarnya dan tidak hanya pada dirinya sendiri maka terispirasi baginya dengan usulan dari anak sulungnya Kueteh Sembiring Gurukinayan untuk mendirikan dan menjalankan usaha angkutan dengan nama / merk dagang PO. Sinabung Jaya yang berdomisili di Gang Usaha Tani, Jalan Veteran Berastagi sekaligus tempat tinggalnya dengan istri dan ke sembilan anaknya, dengan harapan perusahaan tersebut akan jaya dan dapat dikembangkan dan dilanjutkan para ahli warisnya (istri dan kesembilan anaknya) dikemudian hari, seperti apa yang dicita-citakan selama ini sewaktu beliau masih menjadi kernek bus.
Mengingat pada waktu itu tahun 1961 banyak bermunculan Perusahaan Otobus di pulau Sumatera khususnya Sumatera Utara dengan beraneka macam cat dan logo yang ditonjolkan pada lambung busnya, maka tidak ketinggalan perusahaan otobus yang ada di daerah Kabupaten Karo. Untuk logo perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya ditetapkan “gambar gunung Sinabung” sesuai dengan nama perusahannya yang posisinya dilihat dari daerah kampung Beganding (lihat foto gunung tersebut pada halaman X didepan), seberang gunung tersebut atau kira-kira 5 (lima) km sebelum mencapai kampung Gurukinayan. Kebetulan pada waktu itu keluarga memiliki foto gunung Sinabung yang telah diberi bingkai yang telah cukup lama dipajang diruang tamu rumahnya, dan logo gunung Sinabung ditampilkan dibagian kanan dan kiri lambung bus bagian tengah antara kata PO. Sinabung dengan kata Jaya. Sedangkan untuk warna cat body lebih dominan berwarna hijau daun sesuai dengan alam pegunungan Kabupaten Karo yang serba hijau karena tanahnya yang sangat subur dibandingkan dengan daerah sekitarnya, dan sebagian bagian depan/ kap busnya diberi warna biru laut yang menggambarkan udara yang sejuk, segar dan bersih. Bagian samping body kanan dan kiri diberi garis/ list dari bagian depan (dibawah jendela terdepan) sampai kebagian jendela paling belakang selebar 10 cm berwarna kuning, yang berarti pengemudinya harus selalu waspada dan hati-hati dalam menjalankan bus sehingga tidak akan mengancam keselamatan penumpangnya. Kemudian list warna kuning tersebut dijepit list berwarna merah pada bagian atas dan berwarna putih pada bagian bawah sama dengan bendera Negara kita Merah Putih, gagah dan berani, sedangkan untuk merk dan nomor lambung berwarna putih dan list merah.
Sebagai ilustrasi pada waktu itu beberapa perusahaan otobus di Kabupaten Tanah Karo adalah sebagai berikut :
Melihat peran gunung Sinabung yang cukup besar dalam memakmurkan rakyat disekitarnya dan tidak hanya pada dirinya sendiri maka terispirasi baginya dengan usulan dari anak sulungnya Kueteh Sembiring Gurukinayan untuk mendirikan dan menjalankan usaha angkutan dengan nama / merk dagang PO. Sinabung Jaya yang berdomisili di Gang Usaha Tani, Jalan Veteran Berastagi sekaligus tempat tinggalnya dengan istri dan ke sembilan anaknya, dengan harapan perusahaan tersebut akan jaya dan dapat dikembangkan dan dilanjutkan para ahli warisnya (istri dan kesembilan anaknya) dikemudian hari, seperti apa yang dicita-citakan selama ini sewaktu beliau masih menjadi kernek bus.
Mengingat pada waktu itu tahun 1961 banyak bermunculan Perusahaan Otobus di pulau Sumatera khususnya Sumatera Utara dengan beraneka macam cat dan logo yang ditonjolkan pada lambung busnya, maka tidak ketinggalan perusahaan otobus yang ada di daerah Kabupaten Karo. Untuk logo perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya ditetapkan “gambar gunung Sinabung” sesuai dengan nama perusahannya yang posisinya dilihat dari daerah kampung Beganding (lihat foto gunung tersebut pada halaman X didepan), seberang gunung tersebut atau kira-kira 5 (lima) km sebelum mencapai kampung Gurukinayan. Kebetulan pada waktu itu keluarga memiliki foto gunung Sinabung yang telah diberi bingkai yang telah cukup lama dipajang diruang tamu rumahnya, dan logo gunung Sinabung ditampilkan dibagian kanan dan kiri lambung bus bagian tengah antara kata PO. Sinabung dengan kata Jaya. Sedangkan untuk warna cat body lebih dominan berwarna hijau daun sesuai dengan alam pegunungan Kabupaten Karo yang serba hijau karena tanahnya yang sangat subur dibandingkan dengan daerah sekitarnya, dan sebagian bagian depan/ kap busnya diberi warna biru laut yang menggambarkan udara yang sejuk, segar dan bersih. Bagian samping body kanan dan kiri diberi garis/ list dari bagian depan (dibawah jendela terdepan) sampai kebagian jendela paling belakang selebar 10 cm berwarna kuning, yang berarti pengemudinya harus selalu waspada dan hati-hati dalam menjalankan bus sehingga tidak akan mengancam keselamatan penumpangnya. Kemudian list warna kuning tersebut dijepit list berwarna merah pada bagian atas dan berwarna putih pada bagian bawah sama dengan bendera Negara kita Merah Putih, gagah dan berani, sedangkan untuk merk dan nomor lambung berwarna putih dan list merah.
Sebagai ilustrasi pada waktu itu beberapa perusahaan otobus di Kabupaten Tanah Karo adalah sebagai berikut :
No.
|
Nama Perusahaan
|
L o g o
|
Pemilik
|
1.
|
PO. Burung Nuri
|
Burung Nuri
|
Peranging Angin (Sukatendel)
|
2.
|
PO. Djendaras
|
Motor Bukit (Bukit)
|
|
3.
|
PO. Liberty
|
Patung Liberty USA
|
Kancam Tarigan (Mbetong)
|
4.
|
PO. Pinem
|
-
|
Nomen Pinem (Juhar)
|
5.
|
PO. Saudara
|
Salam Tangan
|
Raja Oekum S. Meliala (Tanjung)
|
6.
|
PO. Sebayang
|
-
|
Caboh Sebayang (Tigabinanga)
|
7.
|
PO. Sigantang Sira
|
-
|
Merhat Tarigan Girsang (Kacaribu)
|
8.
|
PO. Selamat Jalan
|
Buah Jeruk
|
Ulbah Ginting (Kutabuluh)
|
9.
|
PO. Selamat Kerja
|
Jabatan Tangan
|
Nasuni Karo-Karo Kacaribu (Kuta Buluh)
|
10.
|
PO. Selian
|
-
|
Jamulia Sinulingga (Tigabinanga)
|
11.
|
PO. Sinabung Jaya
|
Gunung Sinabung
|
Reti Sembiring Gurukinayan (Gurukinayan)
|
12.
|
PO. Sukamulia
|
||
13.
|
PO. Sutera
|
Pisang Sesisir
|
Kumpul Perangin-Angin (Sukatendel)
|
14.
|
PO. Swief
|
Burung Terbang
|
Pa Wilem Tarigan (Batu Karang)
|
15.
|
PO. Tani
|
Buah Nenas
|
Koran Karo-Karo (Kutabuluh)
|
Sebagai bahan informasi, PO. Selamat Jalan
milik Ulbah Ginting dari Kutabuluh yang memakai logo “Buah Jeruk”, pada
waktu masih bergabung dalam perusahaan otobus PMG memiliki salah satu
armada PMG dengan nomor lambung 180 dengan trayek Kutabuluh – Medan PP.
Sedangkan khusus untuk angkutan pedesaan/ antar kota dalam Kabupaten Karo adalah PO. Djendaras dengan trayek Tigapanah – Kabanjahe; PO. Sukamulia trayek Suka – Kabanjahe/ Pekan-Pekan. PO. Djendaras dengan trayek Bukit-Tigapanah-Kabanjahe, PO. Sigantang Sira melayani trayek Berastagi – Kabanjahe dan lain sebagainya. Khusus untuk merk Sigantang Sira pada waktu itu menurut yang empunya cerita karena rutenya (pendek / jarak dekat) hanya antara kota Berastagi ke kota Kabanjahe PP yang berjarak 11 (sebelas) Km , ongkosnya pada waktu itu mungkin sebanding dengan harga segantang garam.
Sedangkan khusus untuk angkutan pedesaan/ antar kota dalam Kabupaten Karo adalah PO. Djendaras dengan trayek Tigapanah – Kabanjahe; PO. Sukamulia trayek Suka – Kabanjahe/ Pekan-Pekan. PO. Djendaras dengan trayek Bukit-Tigapanah-Kabanjahe, PO. Sigantang Sira melayani trayek Berastagi – Kabanjahe dan lain sebagainya. Khusus untuk merk Sigantang Sira pada waktu itu menurut yang empunya cerita karena rutenya (pendek / jarak dekat) hanya antara kota Berastagi ke kota Kabanjahe PP yang berjarak 11 (sebelas) Km , ongkosnya pada waktu itu mungkin sebanding dengan harga segantang garam.
Disamping itu, walaupun perusahaan “Usaha
Nasional PMG (Perusahaan Motor Gunung)” yang selama ini berdomisili di
Kabanjahe Kabupaten Karo dibubarkan oleh pemerintah, usaha tersebut
masih dilanjutkan oleh pengusaha yang berdomisili di Kabupaten Deli
Serdang (Pancurbatu) dengan mendirikan perusahaan otobus “PMG Deli
Hulu” yang trayeknya antara lain Medan – Pancurbatu PP.
Pada awal waktu PO. Sinabung Jaya mulai didirikan pada tanggal 1 April 1961, jumlah armada yang dimiliki sebanyak 6 (enam) unit bus yaitu : bus PMG nomor 121 menjadi PO. Sinabung Jaya no. 2, PMG 36 menjadi Sinabung Jaya no. 4, PMG 129 menjadi Sinabung Jaya no.1, PMG 139 menjadi Sinabung Jaya 3, PMG 150 menjadi Sinabung Jaya 5 dan PMG 151 menjadi Sinabung Jaya no. 6, untuk jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 1 dibawah.
Keluarga mengakui bahwa karena bantuan Bapak Pho Siong Liem serta berkat dari Allah Bapa lah maka beliau dapat menambah jumlah armadanya yang pada awalnya sudah ada sebanyak 6 (enam) unit.
Hubungan baik secara bisnis maupun secara kekeluargaan semasa hidupnya tetap dibina dan dipertahankan oleh Reti Sembiring Gurukinayan dengan Bapak Pho Siong Liem. Kepercayaan untuk mendapatkan bantuan kredit dalam pengadaan bus oleh Bapak Pho Siong Liem tetap dijaga dan dipelihara tidak pernah disalah gunakan atau dipergunakan untuk keperluan lainnya.
Pada awal waktu PO. Sinabung Jaya mulai didirikan pada tanggal 1 April 1961, jumlah armada yang dimiliki sebanyak 6 (enam) unit bus yaitu : bus PMG nomor 121 menjadi PO. Sinabung Jaya no. 2, PMG 36 menjadi Sinabung Jaya no. 4, PMG 129 menjadi Sinabung Jaya no.1, PMG 139 menjadi Sinabung Jaya 3, PMG 150 menjadi Sinabung Jaya 5 dan PMG 151 menjadi Sinabung Jaya no. 6, untuk jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 1 dibawah.
Keluarga mengakui bahwa karena bantuan Bapak Pho Siong Liem serta berkat dari Allah Bapa lah maka beliau dapat menambah jumlah armadanya yang pada awalnya sudah ada sebanyak 6 (enam) unit.
Hubungan baik secara bisnis maupun secara kekeluargaan semasa hidupnya tetap dibina dan dipertahankan oleh Reti Sembiring Gurukinayan dengan Bapak Pho Siong Liem. Kepercayaan untuk mendapatkan bantuan kredit dalam pengadaan bus oleh Bapak Pho Siong Liem tetap dijaga dan dipelihara tidak pernah disalah gunakan atau dipergunakan untuk keperluan lainnya.
Tabel. 1
Jumlah Armada PO. SINABUNG JAYA
Tahun 1964
Jumlah Armada PO. SINABUNG JAYA
Tahun 1964
No. Lambung
|
Tahun Pembuatan
|
No.Polisi
|
Trayek
|
Penanggung Jawab
|
1
|
1961
|
BK 41923
|
Berastepu – Medan PP
|
Rekat S. Gurukinayan
|
2
|
1953
|
BK 17469
|
Berastepu – Pekan Pekan
|
Rekat S. Gurukinayan
|
3
|
1956
|
BK 45197
|
Gurukinayan-Pekan Pekan
|
Tabas Surbakti
|
4
|
1950
|
BK 44980
|
Gurukinayan-Pekan Pekan
|
Tabas Surbakti
|
5
|
1956
|
BK 30260
|
Kabanjahe – Medan PP
|
Reti S. Gurukinayan
|
6
|
1960
|
BK 34327
|
Gurukinayan – Medan PP
|
Tabas Surbakti
|
Hubungan kekeluargaan dengan Bapak Pho
Siong Liem dari tahun ke tahun tetap dapat dipertahankan dengan baik antara lain dengan cara setiap menjelang hari Raya Imlek,
Reti Sembiring Gurukinayan tidak pernah lupa untuk membawa sayur
mayur dan buah-buahan yang terbaik yang dihasilkan di
Kabupaten Karo untuk di bawa ke rumah keluarga Bapak Pho Song Liem
sebagai wujud ucapan terima kasih atas bantuan dan bimbingan beliau pada
keluarga ini yang salah satunya hanya dapat dilakukan dengan cara
tersebut.
Kalau di hitung nilai oleh-oleh yang dibawa dari Berastagi ke Medan tidak sebanding dengan oleh-oleh yang diberikan kembali oleh Bapak Pho Siong Liem kepada Reti Sembiring Gurukinayan. Dimana dari Medan diberikan oleh-oleh untuk keluarganya antara lain makanan dan minuman yang akan disajikan pada perayaan tersebut. Disamping itu karena hubungan keluarga yang begitu baik, Bapak Pho Siong Liem sering memberi hadiah kepada Reti Sembiring Gurukinayan apabila baru pulang dari luar negeri seperti sepatu buatan Inggris (England), rokok dalam kaleng 555, kemeja, pulpen dan lain sebagainya dari merk terkenal pada waktu itu. Tapi karena semasa hidupnya sederhana dan bersahaja, maka barang – barang tersebut hanya jadi pajangan termasuk sepatu hanya dipakai kalau sedang menemui beliau atau keinstansi pemerintah. Demikian juga rokok 555 dalam kaleng hanya dipajang dilemari berbulan-bulan dan tidak pernah dirokok, karena pada masa itu beliau sangat menyenangi rokok merk “Peace” yang bungkusnya berwarna kuning.
Kalau di hitung nilai oleh-oleh yang dibawa dari Berastagi ke Medan tidak sebanding dengan oleh-oleh yang diberikan kembali oleh Bapak Pho Siong Liem kepada Reti Sembiring Gurukinayan. Dimana dari Medan diberikan oleh-oleh untuk keluarganya antara lain makanan dan minuman yang akan disajikan pada perayaan tersebut. Disamping itu karena hubungan keluarga yang begitu baik, Bapak Pho Siong Liem sering memberi hadiah kepada Reti Sembiring Gurukinayan apabila baru pulang dari luar negeri seperti sepatu buatan Inggris (England), rokok dalam kaleng 555, kemeja, pulpen dan lain sebagainya dari merk terkenal pada waktu itu. Tapi karena semasa hidupnya sederhana dan bersahaja, maka barang – barang tersebut hanya jadi pajangan termasuk sepatu hanya dipakai kalau sedang menemui beliau atau keinstansi pemerintah. Demikian juga rokok 555 dalam kaleng hanya dipajang dilemari berbulan-bulan dan tidak pernah dirokok, karena pada masa itu beliau sangat menyenangi rokok merk “Peace” yang bungkusnya berwarna kuning.
Hanya pulpen merk “Parker” pemberian Bapak
Pho Siong Liem yang dipakai untuk sehari-hari, dimana tanda tangan
beliau sangat sederhana cukup menuliskan nama “Reti” pada semua dokumen
yang berhubungan pengelolaan perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya pada
waktu itu, maklum beliau awalnya adalah buta aksara karena memang tidak
pernah mengikuti pendidikan formi di bangku Sekolah Dasar, akan tetapi karena kemauan keras beliau untuk masa
depannya dan keluarganya beliau secara otodidak akhirnya dapat
membaca, menulis maupun benghitung sehingga tidak menemui kendala
dalam mengelola perusahaanya PO. Sinabung Jaya.
Hadiah-hadiah lainya tetap beliau pelihara sepanjang hidupnya antara lain sepatu buatan England berwarna coklat muda jarang beliau pergunakan, demikian baju Arrow pemberian Bapak Pho Siong Liem yang umumnya berwarna putih (warna kesayangan beliau) baru dipakai kalau ada acara penting maupun keperluan menemui Bapak Pho Siong Liem. Sedangkan kesehariannya beliau cukup memakai baju sederhana kerah baju santai dan celana drill berwarna cream atau putih yang tidak pernah berubah sejak beliau masih sebagai kernek maupun supir di jaman Belanda maupun jaman Jepang. Gaya hidup tersebut dapat ditanamkan pada semua anak anaknya tidak terkecuali Arnem Sembiring Gurukinayan anak ke empatnya.
Hadiah-hadiah lainya tetap beliau pelihara sepanjang hidupnya antara lain sepatu buatan England berwarna coklat muda jarang beliau pergunakan, demikian baju Arrow pemberian Bapak Pho Siong Liem yang umumnya berwarna putih (warna kesayangan beliau) baru dipakai kalau ada acara penting maupun keperluan menemui Bapak Pho Siong Liem. Sedangkan kesehariannya beliau cukup memakai baju sederhana kerah baju santai dan celana drill berwarna cream atau putih yang tidak pernah berubah sejak beliau masih sebagai kernek maupun supir di jaman Belanda maupun jaman Jepang. Gaya hidup tersebut dapat ditanamkan pada semua anak anaknya tidak terkecuali Arnem Sembiring Gurukinayan anak ke empatnya.
Akan tetapi pada tanggal 21 September 1964,
hampir 3 (tiga) tahun setelah beliau mendirikan PO. Sinabung Jaya pada
usianya yang ke 60 tahun, hari Sabtu jam 06.15 pagi Reti Sembiring
Gurukinayan dipanggil oleh Allah Bapa di Sorga di rumahnya di Gang Usaha
Tani, jl. Veteran Brastagi tempat tinggalnya bersama keluarga yang
sekaligus sebagai kantor perusahaan otobusnya PO. Sinabung Jaya. Pada
siang itu juga Bapak Pho Siong Liem secara khusus datang melayat dari
Medan ke rumah duka beserta ibu pada jam 13.00.
Keesokan harinya tanggal 22 September 1964
jam 09.00 pagi jenajahnya dibawa ke Gurukinayan dengan diiringi keluarga
serta seluruh armada PO. Sinabung Jaya sebagai penghormatan terakhir
kepada pemiliknya, dan selanjutnya disemayam-kan satu malam di rumah
adat almarhum “Waluh Jabu” (rumah adat batak Karo dimana satu rumah
besar dihuni oleh delapan kepala keluarga baik dari pihak
kalimbubu maupun anak beru yang letaknya ditentukan oleh
kedudukan masing-masing kepala keluarga didalam adat Karo), sambil
menunggu acara adat keesokan harinya tetap dilakukan acara yang ada di
adat Batak Karo dengan diringi alat musik tradisonal sampai pada tengah
malam.
Pada malam harinya, karena masyarakat batak Karo masih banyak yang menganut kepercayaan animisme pada waktu itu, termasuk almarhum Reti Sembiring Gurukinayan maka atas permintaan keluarga baik dari pihak sukut ( Sembiring Gurukinayan) anak beru maupun kalimbubu, diadakanlah acara “ Perumah Begu” (acara memanggil kembali roh almarhum termasuk semua leluhurnya) melalui media Guru Perbegu (Dukun) secara bergantian dari satu roh ke roh lainnya sampai pada menjelang pagi hari. Inti dari pesan almarhum pada waktu itu berupa nasihat-nasihat yang pernah almarhum sampaikan maupun yang belum sempat disampaikan semasa hidupnya (antara lain cara pengelolaan ataupun cara pembagian yang adil kalau memang perlu segera dibagi oleh ahli waris terhadap harta warisan yang ditinggalkan almarhum) melalui media Guru Perbegu kepada seluruh keluarga yang ditinggalkannya yang diberikan secara berurutan kepada istri dan seluruh anak yang ditinggalkannya termasuk keluarga lainnya.
Pada malam harinya, karena masyarakat batak Karo masih banyak yang menganut kepercayaan animisme pada waktu itu, termasuk almarhum Reti Sembiring Gurukinayan maka atas permintaan keluarga baik dari pihak sukut ( Sembiring Gurukinayan) anak beru maupun kalimbubu, diadakanlah acara “ Perumah Begu” (acara memanggil kembali roh almarhum termasuk semua leluhurnya) melalui media Guru Perbegu (Dukun) secara bergantian dari satu roh ke roh lainnya sampai pada menjelang pagi hari. Inti dari pesan almarhum pada waktu itu berupa nasihat-nasihat yang pernah almarhum sampaikan maupun yang belum sempat disampaikan semasa hidupnya (antara lain cara pengelolaan ataupun cara pembagian yang adil kalau memang perlu segera dibagi oleh ahli waris terhadap harta warisan yang ditinggalkan almarhum) melalui media Guru Perbegu kepada seluruh keluarga yang ditinggalkannya yang diberikan secara berurutan kepada istri dan seluruh anak yang ditinggalkannya termasuk keluarga lainnya.
Rumah adat Karo “Waluh Jabu” (delapan rumah tangga) keluarga almarhum Reti Sembiring di desa Gurukinayan dilhat dari samping |
Acara pemanggilan roh ini tidak hanya
terbatas untuk roh almarhum akan tetapi kepada semua roh keluarga/
leluhurnya yang sudah lebih dulu meninggal dunia yang kata Dukunnya
kebetulan singgah atau ikut nimbrung di rumah Waluh Jabu tempat acara
tersebut dilaksanakan. Pada intinya acara ini hanyalah berupa
nasihat-nasihat melalui media Dukun/ Guru Perbegu , dimana agar semua
anak yang ditinggalkan beserta istrinya harus saling kasih mengasihi
tidak hanya diantara mereka tapi harus “megermet” (peka) atau ikut
segera berpartisipasi dalam setiap kejadian di keluarga besar
Sembiring Gurukinayan, harus “metami” (menyayangi) kepada semua anak
beru (yang menjalankan acara, suami atau keturunan dari saudara
perempuan marga Sembiring Gurkinayan) serta “mehamat” (hormat) kepada
kalimbubu (yang paling dihormati dalam adat Karo dari ayah atau saudara
laki-laki dari pihak ibu) atau pihak istri maupun dari leluhur lainnya
dari keluarga Sembiring Gurukinayan ).
Garasi armada bus PO. Sinabung Jaya disamping Rumah ada “Waluh Jabu” keluarg Almarhum Reti Sembiring di desa Gurukinayan |
Keesokan harinya setelah menabur bunga di
makam almarhum Reti Sembiring Gurukinayan tanggal 24 September 1964 hari
Selasa di rumah “Waluh Jabu” sesuai dengan adat Batak Karo diadakan
runggu (rapat keluarga) yang dilakukan/ dipelopori oleh anak beru untuk
membicarakan berapa biaya maupun utang yang harus di bayar kepada
keluarga yang sudah terlebih dahulu mengeluarkan uang untuk membeli sesuatu yang berhubungan dengan upacara pemakaman
almarhum Reti Sembiring Gurukinayan.
Disamping itu dibicarakan antara keluarga Sembiring Gurukinayan dengan anak berunya dan disaksikan kalimbubu untuk mendata harta warisan yang bergerak maupun tidak bergerak yang ditinggalkan oleh almarhum Reti Sembiring Gurukinayan apakah dibagikan atau tidak.
Disamping itu dibicarakan antara keluarga Sembiring Gurukinayan dengan anak berunya dan disaksikan kalimbubu untuk mendata harta warisan yang bergerak maupun tidak bergerak yang ditinggalkan oleh almarhum Reti Sembiring Gurukinayan apakah dibagikan atau tidak.
Diprakarsai oleh anak tertuanya Kueteh
Sembiring Gurukinayan, semua ahli waris almarhum Reti Sembiring
Gurukinayan berikrardi hadapan bunda Releng br Sitepu, keluarga
besar Sembiring Gurukinayan dan semua saudaranya dan keluarga lainnya, Anak Beru dan disaksikan Kalimbubu, bahwa ahli waris almarhum
tidak akan pernah membagikan atau memindah tangan kan harta yang
ditinggalkan almarhum baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak
termasuk perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya. Dimana harta yang
ditinggalkan oleh almarhum hendaknya dapat lebih dikembangkan dikemudian
hari, yang boleh dibagi adalah hasil dari pengelolaannya
antara lain dari perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya beserta
armadanya dimana jumlah armada seyogyanya diperbesar dan bukan
diperkecil dan hasil sawah/ ladang.
Pada waktu Almarhum Reti Sembiring
Gurukinayan meninggal pada tanggal 21 September 1964, armada bus PO.
Sinabung Jaya yang ditinggalkan sebanyak 6 (enam) unit yang rinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 tersebut di atas.
9. TAHUN 1964
Sepeninggal almarhum Reti Sembiring Gurukinayan (Pa Kueteh), oleh
keluarga maupun masyarakat sekitarnya meramalkan bahwa eksistensi
perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya akan berakhir atau tidak
akan dapat bertahan karena para ahli warisnya khususnya anak-anaknya tidak akan dapat mencontoh cara kerja yang selama ini almarhum lakukan.
Penilaian tersebut tidak salah karena keluarga maupun masyarakat
sekitarnya mengetahui bahwa semasa hidupnya almarhum adalah pekerja yang
sangat gigih dan ulet karena walaupun beliau sudah memiliki 6 (enam)
unit armada PO. Sinabung Jaya. Selama hidupnya Almarhum tidak pernah
segan-segan bertindak sebagai montir dengan pakaian khas montir
yang di Tanah Karo disebut pakaian monyet, karena model terusan
dimana baju bersatu dengan celana, sama dengan pakaian montir pada saat
ini. Bedanya kalau pakaian montir yang sekarang pada umumnya terdapat
logo sponsor untuk promosi produknya, sedangkan pakaian Almarhum
secara khusus dipesan di tukang jahit (Tailor).
Dalam hal perawatan semua armadanya, almarhum menangani sendiri khususnya kerusakan ringan dengan dibantu
oleh supir dan kernetnya, dimana almarhum tidak pernah mau menunda
pekerjaan yang dapat segera diperbaiki di garasi terbuka dan udara yang
sangat dingin di Berastagi kadang-kadang sampai tengah malam agar
keesokan harinya dapat beroperasi kembali. Umumnya supir maupun
kerneknya sudah dapat diandalkan untuk membantu beliau dalam perbaikan
kerusakan ringan (diluar kerusakan mesin), sedangkan untuk perbaikan
kerusakan berat seperti perbaikan mesin dipercayakan kepada montir Eng
Cuan yang rumah model toko (ruko) merangkap bengkelnya dekta stasiun
PO. Sinabung Jaya atau sederetan dengan poliklinik “Darma Bhakti” di
Berastagi. Suatu hari pernah terjadi ketidak cocokan dalam memperbaiki metal mesin, dimana montir Eng Cuan dianggap terlalu
banyak menggerus/ menipiskan bagian metal yang akan dipasang, sehingga
karena terjadi perbedaan pendapat tersebut montir Eng Cuan
menelantarkan mesin tersebut sehingga almarhumlah yang harus menyelesaikannya dengan dibantu supir dan kerneknya merakitnya
kembali sampai bus tersebut dapat dioperasikan kembali.
Penilaian masyarakat maupun keluarga dekat
ada benarnya karena tidak mungkin para ahli waris dapat mewarisi cara
kerja yang telah almarhum lakukan sepanjang hidupnya disamping sebagai
sebagai pengusaha juga sebagai montir busnya. Akan tetapi Allah
Bapa masih memberkati usaha yang ditinggalkan, dimana istrinya
Releng br Sitepu (Nande Kueteh) yang buta aksara dibantu oleh
anak-anaknya yang masih sekolah/ kuliah di Berastagi maupun di Medan
termasuk anak ke empatnya Arnem Sembiring Gurukinayan yang pada waktu
itu sudah menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
tahun ke dua, serta dibantu oleh Rekat Sembiring Guruki-nayan (Pa
Nimpan) untuk bus yang poolnya ada di Berastepu dan Tabas Surbakti (Pa
Bini) untuk bus yang poolnya di Gurukinayan serta bimbingan dan
pengawasan yang dilakukan oleh anak sulungnya Kueteh Sembiring
Gurukinayan yang pada waktu itu menjadi salah satu direktur di PT.
Daya Eka Esa di Medan, sehingga perusahaan otobus tersebut dapat
berkembang dengan baik. Untuk operasional bus yang poolnya di Berastagi
dikelola oleh ibunda Releng br Sitepu termasuk menerima setoran bus yang
poolnya di Gurukinayan dan Berastepu dengan dibantu oleh keluarga
bernama Ukur Barus yang diberi tugas sebagai Kepala Operasional di
Berastagi/ Kabanjahe yang berasal dari Barusjahe yang sehari-harinya
sebagai guru Sekolah Dasar Negeri nomor 4 di Jalan Udara Berastagi serta
ke empat anaknya yang masih sekolah di Berastagi maupun Kabanjahe yaitu
Nuraini br Sembiring Gurukinayan, Rophian Sembiring Gurukinayan, Eriwan
Sembiring Gurukinayan dan Resmond Jaya Sembiring Gurukinayan.
Foto Alm. Arnem Sembiring Gurukinayan,Anak keempat Alm. Reti Sembiring Gurukinayan & Almh. Releng br Sitepu |
Pada tahun 1964 Arnem Sembiring , Budi
Singarimbun dan Rasmi Sembiring yang sudah duduk di Kelas III SMA I
Teladan Medan, telah tinggal di rumah Gang Pasir Nomor 19, Jl. S. Parman
Medan yang dibeli oleh Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan. Sedangkan
anak sulungnya Kueteh Sembiring Gurukinayan juga telah menempati rumah
barunya di Jalan S. Parman Nomor 315 A, atau tepatnya di ujung jalan
Gang Pasir Medan . Kedua rumah tersebut pada waktu itu dapat dibeli
karena bantuan kredit dari Bapak Pho Siong Liem, oleh sebab itu bantuan
beliau kepada keluarga ini (PO. Sinabung Jaya) sangat besar dan tidak
mungkin dapat dibalas dalam bentuk apapapun.
Karena ibunda Releng br Sitepu buta aksara
maka untuk menanda tangani semua dokumen yang berhubungan
dengan perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya sejak tanggal 21
September 1964 menggunakan “Cap Jempol” nya. Akan tetapi penggunaan cap
jempol ini hanya berlangsung hampir selama 10 (sepuluh) tahun, karena
pada pertengahan tahun 1971 keluar peraturan pemerintah tentang larangan
penggunaan cap jempol untuk menandatangani semua dokumen yang
berhubungan dengan perusahaan termasuk untuk dokumen perusahaan otobus
PO. Sinabung Jaya. Agar tidak menghambat urusan administrasi perusahaan,
dan atas pesetujuan dan kesepakatan bersama para ahli waris lainnya
maka urusan administrasi dan pengurusan surat-surat yang berhubungan
dengan kegiatan usaha PO. Sinabung Jaya dilaksanakan oleh Arnem
Sembiring Gurukinayan yang bertindak sebagai kuasa/ atas nama Releng br
Karo selaku Direksi PO. Sinabung Jaya sedangkan pengawasannya tetap
dilakukan oleh Kueteh Sembiring Gurukinayan.
Hubungan keluarga dengan Bapak Pho Siong
Liem tetap berjalan dengan baik walaupun almarhum Reti Sembiring
Gurukinayan telah meninggal dunia, dimana hubungan keluarga maupun
bisnis diteruskan oleh ibunda Releng br Sitepu dengan dibantu oleh anak
sulungnya Kueteh Sembiring Gurukinayan, demikian juga tradisi
yang sudah dirintis Almarhum dari tahun ke tahun dengan membawa
sayur mayur dan buah-buahan yang terbaik dari Berastagi menjelang
Tahun Baru Imlek tetap dilaksanakan dari tahun ke tahun. Sepeninggal
almarhum Reti Sembiring Gurukinayan, atas bantuan Bapak Pho Siong Liem
perusahaan tersebut makin berkembang dan terjadi penggantian armada yang
lebih baru maupun jumlahnya bertambah serta terjadi perluasan trayek
sampai ke Harang Gaol Kabupaten Simalungun
Sampai pada akhir tahun 1970 armada PO.
Sinabung Jaya telah memiliki armada sebanyak 13 (tiga belas) unit yang
semuanya keluaran Chevrolet yang rinciannya dapat lihat pada Tabel 2
tersebut di bawah, yang berarti sejak almarhum Reti Sembiring Gurukinyan
meninggal dunia pada tahun 1964 maka selama kurun waktu 6 (enam) tahun
telah terjadi penambahan armada PO. Sinabung Jaya sebanyak 7 (lihat pada
table 2 di atas). (tujuh) unit, dengan demikian kekhawatiran keluarga
bahwa sepeninggal almarhum PO. Sinabung Jaya tidak akan berkembang
jelas tidak terbukti, karena selama kurun waktu tersebut di atas
telah terjadi penambahan armada lebih dari 100 % dimana 1 (satu) armada
nomor lambung 7 (tujuh) adalah pengganti mobil sedan Almarhum Reti
Sembiring Gurukinayan yang dijual dan ditukar dengan armada tersebut.
Tabel 2
Jumlah Armada PO. Sinabung Jaya
Tahun 1970
Jumlah Armada PO. Sinabung Jaya
Tahun 1970
No. Lam- bung
|
Tahun Pembuatan
|
Trayek
|
Penanggung Jawab
|
1
|
1960
|
Berastepu – Medan PP
|
Rekat S. Gurukinayan
|
2
|
1951
|
Berastepu – Pekan Pekan
|
Rekat S. Gurukinayan
|
3
|
1960
|
Gurukinayan-Pekan Pekan
|
Tabas Surbakti
|
4
|
1950
|
Gurukinayan-Pekan Pekan
|
Tabas Surbakti
|
5
|
1960
|
Kabanjahe – Medan PP
|
Ukur Barus *
|
6
|
1960
|
Gurukinayan – Medan PP
|
Tabas Surbakti
|
7
|
1961
|
Kabanjahe-Medan PP
|
Ukur Barus *
|
8
|
1960
|
Medan-Kabanjahe-H.Gaol PP
|
Arnem Sembiring
|
9
|
1967
|
Kabanjahe- Medan PP
|
Ukur Barus *
|
10
|
1960
|
Gurukinayan- Medan PP
|
Tabas Surbakti
|
11
|
1967
|
Brastepu- Medan PP
|
Rekat S. Gurukinayan
|
12
|
1968
|
Brastepu-Medan PP
|
Rekat S. Gurukinayan
|
13
|
1952
|
Gurukinayan-Pekan Pekan
|
Tabas Surbakti
|
* Kepala Operasional. di Berastagi / Kabanjahe.
Karena alasan tersebut keluarga dapat menerima dengan pertimbangan agar beliau dapat menyenangkan hatinya dalam menjalani masa tuanya, apalagi kegiatannya sebagai supir taxi hanya dilakukan pada waktu luangnya dimana tidak ada busnya yang harus diperbaiki.(lihat photo di atas).
Setelah beliau meninggal dunia, mobil sedan tersebut dijual dan dibelikan gantinya 1 (satu) unit bus pada akhir tahun 1964 merk Chevrolet tahun 1961 ex. jurusan Medan – Takengon yang pada waktu kondisi bus tersebut 90 % sehingga langsung dapat dioperasikan. Bus tersebut sejak dibeli pertama kali oleh pemiliknya hanya beberapa kali menjalani rute tersebut, kemudian dikandangkan karena alasan tidak jelas. Kenderaan tersebut masuk armada PO. Sinabung Jaya dengan nomor lambung 7 (tujuh) tanpa dicat ulang untuk sementara hanya diganti merk PO. Sinabung Jaya dan nomor lambungnya. Sebelum dioperasikan untuk pertama kalinya keluarga berjiarah kekuburan almarhum Reti Sembiring Gurukinayan di kampung Gurukinayan karena setelah almar-hum meninggal baru kali ini terjadi penambahan armada walaupun sebagian uangnya berasal dari hasil penjualan sedannya beberapa waktu yang lalu, kemudian baru keesokan harinya bus tersebut menjalani trayek Kabanjahe – Medan PP (pergi pulang).
Kemudian pada tanggal 30 Agustus 1966 keluarga kembali jiarah ke pusara
ayahanda amarhum Reti Sembiring Gurukinayan karena ada penambahan armada
bus merk Chevrolet tahun 1960 dengan nomor lambung 8 (delapan) yang
juga akan dioperasikan untuk trayek Medan – Kabanjahe, sedangkan poolnya
di Medan.( lihat foto di bawah).
Sedangkan untuk meningkatkan mobilitas Arnem Sembiring Gurukinayan selaku “Kuasa PO. Sinabung Jaya” di Medan yang secara rutin menerima hasil setoran bus yang poolnya di Gurukinayan, Berastepu dan Berastagi, disamping dipergunakan untuk membeli suku cadang bus, perbaikan karoseri serta urusan administrasi perusahaan, uang tersebut dipergunakan untuk membeli JEEP WILIS tahun 1945 nomor polisi BK. 40565. yang dirakit di bengkel dekat jalan Asia Medan, dimana bengkel tersebut pada waktu itu sudah mampu untuk mencetak bodi baru, hanya mesin, chasiss dan lainnya sebagainya dipakai dari ex. Singapore . (lihat foto di bawah).
Sedangkan untuk meningkatkan mobilitas Arnem Sembiring Gurukinayan selaku “Kuasa PO. Sinabung Jaya” di Medan yang secara rutin menerima hasil setoran bus yang poolnya di Gurukinayan, Berastepu dan Berastagi, disamping dipergunakan untuk membeli suku cadang bus, perbaikan karoseri serta urusan administrasi perusahaan, uang tersebut dipergunakan untuk membeli JEEP WILIS tahun 1945 nomor polisi BK. 40565. yang dirakit di bengkel dekat jalan Asia Medan, dimana bengkel tersebut pada waktu itu sudah mampu untuk mencetak bodi baru, hanya mesin, chasiss dan lainnya sebagainya dipakai dari ex. Singapore . (lihat foto di bawah).
Akan tetapi seirama dengan perkembangan
teknologi dan pola permintaan jasa angkutan penumpang oleh masyarakat
khususnya antar kota dari Kabanjahe ke Medan dan sebaliknya terjadilah
perubahan yang cukup derastis pada tahun 1976. Dimana sampai pada tahun
1975 bus keluaran Amerika berbahan bakar bensin (sekarang premium)
merk Chevrolet yang pada waktu itu menguasai pangsa pasar tidak hanya
di Sumatera Utara tapi juga umumnya di Indonesia. Demikian juga halnya
yang terjadi di daerah di Kabupaten Karo dimana daerahnya merupakan
daerah pegunungan yang terletak di Bukit Barisan, jalan kedaerah
tersebut sebagian besar tanjakan dan tikungan yang cukup tajam
sehingga hanya mobil keluaran Amerika lah pada waktu itu yang cukup
handal untuk dapat dipergunakan di daerah tersebut. Walaupun ada juga
yang menggunakan mobil keluaran Jepang berbahan bakar bensin seperti
Toyota dan juga merk Robur buatan Eropah Timur berbahan solar digunakan
oleh PO. Saribu Raja yang menjalani trayek Medan – Haranggaol sama dengan trayekyang dijalani PO. Sinabung Jaya pada waktu itu, tapi
kemampuan mesinnya pada waktu itu masih jauh di bawah bus keluaran
Amerika khususnya Chevrolet yang kekuatan dan kemampuan mesinnya dapat
diandalkan untuk daerah pegunungan.
Akan tetapi seperti yang sudah dijelaskan
di atas, pada awal tahun 1976 terjadi perubahan cukup drastis dengan
dimulai penggantian alat tansportasi dengan menggunakan mobil engkel
(roda empat) keluaran Daihatsu yang juga menggunakan bahan bakar bensin
(premium). Karena mobilnya lebih kecil dengan daya muat sekitar 20 (dua
puluh) penumpang, membuat daya tempuh antara Medan ke Kabanjahe, lebih
singkat walaupun jalannya tanjakan di bandingkan dengan mobil buatan
Amerika dengan kapasitas penumpang sampai dengan 38 (tiga puluhdelapan) penumpang atau hampir dua kali lipat dengan bus kecil
tersebut. Akhirnya pola penumpang antar kota ini berubah dari bus badan
besar ke ke bus badan lebih kecil sehingga bus besar tidak dapat
lagi bersaing dengan bus sedang jarak tempuhnya lebih lama dibandingkan
dengan bus kecil yang lebih lincah untuk daerah pegunungan.
Akibat dari perubahan pola transportasi tersebut satu persatu
perusahaan otobus yang gulung tikar khususnya bagi perusahaan yang
tidak mampu meremajakan bus dengan bus kecil tersebut, termasuk pada
waktu itu PO. Sinabung Jaya yang hampir tidak ada lagi yang menjalani
trayek Kabanjahe Medan pulang pergi. Sedangkan untuk trayek pekan-pekan
masih dapat bertahan karena penumpangnya adalah penumpang tradisionil
karena pada waktu itu belum banyak minibus yang beroperasi di trayek
tersebut.
Mengingat situasi yang tidak menguntungkan tersebut di pelopori oleh keluarga Tabas Surbakti yang dipercayakan untuk mengurus PO. Sinabung Jaya di Kampung Gurukinayan mengambil inisiatif untuk membeli mobil sendiri type engkel merk Daihatsu berbahan baku bensin untuk menjalani trayek Gurukinayan – Medan PP, dengan demikian masih ada bus tersebut yang menjalani trayek tersebut, akan tetapi karena jumlah armada yang kecil tingkat pelayanan untuk rute tersebut tidak maksimal. Padahal pada waktu itu untuk terminal bus Sei Wampu hanya PO. Sinabung Jaya yang sampai disana, sedangkan bus perusahaan lainnya yang yang menjalani trayek yang sama hanya sampai di Pajak Peringgan Medan, kemudian menunggu penumpang di stasiun pembantunya di Padang Bulan. PO. Sinabung Jaya walaupun sampai di stasiun Sei Wampu, masih tetap mengandalkan Stasiun Padang Bulan di Kedai Pa Jagam sebagai permberhentian terakhir sebelum melanjudkan perjalanannya ke Kabanjahe dan sekitarnya. Dimana stasiun pembantu tersebut berada di ujung jalan Sei Wampu ke arah Padang Bulan atau dekat stasiun pembantu bus-bus perusahaan otobus lainnya. Keberangkatan bus dari Stasiun Kabanjahe PO. Sinabung Jaya masih bergabung dengan bus perusahaan lainya seperti PO. Saudara, PO. Tani, PO. Sebayang, PO. Selamat Jalan, PO. Singalor Lau, PO. Sutera, PO. Liberty, PO. Swift, PO. Pinem dan lain sebagainya.
Mengingat di era tahun 1965 hanya PO. Sinabung Jaya yang tetap dengan setia masuk stasiun Sei Wampu, sedangkan perusahaan otobus lainnya yang awalnya juga masuk stasiun dengan alasan keamanan tidak sampai ke stasiun tersebut, maka penurunan jumlah armada bus PO. Sinabung Jaya yang menjalani trayek tersebut secara drastis langsung memberikan image yang negatif bahwa PO. Sinabung Jaya sudah gulung tikar. Sedangkan bagi perusahaan armada lain yang juga bernasib sama karena bergabung menjadi satu stasiun pembantu tidak begitu kelihatan, karena para penumpang masih dapat memilih armada lainnya yang kebetulan sedang berada di stasiun pembantu tersebut. Menurunnya jumlah armada PO. Sinabung Jaya yang sampai ke terminal Sei Wampu sangat berdampak buruk bagi kelangsungan perusahaan dikemudian hari, dimana jelas perusahaan ini tidak dapat diandalkan untuk mempertahankan tingkat pelayayan kepada para penumpang bus dan juga upaya pengembangan armadanya pasti akan menemui banyak hambatan apabila perusahaan tidak mengambil langkah-langkah strategis yang cepat dan tepat yang dapat mempertahankan eksistensi perusahaan paling tidak di trayek Kabanjahe Medan PP. Padahal PO. Sinabung Jaya sudah cukup dikenal didaerah tersebut khususnya para pedagang kecil (Perengge-rengge) yang menjadi penumpang setia baik disekitar Berastagi maupun Kabanjahe dan sekitarnya, karena pada waktu itu bus PO. Sinabung Jaya trip terakhir terakhirnya diberangkatkan dari Stasiun Padang Bulan Medan pada jam. 17.30. Sehingga para pedagang yang menjadi penumpang setianya masih mempunyai waktu yang cukup panjang untuk berdagang maupun berbelanja di kota Medan.
Akibat perubahan pola trasnportasi tersebut di atas, tidak terkecuali PO. Sinabung Jaya terkena dampaknya, dimana armada bus besar yang selama ini menjalani trayek Medan Kabanjahe satu persatu di jual karena tidak menguntungkan lagi untuk dioperasikan, sedangkan Arnem Sembiring Gurukinayan kemudian bekerja di PT. Bintang Cosmos dealer Bus Mercedes Benz di Medan. Beliau lebih konsentrasi menjalani pekerjaan barunya sehingga operasional perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan Rekat Sembiring Gurukinayan adik bungsu almarhum Reti Sembiring Gurukinayan lebih banyak memfokuskan kegiatannya menanam cengkeh. di kebun keluarga kampung Gurukinayan.
Walaupun demikian masih ada satu dua saja yang menjalani trayek tersebut, khususnya bus engkel PO. Sinabung Jaya yang dimiliki oleh Tabas Surbakti menggunakan Daihatsu berbahan bakar bensin yang selama bertahun-tahun telah ikut membesarkan perusahaan ini khususnya untuk armada PO. Sinabung Jaya yang menjadi tanggung jawabnya di pool Gurukinayan. Tabas Surbakti tetap berupaya agar PO. Sinabung Jaya yang telah ikut membesarkannya yang juga awalnya sama dengan pamannya almarhum Reti Sembiring Gurukinayan sebagai kerneknya, kemudian meningkat menjadi supir pada jaman Belanda bertekad agar PO. Sinabung Jaya tetap dapat menjalani trayek ke Medan walaupun berangkat dari kampung Gurukinayan, yang penting para penumpang setianya masih dapat melihat bus PO. Sinabung Jaya tetap dapat menjalani trayek ke Medan walaupun dengan jumlah armada yang sangat terbatas. Tingginya loyalitas Tabas Surbakti agar PO. Sinabung Jaya tetap eksis tidak terlepas dari bimbingan pamannya alamarhum Reti Sembiring sehingga akhirnya beliaupun dapat mengikuti jejak pamannya sebagai pengusaha bus.
Akan tetapi penggunaan bus sedang merk Daihatsu hanya bertahan dalam waktu yang relative singkat, karena pada tahun 1977 perusahaan angkutan di daerah Sumatera Utara umumnya dan di Kabupaten Karo khususnya sebagian meremajakan kembali busnya dengan ukuran yang sama ke merk Toyota maupun Mitsubishi yang menggunakan bahan bakar solar yang pada waktu itu harganya per liter jauh lebih murah dibandingkan dengan menggunakan mobil berbahan bakar bensin (sekarang premium). Kemampuan mesin yang menggunakan bahan bakar solar untuk tanjakan juga tidak kalah dengan mesin yang menggunakan bahan bakar bensin seperti yang digunakan oleh mobil Chevrolet maupun Daihatsu.
Demikian juga halnya dengan Tabas Surbakti juga ikut kembali meremajakan busnya dengan merk Misubishi, sedangkan bus besar merk Chevrolet masih dapat dioperasikan untuk menjalani trayek Berastepu dan Gurukinayan pekan-pekan dan juga megangkut karyawan perusahaan bunga di Berastagi.
Tabas Surbakti (Pa Bini) tetap berusaha agar perusahaan tersebut tetap dapat operasional walaupun tidak maksimal bila dibandingkan dengan awal tahun 70-an. Karena pada waktu itu PO. Sinabung Jaya telah memiliki stasiun terpisah untuk keberangkatan dari Sei Wampu dan stasiun pembantu di Kedai Pa Jagam Padang Bulan/ Ujung Jalan Patimura akhirnya menarik perhatian beberapa pengusaha bus yang mengutarakan minatnya untuk bergabung dalam perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya khususnya untuk mengisi kekosongan trayek yang selama ini tidak lagi dijalani dengan rutin oleh armada PO. Sinabung Jaya yang armadanya sangat terbatas, , antara lain Kabanjahe Medan PP, Berastepu Medan PP dan Haranggaol Medan PP. Dalam hal ini yang menjadi pertanyaan; “kenapa pengusaha bus maupun pemodal baru berminat untuk bergabung dengan PO. Sinabung Jaya dan bukan dengan perusahaan otobus yang juga mempunyai trayek yang sama yang kondisinya seperti PO. Sinabung Jaya?”.Dimana pada waktu itu masih ada PO. Singalor Lau, PO. Sebayang , PO. Saudara, PO. Tani, PO. Selamat Jalan dan lain sebagainya yang sampai saat ini juga masih memiliki armada yang memadai, dimana minimal 5 (lima) armada bus sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan/ mempertahankan ijin trayeknya. Atau karena stasiun PO. Sinabung Jaya sudah terpisah selama ini di Sei Wampu dan Padang Bulan? Hal ini tetap menjadi pertanyaan kenapa harus PO. Sinabung Jaya yang mereka pilih dan bukan perusahaan lainnya yang pasti juga dengan tangan terbuka akan menerima permintaan mereka.
Pertanyaan ini hanya mereka, para pemilik bus yang sebagian besar merangkap jadi petani yang sudah menjadi keluarga PO. Sinabung Jaya yang dapat menjawabmnya. Tapi yang jelas karena kebersamaan mereka para pemilik bus yang tetap setia bergabung dengan PO. Sinabung Jaya yang membuat nama perusahaan ini tetap bertahan dan berkembang di jalur yang menghubungkan ibukota Kabupaten Karo dan sekitarnya dengan ibukota propinsi Sumatera Utara Medan, terima kasih semoga PO. Sinabung Jaya tetap jaya ditangan kita bersama para keluarga besar PO. Sinabung Jaya yang sebagian besar anggotanya merangkap sebagai petani dan supir PO. Sinabung Jaya.
Mengingat situasi yang tidak menguntungkan tersebut di pelopori oleh keluarga Tabas Surbakti yang dipercayakan untuk mengurus PO. Sinabung Jaya di Kampung Gurukinayan mengambil inisiatif untuk membeli mobil sendiri type engkel merk Daihatsu berbahan baku bensin untuk menjalani trayek Gurukinayan – Medan PP, dengan demikian masih ada bus tersebut yang menjalani trayek tersebut, akan tetapi karena jumlah armada yang kecil tingkat pelayanan untuk rute tersebut tidak maksimal. Padahal pada waktu itu untuk terminal bus Sei Wampu hanya PO. Sinabung Jaya yang sampai disana, sedangkan bus perusahaan lainnya yang yang menjalani trayek yang sama hanya sampai di Pajak Peringgan Medan, kemudian menunggu penumpang di stasiun pembantunya di Padang Bulan. PO. Sinabung Jaya walaupun sampai di stasiun Sei Wampu, masih tetap mengandalkan Stasiun Padang Bulan di Kedai Pa Jagam sebagai permberhentian terakhir sebelum melanjudkan perjalanannya ke Kabanjahe dan sekitarnya. Dimana stasiun pembantu tersebut berada di ujung jalan Sei Wampu ke arah Padang Bulan atau dekat stasiun pembantu bus-bus perusahaan otobus lainnya. Keberangkatan bus dari Stasiun Kabanjahe PO. Sinabung Jaya masih bergabung dengan bus perusahaan lainya seperti PO. Saudara, PO. Tani, PO. Sebayang, PO. Selamat Jalan, PO. Singalor Lau, PO. Sutera, PO. Liberty, PO. Swift, PO. Pinem dan lain sebagainya.
Mengingat di era tahun 1965 hanya PO. Sinabung Jaya yang tetap dengan setia masuk stasiun Sei Wampu, sedangkan perusahaan otobus lainnya yang awalnya juga masuk stasiun dengan alasan keamanan tidak sampai ke stasiun tersebut, maka penurunan jumlah armada bus PO. Sinabung Jaya yang menjalani trayek tersebut secara drastis langsung memberikan image yang negatif bahwa PO. Sinabung Jaya sudah gulung tikar. Sedangkan bagi perusahaan armada lain yang juga bernasib sama karena bergabung menjadi satu stasiun pembantu tidak begitu kelihatan, karena para penumpang masih dapat memilih armada lainnya yang kebetulan sedang berada di stasiun pembantu tersebut. Menurunnya jumlah armada PO. Sinabung Jaya yang sampai ke terminal Sei Wampu sangat berdampak buruk bagi kelangsungan perusahaan dikemudian hari, dimana jelas perusahaan ini tidak dapat diandalkan untuk mempertahankan tingkat pelayayan kepada para penumpang bus dan juga upaya pengembangan armadanya pasti akan menemui banyak hambatan apabila perusahaan tidak mengambil langkah-langkah strategis yang cepat dan tepat yang dapat mempertahankan eksistensi perusahaan paling tidak di trayek Kabanjahe Medan PP. Padahal PO. Sinabung Jaya sudah cukup dikenal didaerah tersebut khususnya para pedagang kecil (Perengge-rengge) yang menjadi penumpang setia baik disekitar Berastagi maupun Kabanjahe dan sekitarnya, karena pada waktu itu bus PO. Sinabung Jaya trip terakhir terakhirnya diberangkatkan dari Stasiun Padang Bulan Medan pada jam. 17.30. Sehingga para pedagang yang menjadi penumpang setianya masih mempunyai waktu yang cukup panjang untuk berdagang maupun berbelanja di kota Medan.
Akibat perubahan pola trasnportasi tersebut di atas, tidak terkecuali PO. Sinabung Jaya terkena dampaknya, dimana armada bus besar yang selama ini menjalani trayek Medan Kabanjahe satu persatu di jual karena tidak menguntungkan lagi untuk dioperasikan, sedangkan Arnem Sembiring Gurukinayan kemudian bekerja di PT. Bintang Cosmos dealer Bus Mercedes Benz di Medan. Beliau lebih konsentrasi menjalani pekerjaan barunya sehingga operasional perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan Rekat Sembiring Gurukinayan adik bungsu almarhum Reti Sembiring Gurukinayan lebih banyak memfokuskan kegiatannya menanam cengkeh. di kebun keluarga kampung Gurukinayan.
Walaupun demikian masih ada satu dua saja yang menjalani trayek tersebut, khususnya bus engkel PO. Sinabung Jaya yang dimiliki oleh Tabas Surbakti menggunakan Daihatsu berbahan bakar bensin yang selama bertahun-tahun telah ikut membesarkan perusahaan ini khususnya untuk armada PO. Sinabung Jaya yang menjadi tanggung jawabnya di pool Gurukinayan. Tabas Surbakti tetap berupaya agar PO. Sinabung Jaya yang telah ikut membesarkannya yang juga awalnya sama dengan pamannya almarhum Reti Sembiring Gurukinayan sebagai kerneknya, kemudian meningkat menjadi supir pada jaman Belanda bertekad agar PO. Sinabung Jaya tetap dapat menjalani trayek ke Medan walaupun berangkat dari kampung Gurukinayan, yang penting para penumpang setianya masih dapat melihat bus PO. Sinabung Jaya tetap dapat menjalani trayek ke Medan walaupun dengan jumlah armada yang sangat terbatas. Tingginya loyalitas Tabas Surbakti agar PO. Sinabung Jaya tetap eksis tidak terlepas dari bimbingan pamannya alamarhum Reti Sembiring sehingga akhirnya beliaupun dapat mengikuti jejak pamannya sebagai pengusaha bus.
Akan tetapi penggunaan bus sedang merk Daihatsu hanya bertahan dalam waktu yang relative singkat, karena pada tahun 1977 perusahaan angkutan di daerah Sumatera Utara umumnya dan di Kabupaten Karo khususnya sebagian meremajakan kembali busnya dengan ukuran yang sama ke merk Toyota maupun Mitsubishi yang menggunakan bahan bakar solar yang pada waktu itu harganya per liter jauh lebih murah dibandingkan dengan menggunakan mobil berbahan bakar bensin (sekarang premium). Kemampuan mesin yang menggunakan bahan bakar solar untuk tanjakan juga tidak kalah dengan mesin yang menggunakan bahan bakar bensin seperti yang digunakan oleh mobil Chevrolet maupun Daihatsu.
Demikian juga halnya dengan Tabas Surbakti juga ikut kembali meremajakan busnya dengan merk Misubishi, sedangkan bus besar merk Chevrolet masih dapat dioperasikan untuk menjalani trayek Berastepu dan Gurukinayan pekan-pekan dan juga megangkut karyawan perusahaan bunga di Berastagi.
Tabas Surbakti (Pa Bini) tetap berusaha agar perusahaan tersebut tetap dapat operasional walaupun tidak maksimal bila dibandingkan dengan awal tahun 70-an. Karena pada waktu itu PO. Sinabung Jaya telah memiliki stasiun terpisah untuk keberangkatan dari Sei Wampu dan stasiun pembantu di Kedai Pa Jagam Padang Bulan/ Ujung Jalan Patimura akhirnya menarik perhatian beberapa pengusaha bus yang mengutarakan minatnya untuk bergabung dalam perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya khususnya untuk mengisi kekosongan trayek yang selama ini tidak lagi dijalani dengan rutin oleh armada PO. Sinabung Jaya yang armadanya sangat terbatas, , antara lain Kabanjahe Medan PP, Berastepu Medan PP dan Haranggaol Medan PP. Dalam hal ini yang menjadi pertanyaan; “kenapa pengusaha bus maupun pemodal baru berminat untuk bergabung dengan PO. Sinabung Jaya dan bukan dengan perusahaan otobus yang juga mempunyai trayek yang sama yang kondisinya seperti PO. Sinabung Jaya?”.Dimana pada waktu itu masih ada PO. Singalor Lau, PO. Sebayang , PO. Saudara, PO. Tani, PO. Selamat Jalan dan lain sebagainya yang sampai saat ini juga masih memiliki armada yang memadai, dimana minimal 5 (lima) armada bus sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan/ mempertahankan ijin trayeknya. Atau karena stasiun PO. Sinabung Jaya sudah terpisah selama ini di Sei Wampu dan Padang Bulan? Hal ini tetap menjadi pertanyaan kenapa harus PO. Sinabung Jaya yang mereka pilih dan bukan perusahaan lainnya yang pasti juga dengan tangan terbuka akan menerima permintaan mereka.
Pertanyaan ini hanya mereka, para pemilik bus yang sebagian besar merangkap jadi petani yang sudah menjadi keluarga PO. Sinabung Jaya yang dapat menjawabmnya. Tapi yang jelas karena kebersamaan mereka para pemilik bus yang tetap setia bergabung dengan PO. Sinabung Jaya yang membuat nama perusahaan ini tetap bertahan dan berkembang di jalur yang menghubungkan ibukota Kabupaten Karo dan sekitarnya dengan ibukota propinsi Sumatera Utara Medan, terima kasih semoga PO. Sinabung Jaya tetap jaya ditangan kita bersama para keluarga besar PO. Sinabung Jaya yang sebagian besar anggotanya merangkap sebagai petani dan supir PO. Sinabung Jaya.
Tabel 3
Jumlah Armada Yang Bergabung Dalam
PO. SINABUNG JAYA
Tahun 1981
Jumlah Armada Yang Bergabung Dalam
PO. SINABUNG JAYA
Tahun 1981
NO.
|
NO. POLISI
|
MEREK
|
THN PEM
BUATAN
|
JENIS KENDE -RAAN
|
PEMILIK
|
1.
|
BK.2038 SB
|
Mitsubishi
|
1977
|
Truk
|
Rup Rup Bangun
|
2.
|
BK.2047 SB
|
Mitsubishi
|
1980
|
Truk
|
Yusuf Sembiring
|
3.
|
BK.2027 SB
|
C o l t
|
1979
|
Truk
|
T. Karo2 Surbakti
|
4.
|
BK.2029 SB
|
Mitsubishi
|
1979
|
Truk
|
Tabas Surbakti
|
5.
|
BK.2674 SB
|
Mitsubishi
|
1980
|
Truk
|
K e r e m
|
6.
|
BK.2610 SC
|
Marcedes bens
|
1979
|
B u s
|
Arnem Sembiring
|
7.
|
BK.2602 SB
|
Daihatsu
|
1976
|
B u s
|
Arnem Sembiring
|
8.
|
BK.2606 SC
|
C o l t
|
1979
|
B u s
|
Arnem Sembiring
|
9.
|
BK.2619 SC
|
Marcedes bens
|
1979
|
B u s
|
Arnem Sembiring
|
10.
|
BK.2662 SC
|
Mitsubishi
|
1980
|
B u s
|
Releng br Karo
|
11.
|
BK.2730 SB
|
Chevrolet
|
1977
|
B u s
|
A. Sembiring
|
12.
|
BK.2689 AE
|
Chevrolet
|
1971
|
B u s
|
A. sembiring
|
13.
|
BK.2655 SC
|
Mitsubishi
|
1980
|
B u s
|
A. Sembiring
|
14.
|
BK.2653 SC
|
Mitsubishi
|
1980
|
B u s
|
A. Sembiring
|
15.
|
BK.2729 SB
|
Daihatsu
|
1976
|
B u s
|
R. br Karo
|
16.
|
BK.2750 SB
|
Daihatsu
|
1976
|
B u s
|
A. Sembiring
|
17.
|
BK.2766 SB
|
Chevrolet
|
1961
|
B u s
|
R. br Karo *)
|
18.
|
BK.2762 SB
|
Chevrolet
|
1960
|
B u s
|
R. br Karo
|
19.
|
BK.2610 SC
|
Marcedes bens
|
1979
|
B u s
|
Arnem Sembiring
|
20.
|
BK.2622 SC
|
Mitsubishi
|
1979
|
B u s
|
R. br Karo
|
21.
|
BK.2634 SC
|
C o l t
|
1979
|
B u s
|
Arnem Sembiring
|
22.
|
BK.2677 SB
|
Mitsubishi
|
1978
|
B u s
|
R. br Karo
|
23.
|
BK.2722 SB
|
Chevrolet
|
1968
|
B u s
|
R. br Karo
|
24.
|
BK.2625 SB
|
Chevrolet
|
1953
|
B u s
|
R. br Karo
|
25.
|
BK.2724 SB
|
Chevrolet
|
1960
|
B u s
|
R. br Karo
|
Ket : *) R br Karo, adalah Ibu Releng br Karo, ibunda Arnem Sembiring
Permintaan para pemilik bus maupun para pemodal baru lainnya, kemudian diinformasikan Tabas Surbakti kepada Arnem Sembiring Gurukinayan selaku “Kuasa” PO. Sinabung Jaya yang selama ini tidak konsentrasi lagi untuk mengurus perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya, akan tetapi lebih konsentrasi kepada pekerjaan barunya sebagai karyawan di PT. Bintang Cosmos.
Selang berapa waktu, Arnem Sembiring Gurukinayan dan atas dukungan para ahli waris almarhum Reti Sembiring Gurukinayan sebagai pendiri dan pemilik PO. Sinabung Jaya termasuk Rekat Sembiring Gurukinayan dan Tabas Surbakti, mengeluarkan kebijakan dimana kepada para pemilik bus maupun pemodal baru diberi kesempatan untuk ikut bergabung dengan perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya untuk menjalani trayek khususnya untuk trayek Kabanjahe Medan PP yang pada saat itu kekurangan armada.
Sampai pada tanggal 10 Pebruari 1981 berdasarkan permohonan perpanjangan Ijin Perusahaan Angkutan Mobil Bus Umum PO. Sinabung Jaya oleh Arnem Sembiring Gurukinayan selaku kuasa ahli waris Alm. Reti Sembiring Gurukinayan/ Alm. Releng br Karo kepada Bupati Kepala Daerah Tk. II Kabupaten Karo, armada bus yang bernaung dalam perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya sebanyak 20 (dua puluh) unit bus besar/ sedang dan 5 (lima) truk yang rinciannya dapat dilihat pada Tabel 3 di atas.
Kemudian, kebijakan tersebut disambut dengan baik oleh para pemilik bus maupun pemodal lainnya untuk bergabung dalam PO. Sinabung Jaya, sehingga dalam jangka waktu yang relatif singkat banyak pengusaha bus maupun pemodal baru yang ikut bergabung dengan PO. Sinabung Jaya. Ikut sertanya pengusaha bus tersebut jelas menguntungkan perusahaan, karena dengan demikian dalam waktu yang singkat PO. Sinabung Jaya dapat kembali menjalani trayek yang selama ini hampir tidak dijalani secara rutin dengan mengandalkan armada otobusnya berukuran kecil maupun sedang (engkel dan ¾ ton). Penambahan jumlah armada yang cukup besar dalam jangka waktu yang relatif cukup singkat tersebut tidak menjadi masalah bagi perusahaan dalam mengatur jadual keberangkatan secara gradual. Hal ini tidak lain karena selama ini PO. Sinabung Jaya khususnya untuk Stasiun Sei Wampu maupun Stasiun Pembantu di Padang Bulan sudah terpisah sejak awal tahun 1966 dengan perusahaan otobus lainnya tersebut di atas. Mengingat penambahan jumlah armada yang cukup signifikan tersebut maka dengan sendirinya PO. Sinabung Jaya harus mendirikan stasiun bus sendiri di Kabanjahe maupun di Berastagi khusus untuk melayani keberangkatan ke Medan. Karena apabila tetap bergabung dengan perusahaan lainya yang sejenis jelas akan mengganggu keberangkatan masing-masing armada dari beberapa perusahaan lainnya. Terpisahnya stasiun keberangkatan dari stasiun Kabanjahe maupun Berastagi membuat perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya menjadi lebih leluasa untuk mengatur jadual keberangkatan setiap armadanya, yang khusus untuk trayek Kabanjahe – Medan PP dimana sampai saat ini setiap armada dapat menjalaninya sebanyak 2 (dua) kali pulang pergi.
Pada umumnya di Kabupaten Karo dan sekitarnya nama perusahaan ini sudah cukup dikenal sebagai salah satu sarana angkutan yang menghubungkan ibukota Kabupaten Karo Kabanjahe dengan ibukota provinsi Sumatera Utara Medan yang trayeknya melewati Berastagi sebagai kota lintasan trayek, adalah kota wisata sebagai salah satu tujuan wisata domestik dan manca Negara. Disamping itu karena perusahaan tersebut menggunakan nama salah satu nama gunung di Kabupaten Karo, sehingga mudah untuk diingat oleh para pengguna jasanya.
Nama PO. Sinabung Jaya cukup dikenal tidak terlepas dari kiprah anak sulung Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan yaitu Kueteh Sembiring Gurukinayan, yang pada tahun 1967 pernah memperjuangkan dan mempersatukan para pengusaha otobus bus yang sejenis dari berbagai perusahaan yang selama ini telah menjalani trayek ke Medan dari Kabupaten Karo yaitu dengan mempelopori pembentukan Badan Kerjasama Perusahaan Otobus di Tanah Karo yang disebut dengan BKS (Badan Kerja Sama). Sehingga semua perusahaan tersebut bersatu dalam penentuan tarif yang wajar dan dapat diterima pemerintah maupun para pengguna jasa tersebut seirama dengan perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) dan faktor lainnya pada waktu itu, sehingga tidak pernah terjadi perang tariff atas sesama perusahan sejenis yang menjalani trayek yang sama, akan tetapi persaingan dalam tingkat pelayanan yang diberikan kepada para penumpangnya.
Pada tahun 1975 keluarga khususnya para ahli waris Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan hanya Arnem Sembiring Gurukinayan yang tinggal sendiri di Medan, sedangkan para ahli waris lainnya ada di Padang Sidempuan, Palembang/ Padang, Jakarta, Yogyakarta dan Balik Papan karena kuliah, bekerja maupun ikut suami. Sedangkan anak sulungnya Kueteh Sembiring Gurukinayan beserta keluarga pindah ke Jakarta akhir tahun 1974, demikian juga halnya dengan ibunda Releng br Sitepu (alm) lebih banyak mengadakan perjalanan untuk mengunjungi semua anak-anaknya yang tinggal di beberapa kota tersebut di atas. Sehingga pengelolaan PO. Sinabung Jaya hanya Arnem Sembiring Gurukinayan (alm) yang menjalankannya, praktis fungsi pengawasan yang selama ini sudah dilakukan dari tahun ke tahun oleh Kueteh Sembiring Gurukinayan tidak berjalan sebagaimana mestinya sampai satu persatu armada bus Chevrolet di jual smpai pada akhir pada tahun 1978. Sedangkan bus PO. Sinabung Jaya nomor 4 masih tinggal satu-satunya untuk bus besar perusahaan ini dioperasikan sebagai angkutan karyawan Perkebunan Bunga di Berastagi.
Pada bulan Oktober tahun 1979 kami, Rophian Sembiring Gurukinayan, salah satu ahli waris PO. Sinabung Jaya ziarah ke Gurukinayan bersama ibunda Releng br Sitepu dan Selat br Sembiring Meliala istri dari anak tertuanya Kueteh Sembiring Gurukinayan kebetulan berada di Medan untuk urusan keluarga. Maksud ziarah tersebut karena kami telah dapat menyelesaikan kuliah dan syukur langsung dapat diterima bekerja di salah satu unit litbang Departemen Perindustrian di Yogyakarta, tentu sebagai ucapan syukur seyogyanya kami ziarah sebelum bekerja pada bulan Nopember 1979. Pada waktu ziarah ke kampung Gurukinayan baru terasa bagaimana dampaknya bagi keluarga kalau tidak memiliki bus sendiri khususnya yang menjalani trayek Medan Kabanjahe atau sebaliknya, dimana untuk ziarah saja harus menumpang bis orang lain, tentu tidak seleluasa atau senyaman apabila naik bus milik sendiri. Disamping waktu berangkat maupun pulang dari ziarah tidak dapat kita tentukan sendiri, akan tetapi tergantung dari jadual keberangkatan bus lain. Pada era sampai tahun 1975, keluarga dengan leluasa untuk menentukan kapan waktu berangkat ke kampung Gurukinayan maupun kembali pulang ke Medan atau Berastagi, tapi saat itu keleluasaan seperti itu tidak ada lagi hanya sebagai kenangan.
Pada waktu kami akan pulang dari Gurukinayan setelah selesai ziarah ke kuburan ayahanda Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan kami sudah memesan tempat bagian depan untuk kami sebelum bus PO.Sinabung Jaya (milik Tabas Surbakti) yang berangkat ke Kabanjahe. Akan tetapi setelah bus itu melewati rumah keluarga, kami tidak mendapatkan tempat duduk seperti yang sudah di pesan, sehingga kami berhimpit himpitan dengan penumpang lainnya, walaupun kami juga tidak mau gratisan alias tidak bayar.
Karena kesal terhadap awak tersebut, ayahanda Rekat Sembiring Gurukinayan berkata : “itulah kalau kita tidak memiliki bus sendiri, sehingga untuk mendapat tempat duduk yang sudah dipesanpun tidak diberikan orang , itu makanya sudah sering saya katakan belilah kembali bus kita”, sambil tidak menoleh lagi kearah kami sewaktu bus kami berangkat meninggalkan kampung Gurukinayan yang selama ini tidak pernah beliau lakukan seperti itu kalau kami jiarah ke Gurukinayan. Dalam, hati kami pasti beliau merasa sedih karena beliau tidak memiliki bus sendiri yang dapat beliau awasi seperti dulu sewaktu masih memiliki bus besar. Sejak bus besar dijual, beliau sehari-harinya tinggal di kampung Gurukinayan menanam cengkeh yang sebenarnya karena keadaan, dimana tidak ada lagi bus yang harus diawasi/ diurus, sehingga kondisi fisiknya tidak segairah pada waktu beliau masih memiliki bus sendiri untuk di kelola khususnya bus yang poolnya di Berastepu, dimana pada jaman itu beliau lebih sering tidur di Berastepu ketimbang di kampung Gurukinayan. Akan tetapi awal setelah tahun 1968 beliau lebih sering pulang pergi diantara kedua kampung tersebut karena sudah mempunyai kenderaan operasional Jeep Willis. Akhirnya kenderaan tersebut pada waktu tahun 1978 di jual karena beliau merasa tidak membutuhkannya lagi mengingat tidak ada lagi armada yang harus dikelola.
Setelah sampai di Jakarta, Selat br Sembiring Meliala menginformasikan keluhan keluarga termasuk keluhan ayahanda Rekat Sembiring Gurukinayan kepada suaminya Kueteh Sembiring Gurukinayan anak sulung almarhum ayahanda Reti Sembiring Gurukinayan: “bagaimana susahnya untuk ziarah saja ke Gurukinayan tidak senyaman dulu sewaktu masih memiliki bus keluarga dimana berangkat dan pulangnya dapat di tentukan sendiri tanpa bergantung kepada orang lain”.
Kebetulan pada bulan Oktober tahun 1981 atau tepatnya 2 (dua) tahun setelah kejadian bulan Oktober tahun 1979 di Gurukinayan, keluarga Kueteh Sembiring Gurukinayan pindah rumah baru di Jl. Delman Utama,Tanah Kusir, Kebayoran Lama Jakarta Selatan, dimana seluruh keluarga diundang untuk hadir di acara “Sumalin Jabu” (pindah rumah) di Jakarta termasuk ayahanda Rekat Sembiring Gurukinayan beserta keluarga lainnya dari kampung Gurukinayan. Sebelum berangkat ke Jakarta, ayahanda Rekat Sembiring Gurukinayan telah menginformasikan kepada keluarga di Gurukinayan, bahwa disamping untuk menghadiri acara anaknya pindah rumah di Jakarta, beliau juga mengatakan, “ akan membawa pulang dari Jakarta mobil chasiss untuk dibuat menjadi bus PO. Sinabung Jaya yang akan melayani trayek Gurukinayan pekan-pekan”.
Keluarga yang sedang berkumpul di Jakarta sama sekali tidak mengetahui rencana ayahanda Rekat Sembiring Gurukinayan bahwa beliau akan membeli mobil chasiss di Jakarta dan sudah diinformasikan kepada semua keluarga di Gurukinayan. Setelah acara pindah rumah selesai, beliau baru bercerita mengenai rencana tersebut dimana beliau juga sudah membawa uang hasil penjualan cengkehnya beberapa waktu yang lalu, berarti selama lebih dari 2 (dua) tahun beliau memang merencanakan akan membeli bus baru. Keluarga yang mendengarnya kaget karena memang tidak pernah lagi terpikirkan untuk pembelian bus baru. Anak-anaknya berpikir lain, dimana biarlah mereka pemilik bus saja yang bergabung dengan perusahaan kita, sedangkan kita tidak perlu ikut terlibat dalam pengadaan armada bus. Tapi pemikiran ayahanda lain, beliau ingin mengelola bus kembali dari awal seperti yang selama puluhan tahun sudah dilakukannya bersama abangnya Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan.
Melihat gelagat anak-anaknya kurang berminat untuk membeli bus baru, beliau akhirnya mengancam anak-anaknya dengan berkata, “kalau pulang dari Jakarta saya tidak membawa truk seksi (chasiss) saya tidak akan pulang ke kampung Gurukinayan”.
Mendengar ancaman yang tegas tersebut, anak-anaknya kaget tapi dapat juga memakluminya karena beliau berkata bahwa bus tersebut bukan semata-mata untuk menyenangkan hatinya tapi juga untuk anak dan cucunya kalau ziarah ke kampung tidak seperti kejadian beberapa tahun belakangan ini dimana untuk datang maupun pulangnya tergantung dari bus orang lain.
Akhirnya untuk menyenangkan hati beliau, maka keluarga harus patungan untuk menambah kekurangan uang yang dibawa dari kampung guna dapat mewujudkan rencana tersebut dengan pertimbangan kondisi ayahnya akan semakin baik kesehatannya dan kembali bergairah karena ada yang harus dikerjakan setiap harinya yaitu mengawasi kembali busnya sendiri. Keluarga yang patungan adalah Kueteh Sembiring Gukinayan, Dors Erti Sembiring Gurukinayan, Rasmi Sembiring Gurukinayan, Kincar Emanuel Sembiring Gurukinayan dan Sehat Sembiring Gurukinayan, sedangkan saya sendiri baru diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Balai Penelitian Kulit, Departemen Perindustrian di Yogyakarta sehingga belum siap untuk itu.
Dalam hal ini jelas, bahwa selama ini beliau sepenuh hati menanam cengkeh bukannya tanpa tujuan yang jelas. Karena pada waktu itu tinggal 2 (dua) orang anaknya yang harus dibiayai kuliahnya yaitu Eriwan Sembiring Gurukinayan dan Resmond Jaya Sembiring Gurukinayan yang semuanya kuliah di Yogyakarta. Beliau menabung dari hasil penjualan cengkehnya disamping untuk biaya anak-anaknya yang masih kuliah di Yogyakarta, juga mempunyai tujuan lain yaitu untuk membeli kembali bus
yang sudah beberapa tahun ini direncanakan
tanpa sepengetahuan anak-anaknya yang selama ini mempunyai kesibukan
masing masing di daerah lain. Sifat beliau patut manjadi contoh karena
untuk menambah kekurangan uangnya untuk membeli bus baru, beliau
meminjam (bukan meminta) uang kepada anak-anaknya Dimana pada saatnya
nanti akan dikembalikan sesuai dengan jumlah pinjaman yang diberikan
setiap anaknya tersebut di atas. Setelah uang terkumpul ditambah dari
uang ayahanda Rekat Sembiring Gurukinayan dari hasil penjualan cengkeh
maka dibelilah 1 (satu) unit bus baru engkel Colt Diesel merk Toyota
tahun 1981 (lihat jenis bus S.Jaya 016 tersebut di atas) dan kemudian
dibawa ke Medan melalui jalan darat, dan beliau sendiri yang ikut
mendampingi cucunya Senen Sembiring Gurukinayan (cucunya) sebagai
pengemudi. Sangkin gembiranya orang tua kami ini langsung membawa truk
chasiss tersebut ke desa Gurukinayan dan setiap hari dikenderai keliling
desa sebelum dibawa ke Medan untuk dibentuk karoserinya. Setelah
selesai karoserinya, bus tersebut masuk armada PO. Sinabung Jaya dengan
nomor lambung 20. Hanya dalam tempo yang singkat ayahanda Rekat
Sembiring Gurukinayan dapat mengembalikan semua uang yang dipinjam dari
anaknya. Malah dari bus nomor 20 tersebut sampai akhir hayatnya
ayahnda Rekat Sembiring Gurukinayan meninggalkan 3 (tiga) unit bus
Toyota Colt Diesel engkel nomor lambung 20 dan 40 (dibeli dari
saudaranya sipemeren Tiang Tarigan yang berasal dari Berastepu pada
tahun 1983) serta tigaperempat nomor 50. Beliau yang lahir pada tahun
1912 di Gurukinayan meninggal pada tanggal 21 Juli 1989 jam 8.30 pagi
dalam usia 77 tahun di Rumah Sakit Kabanjahe dengan meninggalkan
seorang istri ibunda Goto br Sitepu yang juga berasal dari Brastepu
serta 5 (lima) orang anak 2 (dua) perempuan dan 3 (tiga) laki-laki yaitu
Nimpan br Sembiring Gurukinayan, Anna br Sembiring Gurukinayan, Rumah
Pudung Sembiring Gurukinayan, Kincar Emanuel Sembiring Gurukinayan dan
Sehat Sembiring Gurukinayan. Almarhum dikebumikan di samping abang
sulungnya almarhum Reti Sembiring Gurukinayan di ladang Tambak Rahu
kampung Gurukinayan. Sedangkan ibunda Goto br Sitepu, yang pada saat ini
berumur 92 (sembilan puluh dua) tahun anak dari saudara laki-laki
ibunya sampai pada saat ini masih dalam keadaan sehat dan tinggal
bersama anak laki-lakinya Rumah Pudung Sembiring Gurukinayan di Medan.
Pada waktu itu, mengingat bus engkel (roda empat) dianggap tidak aman untuk menjalani rute Kabanjahe – Medan karena sering terjadi kecelakaan, maka dikeluarkan peraturan bahwa secara bertahap bus engkel tidak diizinkan lagi untuk menjalani rute tersebut dan harus di ganti dengan bis tiga perempat ton atau roda enam. Sedangkan untuk rute pekan – pekan masih diizinkan untuk menggunakan bis engkel untuk jangka waktu tertentu, dimana pada suatu saat apabila ada peremajaan armada kepada pemilik bus diwajibkan untuk mengganti armadanya dengan bus tigaperempat.
Adapun jumlah armada yang dimiliki oleh pengusaha kecil yang bergabung dalam perusahaan ini berdasarkan Izin Perusahaan Angkutan Mobil Bus Umum PO. Sinabung Jaya sebanyak 102 unit berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Karo Nomor 551.21/116-40 HUK/ Tahun 1993 tanggal 4 Pebruari 1993 yang seluruhnya menggunakan merk Mitsubishi.
Setelah diberikannya ijin bagi pengusaha bus di luar keluarga untuk dapat bergabung di Perusahaan Otobus PO. Sinabung Jaya, maka perusahaan ini telah berkembang cukup pesat di bawah manajemen Arnem Sembiring Gurukinayan yang selama ini sudah diberi kuasa oleh Releng br Karo selaku Direksi PO. Sinabung Jaya untuk mengelola dan mengembangkan PO. Sinabung Jaya sesuai dengan apa yang di cita-citakan oleh almarhum Reti Sembiring Gurukinayan (Pa Kueteh) yang mulanya hanyalah sebagai kernek bus pada tahun tiga puluhan atau tepatnya pada jaman penjajahan Belanda maupun Jepang.
Pada waktu itu, mengingat bus engkel (roda empat) dianggap tidak aman untuk menjalani rute Kabanjahe – Medan karena sering terjadi kecelakaan, maka dikeluarkan peraturan bahwa secara bertahap bus engkel tidak diizinkan lagi untuk menjalani rute tersebut dan harus di ganti dengan bis tiga perempat ton atau roda enam. Sedangkan untuk rute pekan – pekan masih diizinkan untuk menggunakan bis engkel untuk jangka waktu tertentu, dimana pada suatu saat apabila ada peremajaan armada kepada pemilik bus diwajibkan untuk mengganti armadanya dengan bus tigaperempat.
Adapun jumlah armada yang dimiliki oleh pengusaha kecil yang bergabung dalam perusahaan ini berdasarkan Izin Perusahaan Angkutan Mobil Bus Umum PO. Sinabung Jaya sebanyak 102 unit berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Karo Nomor 551.21/116-40 HUK/ Tahun 1993 tanggal 4 Pebruari 1993 yang seluruhnya menggunakan merk Mitsubishi.
Setelah diberikannya ijin bagi pengusaha bus di luar keluarga untuk dapat bergabung di Perusahaan Otobus PO. Sinabung Jaya, maka perusahaan ini telah berkembang cukup pesat di bawah manajemen Arnem Sembiring Gurukinayan yang selama ini sudah diberi kuasa oleh Releng br Karo selaku Direksi PO. Sinabung Jaya untuk mengelola dan mengembangkan PO. Sinabung Jaya sesuai dengan apa yang di cita-citakan oleh almarhum Reti Sembiring Gurukinayan (Pa Kueteh) yang mulanya hanyalah sebagai kernek bus pada tahun tiga puluhan atau tepatnya pada jaman penjajahan Belanda maupun Jepang.
Foto armada bus Po. Sinabung Jaya tahun 1991 di desa Gurukinayan, di belakang terlihat gungung Sinabung |
9. TAHUN 1996
Akan tetapi pada tanggal 01 Januari 1996 jam 18.15 WIB setelah dilakukan “Perjamuan Kudus” pada jam 18.00 WIB oleh Penedeta Ernolong Sitepu (ipar Resmond Jaya Sembiring Gurukinayan) ibunda Releng br Sitepu sebagai Direksi PO. Sinabung Jaya istri Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan meninggal dunia di Rumah Sakit Mongonsidi dalam usia 88 tahun. Dimana sebelumnya keluarga masih diberikan Tuhan kesempatan dengan semua anak dan cucunya di Rumah Sakit tersebut untuk merayakan detik-detik menjelang Tahun Baru 2006 pada jam 21.00 WIB dan almarhum masih dapat memberikan nasihat “Terakhir” kepada kami semua keluarga sampai menjelang tahun baru 1996, semua kejadian tersebut sampai detik-detik nafas terakhir dapat diabadikan dalam video handycamp keluarga.
Pada malam itu juga jasad ibunda disemayamkan di rumah duka anaknya Arnem Sembiring di Jalan Seroja Lingkungan VII nomor 18 Kelurahan Tanjung Selamat, Medan Tuntungan, Medan selama satu malam. Kemudian tanggal 02 Januari 1996 jam 09.00 WIB jasad ibunda dibawa ke kampung Gurukinayan dan disemayamkan satu malam di rumah adat “Waluh Jabu”, sambil menunggu keesokan harinya dilakukan acara adat sampai tengah malam dengan diiringi alat musik tradisional Batak Karo. Keesokan harinya dilakukan acara adapt “Cawir Metua” dimana anak-anaknya berpakaian adat lengkap termasuk semua keluarga kesain Rumah Pudung Sembiring Gurukinayan. Pada sore harinya tanggal 3 Januari 1996 dikebumikan disamping suaminya almarhum Reti Sembiring Gurukinayan, pendiri dan pemilik perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya di ladang Tambak Rahu Gurukinayan.
Akan tetapi pada tanggal 01 Januari 1996 jam 18.15 WIB setelah dilakukan “Perjamuan Kudus” pada jam 18.00 WIB oleh Penedeta Ernolong Sitepu (ipar Resmond Jaya Sembiring Gurukinayan) ibunda Releng br Sitepu sebagai Direksi PO. Sinabung Jaya istri Almarhum Reti Sembiring Gurukinayan meninggal dunia di Rumah Sakit Mongonsidi dalam usia 88 tahun. Dimana sebelumnya keluarga masih diberikan Tuhan kesempatan dengan semua anak dan cucunya di Rumah Sakit tersebut untuk merayakan detik-detik menjelang Tahun Baru 2006 pada jam 21.00 WIB dan almarhum masih dapat memberikan nasihat “Terakhir” kepada kami semua keluarga sampai menjelang tahun baru 1996, semua kejadian tersebut sampai detik-detik nafas terakhir dapat diabadikan dalam video handycamp keluarga.
Pada malam itu juga jasad ibunda disemayamkan di rumah duka anaknya Arnem Sembiring di Jalan Seroja Lingkungan VII nomor 18 Kelurahan Tanjung Selamat, Medan Tuntungan, Medan selama satu malam. Kemudian tanggal 02 Januari 1996 jam 09.00 WIB jasad ibunda dibawa ke kampung Gurukinayan dan disemayamkan satu malam di rumah adat “Waluh Jabu”, sambil menunggu keesokan harinya dilakukan acara adat sampai tengah malam dengan diiringi alat musik tradisional Batak Karo. Keesokan harinya dilakukan acara adapt “Cawir Metua” dimana anak-anaknya berpakaian adat lengkap termasuk semua keluarga kesain Rumah Pudung Sembiring Gurukinayan. Pada sore harinya tanggal 3 Januari 1996 dikebumikan disamping suaminya almarhum Reti Sembiring Gurukinayan, pendiri dan pemilik perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya di ladang Tambak Rahu Gurukinayan.
10. TAHUN 2004
Pada saat ini PO. Sinabung Jaya telah memiliki armada sebanyak 83 unit yang melayani trayek dari Medan ke berbagai kota/ desa khususnya yang ada di daerah Kabupaten Karo dan sekitarnya. Sedangkan khusus untuk trayek Angkutan Pedesaan sebagian besar menggunakan mini bus sejenis Mitsubishi L300 maupun Toyota Kijang.
Pada hari Jumat tanggal 7 Mei 2004 jam 05.15 pagi keluarga PO. Sinabung Jaya kembali berduka karena pada tanggal tersebut Arnem Sembiring Gurukinayan yang lahir pada tahun 1942 meninggal dunia di Rumah Sakit Glean Eagles Medan dalam usia 62 tahun. Almarhum meninggalkan 4 (empat) orang anak yaitu Febrian Jaya Sembiring Gurukinayan, Ervina Suryati br Sembiring Gurukinayan, Dewi Indri Yani br Sembiring Gurukinayan dan yang bungsu Tamra Aryo Imanuel Sembiring Gurukinayan, serta meninggalkan 13 (tiga belas) unit bus PO. Sinabung Jaya milik keluarganya. Almarhum disemayamkan di rumah duka Jl. Seroja Lingkungan VII nomor 18, Kelurahan Tanjung Selamat, Medan Tuntungan, Medan selama satu malam, kemudian pada hari Sabtu tanggal 8 Mei 2004 di bawa ke Jambur Namaken Medan untuk dilakukan acara penguburan sesuai dengan adat Batak Karo, dan pada jam.15.00 WIB di bawa ke kampung Gurukinayan dengan diiringi keluarga serta semua armada yang dimiliki ikut mengantar jenajah almarhum sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi almarhum yang mempunyai andil dalam mengembangkan PO. Sinabung Jaya. Selanjutnya sampai di Gurukinayan disemayamkan beberapa menit dirumah saudara bungsu ayahnya almarhum Rekat Sembiring Gurukinayan, dan pada jam 18.00 dikebumikan di ladang Tambak Rahu Gurukinayan, disamping kuburan ketiga almarhum orang tuanya.
Semasa hidupnya beliau menerapkan kepada dirinya pola hidup bersahaja sesuai dengan apa yang almarhum rasakan dan terima dari hasil didikan ketiga orang tuanya tersebut di atas, yang juga menerapkan pola hidup yang sama. Hal ini dapat dilihat dari cara berpakaian dan kenderaan yang dipakai untuk sehari-hari semuanya menunjukkan kesederhanaan walaupun almarhum mampu menerapkan pola hidup yang lebih baik, tapi almarhum mempunyai prinsip apa yang sudah didapat harus disyukuri dan dinikmati dengan tidak harus berlebihan.
Pada saat ini PO. Sinabung Jaya telah memiliki armada sebanyak 83 unit yang melayani trayek dari Medan ke berbagai kota/ desa khususnya yang ada di daerah Kabupaten Karo dan sekitarnya. Sedangkan khusus untuk trayek Angkutan Pedesaan sebagian besar menggunakan mini bus sejenis Mitsubishi L300 maupun Toyota Kijang.
Pada hari Jumat tanggal 7 Mei 2004 jam 05.15 pagi keluarga PO. Sinabung Jaya kembali berduka karena pada tanggal tersebut Arnem Sembiring Gurukinayan yang lahir pada tahun 1942 meninggal dunia di Rumah Sakit Glean Eagles Medan dalam usia 62 tahun. Almarhum meninggalkan 4 (empat) orang anak yaitu Febrian Jaya Sembiring Gurukinayan, Ervina Suryati br Sembiring Gurukinayan, Dewi Indri Yani br Sembiring Gurukinayan dan yang bungsu Tamra Aryo Imanuel Sembiring Gurukinayan, serta meninggalkan 13 (tiga belas) unit bus PO. Sinabung Jaya milik keluarganya. Almarhum disemayamkan di rumah duka Jl. Seroja Lingkungan VII nomor 18, Kelurahan Tanjung Selamat, Medan Tuntungan, Medan selama satu malam, kemudian pada hari Sabtu tanggal 8 Mei 2004 di bawa ke Jambur Namaken Medan untuk dilakukan acara penguburan sesuai dengan adat Batak Karo, dan pada jam.15.00 WIB di bawa ke kampung Gurukinayan dengan diiringi keluarga serta semua armada yang dimiliki ikut mengantar jenajah almarhum sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi almarhum yang mempunyai andil dalam mengembangkan PO. Sinabung Jaya. Selanjutnya sampai di Gurukinayan disemayamkan beberapa menit dirumah saudara bungsu ayahnya almarhum Rekat Sembiring Gurukinayan, dan pada jam 18.00 dikebumikan di ladang Tambak Rahu Gurukinayan, disamping kuburan ketiga almarhum orang tuanya.
Semasa hidupnya beliau menerapkan kepada dirinya pola hidup bersahaja sesuai dengan apa yang almarhum rasakan dan terima dari hasil didikan ketiga orang tuanya tersebut di atas, yang juga menerapkan pola hidup yang sama. Hal ini dapat dilihat dari cara berpakaian dan kenderaan yang dipakai untuk sehari-hari semuanya menunjukkan kesederhanaan walaupun almarhum mampu menerapkan pola hidup yang lebih baik, tapi almarhum mempunyai prinsip apa yang sudah didapat harus disyukuri dan dinikmati dengan tidak harus berlebihan.
Pola hidup bersahaja tersebut sudah beliau terapkan dalam hidupnya
tidak hanya beberapa tahun terakhir, tapi sejak almarhum dibesarkan dan
dididik orang tuanya yang ikut merasakan bagaimana suka dukanya ikut
mengungsi ke hutan sewaktu agresi Belanda yang kedua yang pada waktu itu
almarhum masih berumur 5 (lima) tahun yang sudah diberi tugas untuk
membawa teko yang didaerah Batak Karo disebut “Cerek”, sehingga sampai
pada masa remajanya almarhum dijuluki dilingkungan keluarga dengan
panggilan “Pa Cerek” atau Bapak Teko. Pola hidup bersahaja tersebut
lebih diaplikasikan lagi dalam hidupnya sewaktu almarhum ayahnya Reti
Sembiring Gurukinayan meninggal dunia, dimana almarhum beserta abang
sulungnya Kueteh Sembiring Gurukinayan (alm) harus membantu ibunya
untuk meneruskan dan memajukan perusahaan otobus PO. Sinabung Jaya.
Demikian juga pada hari Minggu tanggal 25 Juni 2006 generasi pertama
para pendiri maupun pengembang PO. Sinabung Jaya telah berakhir karena
ibunda Goto br Sitepu istri Almarhum Rekat Sembiring Gurukinayan (adik
bungsu Reti Sembiring Gurukinayan) yang tinggal satu-satunya Generasi
Pertama PO. Sinabung Jaya telah meninggal dunia dengan tenang karena
usia tua pada usia yang ke 92 (sembilan puluh dua) tahun. Dikebumikan
pada hari Rabu tanggal 28 Juni 2006 dengan “Acara Cawir Metua Rose
Lengkap Eremas-emas” (Acara lengkap penguburan dalam adat Karo) di
ladang Tambak Rahu Kampung Gurukinayan disamping almarhum ayahanda Rekat
Sembiring Gurukinayan dan almarhum Reti Sembiring Gurukinayan serta
ibunda almarhumah Releng br Sitepu. Sehingga dengan demikian berakhirlah
sudah generasi pertama pendiri dan pengembang perusahaan otobus PO.
SINABUNG JAYA.
Sumber : http://www.sinabungjaya.com
ini dokumentasi yang berharga. mudah2an tidak hilang dan bisa diabadikan, sebagai catatan sejarah..
BalasHapus